Alvaro diminta menyamar menjadi siswa di sebuah sekolah untuk mengungkap kasus bullying di sekolah tersebut. Namun siapa sangka baru sehari dia di sana, penyamarannya langsung diketahui oleh Cia, teman sekelasnya yang sengaja mengikutinya pulang sekolah menuju markas. Alvaro berfikir jika penyamarannya akan terbongkar karena Cia menyebarkan statusnya Yang sebagai seorang polisi, namun ternyata ia salah besar. Cia justru membantunya dalam mengungkap kasus bullying tersebut. Sejak saat itu, Cia selalu mengganggu Alvaro dan merengek pada pria tersebut untuk ikut dalam setiap misi yang Alvaro kerjakan. Perjalanan Cia merekcoki Alvaro dilalui dengan hal yang lucu, menggemaskan, kesal dan manis. Namun siapa sangka, Cia yang ceria justru menyimpan luka yang membuatnya nyaris menghabisi dirinya dengan tangannya sendiri.
Senin pagi yang biasa sibuk. Alvaro baru saja sampai di markas tempat ia dan tim kepolisian yang lain biasa berkumpul. Setelah cukup lama cuti, Ia dihubungi oleh komandannya untuk datang ke markas.
"Jadi," Ucap Al lalu melirik komandannya.
"Kamu akan saya tugaskan menyamar di sekolah itu Al."
Al mengangguk paham. "Jadi guru? Oke, saya--"
"No no!!"
Ucapan Al terhenti. Ia menatap dalam komandannya itu. Entah kenapa firasat buruk langsung melintas di kepalanya.
"Kamu akan menyamar menjadi siswa."
"WHAT????? Ndan, INI,"
"Ayolah Al. Ini perintah dari atasanmu."
"Tapi Komandan,"
"Tak ada tapi-tapian. Misi kamu setelah libur dua minggu ini adalah menyamar sebagai siswa di sana."
Al mencelos menatap kaptennya. Ide gila apa ini? Menyamar sebagai siswa disaat usianya sudah dua puluh tujuh tahun? Bangku SMA bukan makanannya lagi. Ya Tuhan.
*****
Al berjalan lesu. Ia menatap dirinya di cermin. Apa ini? Apa dirinya terlihat seperti anak kecil? Apa dirinya lebih cocok jadi anak sekolahan? Kenapa ia harus diperintahkan menjadi anak sekolah? Kenapa bukan gurunya saja.
Al teringat lagi perkataan kapten dan kliennya tadi.
Flashback
"Untuk data kamu masuk ke sana, biar bapak yang siapkan." Ucap ayah dari korban.
Al masih terdiam. Ia tak menyangka kali ini ia diminta menjadi anak SMA.
Ia pikir menyamar jadi pemulung dan ikut kerumunan mereka untuk menangkap bandar sabu adalah hal yang paling amazing. Tapi ternyata ia salah. Menjadi anak SMA adalah hal yang paling gila yang ia alami.
"Ibuk harap kamu bisa membantu kami. Kasihan anak kami." wanita itu kembali menangis.
"Kami ingin anak kami meninggal dalam tenang. Kami ingin semuanya membaik. Dan agar tak terjadi lagi pembullyan selanjutnya."
"Kami harap kamu mau membantu kami nak."
FLASBACK OFF
Al menatap langit malam di teras kamarnya. Wajahnya nampak gusar. Ia benci matematika, jika ia sekolah ,itu artinya ia harus bertabrakan dengan mata pelajaran yang satu itu.
Al mengusap wajahnya kasar.
"Ada apa?" Al melirik ke samping saat merasakan seseorang memukul pundaknya.
"Eh papa. Ada apa pa?" Tanya Al pada Bastian.
Bastian menggeleng pelan lalu ia menarik satu kursi yang ada di teras dan mendudukinya. Al pun mengikuti cara yang sama.
"Kamu kenapa.? Dari tadi papa perhatikan, kamu seperti ada masalah." ucap Bastian yang menangkap situasi sang anak.
Al tersenyum. Ia paham jika ia tak akan bisa menyembunyikan apapun dari papanya.
Al menatap Bastian serius. Ia ingin meminta masukan dari pria tangguh di depannya ini.
"Al bingung pa." ucap Al singkat.
Bastian belum mau bicara. Ia ingin mendengarkan dulu apa yang akan anaknya katakan.
"Al bingung soal misi Al kali ini."
"Hari ini Al di panggil komandan Rendra. Ia ingin memberikan misi kembali pada Al."
"Bagus dong."
"Memang bagus pa. Apalagi kasus yang akan Rendra hadapi kali tentang pembullyan."
"Terus kenapa? Kok kayak nggak suka?"
"Bukannya nggak suka pa, tapi status Al itu lho."
Bastian menyipit, "Ada seorang siswi yang meninggal karena bunuh diri. Penyebabnya karena bulli dari sekelompok orang di sekolahnya."
Al berhenti sejenak. Ia menghela nafas malas.
"Lalu?!" tanya Babas singkat.
"Al diminta menyelinap masuk sekolah dengan menyamar jadi siswa di sana. Al males sekolah lagi pa. Papa kan tahu Al benci matematika."
"Terus?" Babas hanya menjawab singkat.
Al menatap papanya, jika sudah seperti ini, ia bisa menebak jika papanya sedang serius.
"Hanya karena kamu benci matematika, kamu nggak bisa bantu orang?"
"Pa--"
"Al. Jujur, kamu terima di bagian ini papa senang banget. Banyak harapan yang papa sematkan untuk kamu, dan semua harapan itu sangatlah begitu besar.","Sekarang kamu dapat kasus tentang bully di sekolah, dan kamu nyerah hanya karena kamu diminta jadi siswa?"
"Bukan itu pa, "
"Lalu? Matematika?"
Al mengangguk.
"Memangnya kamu butuh raport lagi?"
Boomm, Benar juga apa yang papanya katakan. Memangnya dirinya butuh raport lagi?.
"Bayangkan jika posisi korban adalah keluarga kita. Dan Alya yang harus menanggung, apa kamu terima?!"
Al seketika mengeram kesal, "Al bakal bunuh mereka semua."
"Benar. Kamu pasti marah bukan? Begitu juga dengan mereka. Hanya saja mereka tak mampu mengungkap sendiri, karena itu mereka butuh bantuan kalian Dan mereka percayakan semuanya sama kamu untuk mengungkap kasus kematian anak mereka." Bastian mendekati anaknya, ia meraih jemari Al, "Ada harapan besar dari mereka untuk kamu Al. Mereka berharap kamu bisa membantu mengungkap semuanya."
Al menatap lekat mata Babas. Papanya itu terlihat sangat berharap padanya.
"Mereka berharap penuh padamu Al. Lakukan. Bayangkan jika orang tua itu adalah kami."
"Pa."
"Dibawah sumpah. Kamu menjalankan tugasmu di bawah sumpah."
Al terdiam sejenak. Ia lalu menghela nafas panjang. Al berdiri dari duduknya dan berjalan masuk menuju tempat tidurnya dan duduk di tepian ranjang. Bastian mengikuti anaknya itu.
Al ingin berkata lagi, namun Suara pintu kamar yang terbuka membuyarkan keseriusan keduanya.
"Apa aku mengganggu?"
Babas dan Al seketika melirik ke arah pintu dan mendapati Alya ada di sana sambil membawa dua buah buku.
Wajah Alya nampak kusut, gadis itu berjalan mendekat, "Abang, bantuin Alya yang ini. Abang pintar bahasa inggris kan." rengek Alya yang sudah terlihat seperti gadis frustasi. "Dari tadi Alya cari-cari tapi nggak nemu juga maksud dari soalnya." Ia menyerahkan buku tugasnya pada Al.
Melihat Alya butuh pengajaran dari Al, Bastian memutuskan untuk keluar.
"Ya sudah, papa keluar dulu. Kalian silahkan belajar."
"Untuk Al, ingat pesan papa tadi."
Al mengangguk sembari tersenyum. Setelahnya Bastian keluar dari kamar sang anak.
"Pesan apa bang?" tanya Alya penasaran.
Alvaro menggeleng, "Anak kecil nggak boleh tahu."
"Ck! Mulai deh. Yang paling sok dewasa. Abang pasti ada rencara sama papa ya?" Tebak Alya, Al menggeleng.
"Lalu?"
"Dek."
"Hmmm."
"Abang mau tanya."
"Tanya apa?"
"Kamu tahu kan kerjaan abang apa?"
Alya mengangguk, "Tahu. Lalu?"
"Lalu," Al meluruskan duduknya menghadap sang adik, "Gini, abang dapat misi rahasia lagi. Kali ini abang diminta usut kasus bulli di sekolah yang menyebabkan seorang siswi di sana bunuh diri."
Alya nampak berpikir, "Kayaknya Alya pernah dengar kasus ini deh. Di SMA Nusatama ya? Yang siswinya bunuh diri, kabarnya sih karena alami perundungan." Al mengangguk. "Abang mau jadi gurunya?"
Al menggeleng. "Lalu.?" Al menghela nafas berat, "Jadi siswanya." Jawab Al.
Seketika Alya terdiam. Ia tak bicara sepatah katapun sampai beberapa detik. Namun setelahnya, kehebohan langsung terjadi.
"Abang mau nyamar jadi siswa SMA? Di Nusatama? Gemoynyaaaaaa." teriak Alya antusias.
Al menatap Alya horor.
Gemoy? Gemoy dari mana?
"Abang, abang itu udah kayak drama-drama Korea tahu nggak . Polisi yang nyamar jadi siswa SMA. Nanti jatuh cinta pada pandangan pertama sama siswi di sana, saling kejar dan mereka jadian. Ya Ampun manis bangeeeettt. Alya jadi penasaran sama endingnya. Apa abang bakalan punya pacar?? Iiiiihh so sweeettt." Ucap Alya yang kegirangan bukan main.
Haaahh. Korban Korea ya begini. Al merasa salah bercerita. Bercerita pada Alya akan semakin memperburuk suasana.
"Ngomong sama bocil ya gini. Oppaaa, BTS, oppaaa. Jongkok jongkok jong--"
"Iiih! Abang. Apaan sih make acara serang biasnya Alya. Diserang Army sedunia baru tahu rasa. Lagian apaan dah, jongkok jongkok, Jungkook!" Tegas Alya kesal.
"Nah Tu dia. Jungkook. Eh, kalau ngelihat wajah Abang yang tampan rupawan ini, pasti banyak yang beralih juga."
"Dih! Pede.!"
"Harus dong. Udah! kamu balik kamar sana.!" perintah Al.
Alya yang diberi kode bahwa akan di usir, reflek langsung melirik tugasnya "Ini gimana?" Tanya Alya dengan wajah memelas.
"Kamu bikinin Abang susu coklat dulu, baru Abang buatin."
"Adaaaaa aja bayarannya." Alya seketika mencibir kesal, namun gadis itu tetap beranjak dari duduknya dan berlalu menuju dapur.
Saat Alya kembali ke kamar Al, ia dibuat takjub dengan tugasnya yang sudah selesai.
"Uwaahh. Akhirnyaaa. Adek bisa tidur mimpiin Jungkook juga. Makasih abang. ini susu coklatnya, selamat menikmati."
Alya mengecup pipi Al dan beranjak pergi.
Al hanya geleng-geleng kepala.
Alya sampai di depan pintu kamar Al, "Abang.!" panggil Alya yang kembali membuat fokus Al hilang.
"Hmm?"
"Kalau Alya jadi abang, Alya akan usut tuntas kasusnya, sampai ke akar-akarnya. Jadi korban bulli itu menyakitkan. Hantamannya pada mental si korban. Bisa bikin depresi bahkan berujung kematian. Abang semangat dan hati-hati juga hadapi kasusnya."
Setelah mengucapkan itu, Alya langsung keluar dari kamar Al meninggalkan Al sendirian dengan banyak pikiran di kepalanya.
Ia menatap pintu yang tertutup itu cukup lama lalu tersenyum.
"Thank's dek.." ucapnya pelan.
*****
Buku lain oleh NightMare
Selebihnya