Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
29
Penayangan
11
Bab

Sebuah kisah yang menggambarkan seorang wanita single yang memiliki jutaan kesedihan dan rahasia dari masa lalu. Apa rahasia terbesar dalam hidupnya mampu membalikkan fakta yang ada sekarang? Fakta, bahwa dirinya hanya seorang wanita parasit? "Aku penasaran, apa anakmu itu adalah adikku? Bukankah kau menggoda ayahku demi uang 120 juta dan membuat ibuku menjadi susah?"

Bab 1 Kemarahan Raihan

Siapa yang memperbolehkan membawa anak ke dalam kantor ini!" teriaknya di depan wajah Rania, membuat Rania tersentak dan sedikit memundurkan tubuhya. Di belakang Rania, si anak bungsu yang sibuk memegangi pergelangan tangan bunanya dan mengajak untuk pulang.

"Aku sudah diberi kebebasan membawa anak jauh sebelum kau kembali kesini," jawab Rania masih dengan penuturan kata yang sopan.

Raihan mengusap wajahnya dengan kasar. "Kau membuat kantor ini seolah-olah milikmu."

Rania menggeleng. "Tidak. Aku sadar siapa aku disini, aku hanya memberitahu bahwa aku diberi kebebasan untuk membawa anak-anakku."

"Cih! Aku ingin sekali menyayat bibirmu itu! Lihat apa yang telah anak sialanmu itu perbuat!"

Rania mengepalkan kedua tangannya menahan emosi atas makian yang dikeluarkan dari mulut laki-laki itu. "Anakku terlahir suci, bukan anak sialan," balasnya dengan sedikit dingin.

"Anak mana yang sangat nakal dan tidak tahu diri berkeliaran di saat semua orang sedang bekerja. Lalu, menumpahkan kopi di atas dokumen-dokumen penting yang telah aku tanda tangani."

"Aku akan ulang untuk print-nya serta aku minta maaf dan tolong jangan memarahi anakku." Kini, mata Rania sudah mulai berkaca-kaca.

"Aku tidak butuh air matamu!"

Gres!

Renan meremat kaleng minumannya yang telah kosong dan melemparkannya mengenai tempat sampah. Matanya yang tajam menatap nyalang si sulung, Raihan.

"Rania, selesaikan pekerjaanmu, ini perintahku sebagai atasanmu," kilah Renan, lalu tangannya bergerak mengambil lengan Vano kecil.

"Siapa yang berani menyuruh wanita sialan ini untuk pergi! Aku masih ada perlu dengan dia!" Raihan menunjuk-nunjuk Rania bagai sampah.

"Kenapa! Aku juga anak ayah Haru, bukan kau saja. Walau kau yang akan menggantikan ayah nanti, tetap saja kau hanya seorang manager sekarang. Dan yang berhak mengatur Rania disini adalah aku." Renan menggendong Vano yang gemetaran.

"Bunaaaaa ...," panggil Vano lagi sampai mengangkat tangannya agar Rania melihat.

"Ano sama Handa Renan dulu, ya. Buna akan pergi bekerja ...," bujuk Renan pada Vano kecil yang malang. Anak itu tidak sengaja menyenggol kaki Raihan yang sedang berdiri, membuat Raihan oleng dan menumpahkan cangkir kopinya ke dokumen-dokumen pentingnya.

"Cih!" desis Raihan saat melihat bagaimana Renan menyayangi anak Rania.

"Rania, pergilah, aku atasanmu," titah Renan sekali lagi.

Rania pun membungkukkan badannya pada Renan. Lalu, pergi dari sana. Membiarkan anak bungsunya bersama dengan pria itu.

***

"Mas! Tidak baik ah membuat orang-orang menunggu ...," bisik Jihan yang sedang duduk dipangkuan calon suaminya. Pria itu hanya terkekeh dan asik mencium punggung tangan Jihan dengan lembut. Matanya masih fokus dengan katalog di hadapannya. Memilih baju pengantin bersama calon istri.

Rania yang berada disitu sesekali menggigit bibir bawahnya. Sudah sekitar 15 menit dia berdiri bersama Ardila, membuat kaki mereka berdua pegal. Selama itu pula, mereka menjadi saksi kisah percintaan salah satu makhluk Adam dan Hawa yang sedang berbagi kemesraan.

"Baiklah, demi ratuku ...," balas Raihan sembari mendongak menatap Rania dan Ardila yang wajahnya sudah mulai memucat.

Rania reflek menaruh dokumen yang telah di-print ulang di hadapan Raihan dan diikuti oleh Ardila. "Ini Pak, dokumen baru. Maaf atas kesalahan anak saya. Lain kali saya akan mendidik anak saya dengan baik lagi."

Raihan dengan wajah datarnya hanya diam dan mulai menandatangani dokumen-dokumennya. Jihan pun berdiri dan membawa katalog-nya dan duduk di sofa yang menghadap jendela.

Setelah semua selesai, Rania dan Ardila pun keluar. Rania menarik dan membuang napas lega. "Akhirnya...," gumamnya sambil menyeka keringat yang membanjiri wajahnya.

***

Tidak tahu kenapa, Raihan seperti memiliki dendam yang amat mendalam pada Rania. Wanita itu berkali-kali dibentak olehnya hari ini. "Jika bukan karena Renan, anak sialanmu itu sudah aku hukum sampai dia jera," ujarnya mengapit dagu Rania dengan jari-jarinya.

Rania menepis lengan Raihan dan menatap nyalang. "Anakku hanya membuat kesalahan sedikit, kenapa kau sebegitu marahnya dengan dia? Aku tahu bagaimana aku harus mendidik anakku. Anakku hanya tidak sengaja telah menyenggolmu."

Raihan mendorong bahu Rania, sampai tubuh wanita itu terbentur tembok. "Kau!" cakapnya dengan sedikit menarik rambut Rania ke belakang. "Tidak akan aku biarkan hidup tenang!" Lalu, matanya beralih memandangi tubuh Rania. "Murahan, cih!" Raihan mendorong kembali dengan tangannya hingga Rania tersungkur ke lantai.

Raihan berlalu begitu saja meninggalkan Rania. Rania menepikan tubuhnya ke pojok ruangan dan menangis dalam lengannya. "Tidak, tidak. Rania kuat. Rania akan bertahan demi David dan Vano," lirihnya sambil menepuk-nepuk dadanya sendiri yang kian sesak.

Dengan langkah gontai, Rania berdiri dan pergi menuju toilet untuk membasuh wajahnya. Di sana ada Jihan yang sedang berkaca dengan alat make up-nya. Rania membungkuk hormat dan disertai dengan senyum tipis yang manis.

"K-kau Rania, kan?" tanya Jihan ragu-ragu.

"Iya, saya Rania, Nona."

"Dulu, satu kampus dengan calon suamiku, kan?"

Rania sedikit tercekat lalu mengubah ekspresi wajahnya menjadi normal dan mengangguk sopan. "Benar, beliau adalah seniorku semasa kuliah dulu."

Jihan pun mengangguk-angguk paham dan kembali men-touch-kan make-up ke wajahnya yang cantik dan jelita.

Handphone Rania berbunyi, menampilkan nama wali kelas David disana. Buru-buru Rania keluar dan mengangkat teleponnya.

"Ibu, David memukul temannya. Sekarang, dia berada di ruanganku untuk ditenangkan."

"Apa? Ibu, bagaimana bisa David memukul temannya?"

"Ada kesalahpahaman yang terjadi, mereka bertengkar sedikit. Saya harap, Ibu akan segera menjemput David."

"Baik, saya akan segera kesana."

Rania menutup telponnya dan tergesa-gesa ingin ke sekolah David. Putra sulungnya tengah berkelahi dengan teman sekelasnya.

Brugh!

Rania tersungkur sampai hak sepatunya copot dan terlepas begitu saja. Lututnya perih dan sikunya terasa ngilu. Saat dia menoleh siapa yang telah menjahilinya, dia mendapatkan Hana yang sedang tertawa terbahak-bahak. Rania pun menarik nafasnya dalam - dalam dan berdiri kembali, memunguti hak sepatunya yang copot.

Dia tidak menggubris perlakuan Hana, dia sangat lelah sekali hari ini. Di sisi lain, Raihan melihat semuanya. Bagaimana Hana yang menjulurkan kakinya, sehingga Rania tersungkur dan membentur lantai tanpa ampun.

"Cih! Ceroboh," gumamnya tanpa sadar dan berlalu begitu saja.

***

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh karebears

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku