Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Marriage Life 2

Marriage Life 2

karebears

5.0
Komentar
79
Penayangan
27
Bab

Ketika Vante Adinan diberi kesempatan kedua oleh Andara Jeo untuk memperbaiki rumah tangga mereka yang sempat retak, mampukah Vante menghadapinya walau sekali lagi cobaan datang untuk menguji dirinya? Bagaimana jika ujian itu datang dari sikap Andara sendiri yang banyak berubah dari biasanya? Aku ingin mangga muda, tolong ambilkan - Andara Jeo. Dia bilang kau akan menjemputnya, ternyata menjemput wanita hamil yang lain - Jaren Adiyaksa. Aku tidak selingkuh - Vante Adinan.

Bab 1 She's back

Dia kembali, untukku.

Menyakitkan untuk saling menjauh di saat orang yang kau cintai adalah obat luka itu sendiri.

"Kau pembunuh! Kau pembunuh anakku! Kau pembunuh Vante Adinan!! Aku membencimu! Kau pembunuh!"

Andara berlari dan berdiri di tengah jalan menyerahkan dirinya pada Tuhan, biar saja mobil bis itu menabraknya, wanita itu rela.

Kaki Vante pun seketika beku, bukannya mengejar wanita itu, justru Vante malah membiarkannya begitu saja.

"Hoshh!!!" Vante membuka matanya dari mimpi buruk sejak 1,5 tahun yang lalu selalu datang menghantuinya. Napasnya kini tercekal seperti menahan sesuatu yang sangat menakutkan.

"Lagi?" guman Vante sembari mengucek matanya yang sejak bermimpi terus mengeluarkan air mata. Lalu, tangannya bergerak mengambil smartphone di atas nakas, tepat di samping tempat tidur. Dilihatnya bahwa sudah pukul 06.30, waktu yang masih sangat pagi untuk bangun di hari weekend seperti ini.

Berniat ingin melanjutkan tidurnya, hidung Vante mencium aroma nasi goreng yang sangat wangi. "Hari weekend, kenapa bibi datang? Bukannya istirahat, malah kesini."

Vante bangkit dan menggeser tubuhnya ke ujung ranjang, jari-jari kakinya menarik sandal bermotif kartun Thomas untuk dikenakan.

Pria itu menuruni tangga rumahnya dengan hati-hati, terlihat di atas meja dapurnya hanya ada sepiring nasi goreng dan satu gelas susu coklat hangat. "Mungkin, bibi hanya datang sebentar," ucap Vante yang langsung mendudukkan bokongnya di atas kursi.

Suapan pertama terlaksana dan Vante mengunyah dengan nikmat, setelah menelannya Vante menjadi tertegun. "Rasanya, seperti ....," ujar Taehyung yang kepalanya menunduk kebawah melihat nasi goreng itu, lalu kepalanya menggeleng-geleng. "Tidak m-mungkin, kan?" gumamnya dengan begitu pelan.

Vante mencoba menyuap lagi pada suapan kedua. "Apa aku terlalu merindukannya?" Tepat perkataan Vante terucap, dari arah taman rumahnya terdengar bunyi tangkai sapu yang terjatuh menimpa lantai.

Vante reflek menoleh ke sumber suara. Kakinya bangkit menuju taman dengan sedikit tergesa-gesa. Saat membuka pintu dari dalam rumahnya, Vante mendapati punggung seorang wanita dengan memakai kaos dan celana yang kebesaran. Pakaian itu persis seperti milik Vante yang tadi malam ia susun tepat di atas sekali di antara pakaian-pakaiannya yang lain.

"K-kau siapa?" Tanya Vante gugup membuat wanita itu membalikkan badannya dengan cepat.

Seperti waktu diberhentikan secara tiba-tiba, seperti itulah Vante sekarang. Dentuman bilah jantungnya berkedut tak terarah, mulut yang sedikit menganga saat tahu siapa wanita yang telah berada di hadapannya sekarang.

Wajah itu .... Wajah yang 1.5 tahun terakhir sangat Vante rindukan. Wajah putih bak susu yang sangat pria itu sukai, membuat rasa sesak di dadanya semakin kuat. Dalam diam pun Vante menitikkan air matanya. Apa benar wanita itu Andaranya? Apa benar wanita itu kembali? Kalau benar, maka Vante akan berjanji untuk tidak menyakitinya lagi, bahkan sedikitpun.

Bibir Vante bergetar hebat saat menahan suaranya untuk tidak menangis, sesekali jari tangannya menghapus jejak air mata yang turun dari ujung pelupuk matanya.

Bahu Andara tertunduk, bibir bawahnya ikut manyun saat Vante berusaha mengelap air matanya sendiri. "Apa Andara Jeo sudah tidak di harapkan oleh Vante Adinan?" tanyanya dengan bibir yang mencebik, hingga membuat Vante langsung menggelengkan kepalanya cepat-cepat.

Pikir saja, Andara baru saja landas dari penerbangan pukul 02.00 pagi menuju Jakarta, tentu saja ia langsung diantar oleh Raihan ke rumah Vante. Akhirnya, semua pakaiannya masih dibawa oleh Raihan menuju rumah Ken. Andara berharap jika Vante akan kegirangan dan melompat-lompat saat mengetahui kehadiran dirinya, atau memeluknya langsung dengan senyuman yang ceria, bukan sedih seperti ini.

"Andaraku ... Andaraku ... ini tidak mimpi kan ... Andaraku kembali," lirih Vante sembari berusaha berjalan menjangkau Andara untuk dibawa kepelukannya.

Andara langsung berlari menghambur kepelukan suaminya, dipeluknya leher Vante dengan erat dan diciuminya leher yang sangat jantan dan kokoh tersebut.

Begitu juga dengan Vante, walau masih tidak percaya dengan apa yang terjadi, dirinya tetap berusaha meraih Andara kedekapannya. Saat tubuh itu berhasil menyentuh kulit tubuhnya, sebuah euphoria bergemuruh di dalam perut Vante mulai mendominasi.

Pelukan yang paling nyaman yang sangat Vante rindukan, aroma khas stroberi yang tidak pernah hilang dan tubuh mungil yang lucu yang selalu lelaki itu sukai.

Tangannya berusaha mengunci Andara untuk tidak pergi lagi atau bahkan tidak boleh pergi sedetikpun dari hadapan Vante. Bibirnya sibuk mengeluarkan suara isak tangis yang tak dapat ditahan sejak tadi.

Vante menelusupakan kepalanya di bahu Andara dan dikecupi lembut bak sesuatu yang sangat harus dijaga, bahu mulus itu ... bahu yang selalu Vante rindukan untuk dikecup setiap malam sebelum tidur.

Andara mencoba melepaskan pelukan Vante, tetapi lelakinya itu tidak mau bergerak sedikitpun, membuat Andara sedikit sebal. Dengan giginya sendiri Andara menggigit bahu Vante sampai suaminya meringgis dan melepaskan pelukannya dari Andara. Namun, tangannya masih memeluk pinggang Andara dengan erat.

"Wajahmu sangat tirus, kantung matamu jelek, bahu kekar sudah tidak ada lagi, gigiku sakit saat menggigitnya karena tulangmu yang menonjol. Lemak di perutmu loyo, rambutmu gondrong dan bau badanmu asam. Sungguh, bukan suamiku yang seperti dulu," oceh Andara yang membuat Vante tersenyum, ia merindukannya dan sangat bahagia sekarang.

"Aku mencintaimu." Vante mengecup dahi Andara dan turun mengecup hidung Andara dan berakhir di bibir wanita manis tersebut.

"Aku juga ... aku pikir berpisah bisa mendamaikan hati. Ternyata yang damai hanya rasa sakitku, hatiku semakin sesak jika jauh darimu. Maafkan aku ....," lirih Andara, lalu tangannya mengusap rambut gondrong Vante dengan lembut.

"Jangan minta maaf ... kau tidak salah ...," ucap Vante sembari menarik pinggang Andara, membuat wajah Andara tepat di depan wajahnya.

Jantung Andara pun berdetak cepat saat mata elang milik Vante menatapnya lekat-lekat, mata yang pertama kali Andara temui saat melakukan first kiss-nya bersama Vante dulu.

"Jangan pergi lagi ... aku akan menggemukkan bahuku lagi agar gigimu tidak sakit saat menggigitnya," bisik Vante di telinga Andara. Alhasil, Andara menggelinjang saat merasa telinganya geli.

"Euhm," lenguh Andara saat bibir basah Vante mencoba menggesek-gesek di telinganya dengan sensual.

Serasa ada celah, Vante dengan cekatan mengangkat tubuh Andara dan di bawanya untuk masuk ke dalam kamar.

***

"Gelap ...," lirih Andara.

"Kau masih takut?" tanya Vante sambil mengecup kepala istrinya yang sudah menunduk untuk menjilati leher kekar miliknya.

Sebagai jawaban Andara mengangguk.

Vante lalu membaringkan tubuh Andara di atas kasur dan dihidupkannya lampu tidur mereka.

"Apa sudah nyaman?" tanya Vante yang mana matanya sejak tadi tidak terlepas dari mata Andara.

Andara hanya mengangguk gugup. Ditatap intens seperti itu membuat Andara gugup, manik mata Vante begitu mengintimidasi sampai membuat Andara rela jika tubuhnya dijamah oleh sang suami sesuka hati.

"Andara sangat cantik ... Andara sangat sexy ... Andara sangat menggoda ... Vante suka saat Andara menguasai tubuh Vante. Vante juga suka jika Andara menyentuh semua milik Vante ...," lirih pria itu dengan suara baritonnya yang begitu serak, wajahnya sangat merah saat mengatakan hal seperti itu.

"Vante ...," lirih Andara pelan, jari kakinya bergerak ke atas mengelus milik suaminya yang masih terbungkus dengan celana tidur.

Sadar atas perlakuan istrinya, dia memejamkan matanya untuk menahan enak saat jari-jari kaki Andara menyentuh bagian bawahnya dengan lembut.

Dengan rasa lemas, Vante menjatuhkan tubuhnya dan mendaratkan kepalanya di samping wajah Andara. "Aku merindukanmu ... merindukan semua yang ada pada dirimu ... mari bercinta," lirih Vante dengan berbisik di telinga Andara.

Satu persatu baju mereka mulai terlepas, eluhan nikmat tiada tara yang saling melepas rindu pun memecahkan susasana ruang kamar itu. Ruang kamar yang sudah lama terasa hambar dan dingin, kini menjadi penuh rasa cinta dan hangat.

Vante yang menguasai Andara dan melahap Andara habis-habisan, membuat sekujur tubuh gadis itu penuh dengan keringat karena ulah lelaki itu.

***

"Tatto laba-laba?" tanya Vante karena merasa keheranan saat melihat punggung istrinya bergambar tatto laba-laba.

"Mas Raihan yang mengantarkanku ke rumah Tatto. Punggungku waktu itu luka jadi meninggalkan sedikit bekas kehitaman, jadi mas Raihan menyarankan untuk membuat tatto laba-laba di area bekas luka itu," jawab Andara yang sedang memunggungi Vante, tangan pria itu dibawa untuk memeluk perut Andara dan memainkan pusarnya dengan pelan.

Mereka berdua berada di bawah selimut yang menutupi sampai batas pinggang. Bahkan, tanpa baju sehelaipun karena ntah kemana baju mereka dilempar asal oleh Vante saat mereka saling menikmati melakukan hubungan suami istri itu.

"Luka waktu itu, kan?" tanya Vante kembali, lalu bibirnya bergerak mencium tatto laba-laba di punggung istrinya.

Andara hanya diam, dia tidak ingin lagi membahas masalah yang sudah berusaha ia tutup rapat-rapat selama ini.

"Maaf ...," lirih Vante yang langsung memeluk leher istrinya untuk dikecupi rambutnya.

"Aku tidak ingin mengingatnya lagi, ku mohon ...," pinta Andara.

Vante hanya menghela napas pasrah, dia harus menghargai permintaan istrinya tersebut.

"Apa ingin minum pil pencegah kehamilan, Sayang?" tanya Vante sedikit ragu untuk memastikan.

Andara menggeleng cepat. "Aku ingin ada jagoan lagi yang singgah di perutku, Te ...."

Vante tersenyum mendengar respon yang dilontarkan oleh Andara. "Aku juga ingin, Sayang ...."

"Sudah berapa lama suamiku tidak mencukur itunya?" Andara membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Vante sekarang.

"Dua b-bulan," jawab Vante, dia sedikit malu.

"Pantas saja, pipipku geli karena rambutnya panjang-panjang saat kita melakukannya."

Vante langsung terkekeh karena protesan istrinya akibat rambut halus milik bagian bawahnya. "Cukurkan, ya. Aku sangat malas mencukurnya, dulu kau yang selalu mencukurnya," bujuk Vante, dia meminta kepada istrinya dengan manja. Bahkan, kepalanya sudah bergerak mendekap ke dada Andara, Vante ingin dielus sekarang.

Andara mengelus rambut Vante. "Nanti, kita rapikan juga rambutmu dan pergi untuk menggemukkan tubuhmu yang semakin kurus."

Tentu saja, Andara sangat merindukan Vante yang dulu. Juga, merindukan tubuh Vante dengan bidang dada yang begitu lebar, lengan kekar berotot dan bahu yang keras dan kokoh.

Vante hanya mengangguk.

"T-te?" panggil Andara pelan.

"Hm?" jawab Vante yang berupaya mendongakkan kepalanya untuk menatap istrinya tersebut.

"Sekarang, apa hanya aku perempuan satu-satunya yang kau cintai?" Andara menatap Vante dengan serius.

"Tidak, ada dua wanita yang aku cintai sekarang," jawab Vante datar yang membuat Andara terdiam, tangannya juga ikut membeku mendengar jawaban dari lelakinya itu.

Sadar dengan reaksi Andara, Vante pun tersenyum lembut. "Ibu akan marah jika tidak masuk ke dalam daftar wanita yang aku cintai."

Andara lalu memanyunkan bibirnya hendak menangis, ia pikir Vantenya akan mengatakan nama lain selain ibunya. "Kau ...," kesal Andara lalu berbalik lagi memunggungi Vante.

Vante terkekeh lalu memeluk Andara lagi dari belakang. "Apa aku juga tidak boleh mencintai ibuku sendiri?" tanyanya sembari menggoda Andara.

"Bukan seperti itu, maksud--"

"Iya-iya aku paham. Aku cuma milikmu Andara. Selama ini hidupku hanya bolak-balik dari rumah ke kantor, sesekali aku mampir ke rumah ibu dan yang paling sering ... ke makam jagoan kita ...." Vante mengecilkan suaranya saat menyebut makam jagoannya, ia takut Andara tidak ingin mengingatnya lagi karena itu sebuah masa lalu kelam baginya.

Andara tercekat seketika. "Ah, aku merindukan jagoan kita, Te ...."

Vante semakin erat memeluk Andara. "Mari mengunjunginya, ia pasti sudah sangat menantikan kau datang ...," kilah Te yang membuat Andara merasa bersalah.

Meninggalkan yang lalu bukan berarti kau harus melupakan memori yang indah tentangnya.

Dia tidak berubah, begitu juga dengan perasaanya.

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh karebears

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku