SWEET ESCAPE
5.0
Komentar
209
Penayangan
10
Bab

Keduanya dipertemukan ketika masing-masing saling mencari pelarian atas keputusasaan yang semesta berikan. Disaat Sebastian Winata tengah mencari pelarian dari permasalahan bersama sang istri, pria itu dikejutkan dengan seorang gadis manis yang tiba-tiba saja keluar dari sebuah kelab malam. Gadis itu adalah salah satu siswinya sendiri yang bernama Ayuna Larissa. "Pak Tian, kau tidak bisa membagi satu hatimu untuk dua orang sekaligus. Aku hanya pelarianmu, yang tak akan bisa menjadi rumahmu." -- Ayuna

Bab 1 Kesan Pertama

Sebastian Winata membanting ponselnya pada kursi mobil yang kosong di sebelahnya. Pria itu tampak marah setelah mengakhiri sesi panggilan bersama seseorang beberapa menit yang lalu. Rahangnya tampak menggeras, menandakan jika pria itu sedang dalam kondisi kesal yang luar biasa.

Pria yang akrab disapa Tian itu lalu keluar dari dalam mobilnya, bersandar pada pintu mobil, lantas tangan kirinya merogoh saku pada mantel cokelat miliknya. Mengambil sebatang rokok dan sebuah korek api dari dalam sana.

Pria berahang tegas itu tampak tenang menghisap benda yang mengandung zat adiktif yang berupa nikotin sembari memasukkan tangan kirinya ke dalam saku mantel. Mencari ketenangan sebelum ia kembali pada pelariannya bersama wanita-wanita penghibur di dalam kelab malam yang ia datangi beberapa kalinya ini.

Namun belum sempat Tian menghabiskan satu batang rokoknya, iris matanya menangkap seseorang yang terlihat begitu familiar. Seorang gadis memakai seragam sekolah yang sama dengan tempat ia mengajar.

'Ayuna Larissa?' Ujar Tian dalam hatinya ketika melihat salah satu siswinya keluar dari dalam club malam sembari menghitung beberapa lembar uang.

Tian segera membuang putung rokoknya. Melangkah sedikit tergesa mendekati siswinya itu.

Mencengkeram tangan kanan siswinya itu tiba-tiba saja, lalu membalikkan tubuh gadis itu dengan cepat. Bola mata Tian melebar ketika melihat beberapa bekas kemerahan yang tercetak jelas disekitar leher siswinya itu.

Jadi rumor itu adalah kebenaran?

Sebuah rumor yang mengatakan jika Ayuna bekerja sebagai pelacur.

Tian memang baru dua minggu bekerja sebagai guru disalah satu sekolah menengah atas yang populer di Jakarta.

Awalnya ia tidak percaya dengan rumor yang menyebutkan bahwa Ayuna adalah seorang pelacur. Karena gadis itu tampak seperti siswinya kebanyakan. Tidak memakai riasan apapun di wajahnya dan bersikap sewajarnya. Bahkan Ayuna termasuk dalam siswi yang pintar. Hanya saja gadis itu lebih pendiam daripada siswi yang kerap kali menggoda dirinya.

Tapi melihatnya malam ini dengan bekas kemerahan yang disebut kissmark itu, Tian menarik pemikiran baiknya tentang gadis ini.

"Jadi kau benar-benar menjual diri, Ayuna?" ujar Tian dengan nada dinginnya. Malam ini ia sudah kesal, ditambah lagi melihat dengan mata kepalanya sendiri kelakuan dari salah satu siswinya ini. Pria itu semakin geram.

"P-pak Tian," ujar Ayuna sedikit bergetar ketika melihat yang mencengkeramnya adalah guru baru di sekolahnya. Ia tak menduga jika akan bertemu Pak Tian malam ini.

Tian sedikit menarik Ayuna agar lebih dekat dengannya, terlihat sekali bagaimana sorot mata kecewa pada pria itu.

"Apa rumor itu benar jika kau adalah seorang pelacur?" ucap Tian terdengar menghina pada sebutan yang ia ucapkan.

Hati Ayuna mencelos mendengar bawa gurunya sendiri menyebutnya sebagai pelacur.

"Itu bukan urusanmu, Pak! Ku mohon, bisakah kau lepaskan aku sekarang juga?" ujar Ayuna sembari meronta agar Tian melepaskan dirinya.

Melihat Ayuna yang memberontak tanpa sadar pria itu membentaknya.

"Kau pandai dan masih punya masa depan, Ayuna Larissa! Bagaimana bisa kau menjajakan diri seperti ini?" pekik Tian yang tak habis pikir dengan siswinya ini.

Ayuna justru tersenyum remeh mendengar bentakan gurunya itu.

"Uang! Aku butuh uang!" balas Ayuna tak kalah keras. "Nilai 100 tidak akan membuatku kenyang, Pak!" ujar gadis muda itu sekali lagi sembari menatap sinis ke arah Tian.

"Apa?" pekik Tian yang terkejut dengan ucapan Ayuna.

"Sekarang lepaskan aku, Pak Tian. Aku punya urusan," balas Ayuna yang kembali lagi meronta ingin pergi.

Namun bukannya membiarkan Ayuna lepas begitu saja, Tian justru menarik Ayuna ke arah mobilnya. Ia tak menyangka jika siswinya ini rela menjual diri demi uang? Apakah tidak ada pekerjaan lain yang bisa ia pilih? Hah, Tian benar-benar marah.

"Ikut aku!" ujar Tian dengan surat berat, datar, dan dinginnya.

"P-pak! Tunggu! Kau ingin membawaku ke mana?" pekik Ayuna yang hanya pasrah, Tian membawanya kemana.

~~~~~

"Akhh.." ringis Ayuna ketika Tian menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Pria itu membawanya ke sebuah apartemen mewah. Menyeretnya dengan paksa meskipun sudah beberapa kali memberontak.

Ayuna melihat tak ada raut wajah hangat yang biasa guru itu berikan saat mengajar di kelasnya. Hanya tatapan dingin, tajam dan datar yang ia berikan saat ini.

Jantung Ayuna berdegup kencang dan mulai memundurkan tubuhnya menjauh saat ia melihat jika gurunya itu mulai membuka kancing kemejanya satu per satu.

"P-pak Tian. A-anda mau apa?" ujar Ayuna yang mulai ketakutan, terlebih lagi ketika Tian sudah membuang kemejanya. Memperlihatkan cetakan perut berotot dan dada bidangnya. Sial, seharusnya ia lari saja ketika mobil gurunya ini berhenti didepan lobby apartemen.

Tian tersenyum miring ketika melihat bagaimana siswinya ini bertanya sok polos seperti itu. Pria itu menaikkan kaki kanannya yang masih berbalut celana kainnya ke atas ranjang. Tubuhnya perlahan mendekat pada jalang kecil ini. Jalang kecil? Hm, bukankah itu sebutan yang bagus bagi Ayuna.

"Kau seorang pelacur bukan? Maka sekarang layani aku seperti pekerjaanmu itu," ucap Tian ketika tepat berada di depan Ayuna yang sudah tidak bisa memundurkan tubuhnya lagi.

Mata Ayuna terbelak mendengarnya. "Apa?"

"Kenapa kau terkejut seperti itu, Ayuna?" balas Tian dengan seringaian di wajah tampannya. "Bukankah kau terbiasa melayani banyak pria?" Ujar Tian sekali lagi menatap remeh.

Ayuna semakin ketakutan dibuatnya. Gadis itu menggelengkan kepalanya.

"T-Tunggu, pak! Kau salah-... Hmppff." Namun belum selesai Ayuna berbicara, bibirnya sudah dibungkam oleh pria yang ada di hadapannya saat ini.

Tian menarik tengkuk Ayuna dan meraup bibir siswinya itu. Memberinya lumatan dan ciuman yang terkesan kasar. Tak hanya itu bahkan tangan kanan pria itu sudah lancang bergerilya sampai menelusupkan pada seragam sekolah milik Ayuna. Meremas benda kenyal yang masih tertutup bra milik siswinya itu.

Ayuna terkejut ketika Tian meremas dadanya tiba-tiba saja. Wanita itu berusaha melepaskan diri dari gurunya sendiri. Berusaha menolak segala sentuhan yang Tian berikan.

"Le-Lepaskan aku, Pak! Ku mohon," ujar Ayuna dengan suara yang sudah serak dan disertai mata yang berkaca-kaca ingin menangis saat ini.

"Kau mau uang bukan? Maka puaskan aku malam ini," desis Tian sebelum melumat kembali bibir siswinya sendiri yang terasa begitu manis. Sial, gadis ini memang luar biasa, bahkan tubuhnya terasa pas dalam kukungannya.

Tian tersenyum remeh saat melihat ada beberapa bekas kissmark yang tercetak jelas di leher putih milik siswinya itu. Tian mengakui jika siswinya ini cantik meskipun tak memakai riasan apapun. Namun sayang sekali jika ternyata Ayuna justru mengobral dirinya. Cantik-cantik tapi murahan itulah kesan Tian pada Ayuna saat ini.

Saat Tian sudah berada dalam puncak gairahnya dan ingin bermain lebih. Tiba-tiba saja mendapat dorongan keras dari gadis di bawahnya itu sampai ia nyaris terjatuh dari ranjang.

Tian pun menatap nyalang ke arah Ayuna. "Kau menolakku?" ucap pria itu dengan wajah yang mulai menggelap. Merasa terhina.

"Pak, maaf. Aku tak bermaksud mendorongmu," ujar Ayuna yang sudah terlihat kacau sekali. Ia memang tak sengaja mendorong Tian karena pria itu sudah mulai menyentuh bagian selatannya.

Menggeram marah, lantas Tian kembali mendekat ke arah Ayuna. Kini ia memperlakukan siswinya sendiri itu dengan kasar. Menindih Ayuna di bawahnya dengan posisinya terduduk di atas kedua paha milik Ayuna.

Ayuna ini memberontak lagi, namun Tian menahan kedua pergelangan tangannya di setiap sisi kepalanya.

"Kau benar-benar jalang kecil yang luar biasa, Ayuna! Kau suka dipaksa rupanya," ucap Tian begitu menyeramkan saat ini.

Dada Ayuna rasanya sesak sekali. Apa ia akan diperkosa oleh gurunya sendiri malam ini?

"P-pak Tian! Tunggu-.."

Tak mendengarkan ucapan siswinya itu, tanpa aba-aba Tian merobek seragam sekolah milik Ayuna hingga memperlihatkan bra merah muda yang gadis itu gunakan. Kesan pertama saat Tian melihatnya adalah ia begitu takjub dengan cetakan jelas dua benda kenyal itu. Terlihat pas dan minta di sentuh. Namun pancaran gairah dari Tian seakan lenyap ketika melihat sebuah luka memar yang cukup besar di bawah dada kiri milik siswinya itu.

"Ada apa dengan tubuhmu, Ayuna? " Ujar Tian terlihat panik ketika melihat luka lebam kebiruan yang ada di perut atas sebelah kiri milik Ayuna.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Balas Dendam Kejam Sang Mantan

Balas Dendam Kejam Sang Mantan

Gavin
5.0

Perusahaanku, CiptaKarya, adalah mahakarya dalam hidupku. Kubangun dari nol bersama kekasihku, Baskara, selama sepuluh tahun. Kami adalah cinta sejak zaman kuliah, pasangan emas yang dikagumi semua orang. Dan kesepakatan terbesar kami, kontrak senilai 800 miliar Rupiah dengan Nusantara Capital, akhirnya akan segera terwujud. Lalu, gelombang mual yang hebat tiba-tiba menghantamku. Aku pingsan, dan saat sadar, aku sudah berada di rumah sakit. Ketika aku kembali ke kantor, kartu aksesku ditolak. Semua aksesku dicabut. Fotoku, yang dicoret dengan tanda 'X' tebal, teronggok di tempat sampah. Saskia Putri, seorang anak magang yang direkrut Baskara, duduk di mejaku, berlagak seperti Direktur Operasional yang baru. Dengan suara lantang, dia mengumumkan bahwa "personel yang tidak berkepentingan" dilarang mendekat, sambil menatap lurus ke arahku. Baskara, pria yang pernah menjanjikanku seluruh dunia, hanya berdiri di sampingnya, wajahnya dingin dan acuh tak acuh. Dia mengabaikan kehamilanku, menyebutnya sebagai gangguan, dan memaksaku mengambil cuti wajib. Aku melihat sebatang lipstik merah menyala milik Saskia di meja Baskara, warna yang sama dengan yang kulihat di kerah kemejanya. Kepingan-kepingan teka-teki itu akhirnya menyatu: malam-malam yang larut, "makan malam bisnis", obsesinya yang tiba-tiba pada ponselnya—semua itu bohong. Mereka telah merencanakan ini selama berbulan-bulan. Pria yang kucintai telah lenyap, digantikan oleh orang asing. Tapi aku tidak akan membiarkan mereka mengambil segalanya dariku. Aku berkata pada Baskara bahwa aku akan pergi, tetapi tidak tanpa bagianku sepenuhnya dari perusahaan, yang dinilai berdasarkan harga pasca-pendanaan dari Nusantara Capital. Aku juga mengingatkannya bahwa algoritma inti, yang menjadi alasan Nusantara Capital berinvestasi, dipatenkan atas namaku seorang. Aku melangkah keluar, mengeluarkan ponselku untuk menelepon satu-satunya orang yang tidak pernah kusangka akan kuhubungi: Revan Adriansyah, saingan terberatku.

Putra Rahasianya, Aib Publiknya

Putra Rahasianya, Aib Publiknya

Gavin
5.0

Namaku Alina Wijaya, seorang dokter residen yang akhirnya bertemu kembali dengan keluarga kaya raya yang telah kehilangan aku sejak kecil. Aku punya orang tua yang menyayangiku dan tunangan yang tampan dan sukses. Aku aman. Aku dicintai. Semua itu adalah kebohongan yang sempurna dan rapuh. Kebohongan itu hancur berkeping-keping pada hari Selasa, saat aku menemukan tunanganku, Ivan, tidak sedang rapat dewan direksi, melainkan berada di sebuah mansion megah bersama Kiara Anindita, wanita yang katanya mengalami gangguan jiwa lima tahun lalu setelah mencoba menjebakku. Dia tidak terpuruk; dia tampak bersinar, menggendong seorang anak laki-laki, Leo, yang tertawa riang dalam pelukan Ivan. Aku tak sengaja mendengar percakapan mereka: Leo adalah putra mereka, dan aku hanyalah "pengganti sementara", sebuah alat untuk mencapai tujuan sampai Ivan tidak lagi membutuhkan koneksi keluargaku. Orang tuaku, keluarga Wijaya, juga terlibat dalam sandiwara ini, mendanai kehidupan mewah Kiara dan keluarga rahasia mereka. Seluruh realitasku—orang tua yang penuh kasih, tunangan yang setia, keamanan yang kukira telah kutemukan—ternyata adalah sebuah panggung yang dibangun dengan cermat, dan aku adalah si bodoh yang memainkan peran utama. Kebohongan santai yang Ivan kirimkan lewat pesan, "Baru selesai rapat. Capek banget. Kangen kamu. Sampai ketemu di rumah," saat dia berdiri di samping keluarga aslinya, adalah pukulan terakhir. Mereka pikir aku menyedihkan. Mereka pikir aku bodoh. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku