Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Sebenarnya Dia Mesum Ma!

Sebenarnya Dia Mesum Ma!

Biru Langit

5.0
Komentar
2.9K
Penayangan
49
Bab

Sejak kematian sang papa Lunar memilih untuk tinggal bersama mama dan papa tirinya. Disana Lunar bertemu Serafin. Tetangganya yang unik. Serafin tanpa ragu menyatakan cintanya pada Lunar. Bahkan laki-laki itu melamarnya tidak lama dari pernyataan cintanya.  Satu yang membuat Lunar kaget. Laki-laki itu tidak menampilkan image yang baik. Serafin langsung mengatakan jika dia adalah laki-laki sangean. "Gue itu baik, pengertian, setia dan bisa menerima kamu apa adanya. Hanya saja minusnya gue sangean." Itulah kata Serafin. Lunar juga mencurigai Serafin sebagai orang suruhan tantenya yang berusaha merebut harta warisannya. Sebenarnya apakah niat Serafin. Benarkah dia suruhan tante Lunar? Akankah Lunar terjatuh dalam jerat Serafin dengan segala tingkahnya yang unik dan mesum?

Bab 1 1. Dia Sangean

"Cinta tanpa nafsu itu omong kosong! Jangan dekat-dekat sama gue. Gue sang*an," katanya terus terang dan frontal. Baru kali ini aku bertemu dengan laki-laki yang begitu terus terang. Sedikit kaget, tapi sudut bibirku terangkat sedikit.

"Lo balik deh, otak gue traveling," katanya mengambil kotak makanan dari tanganku dan menutup pintu rumahnya. Aku sama sekali tidak diberi basa-basi untuk dipersilahkan masuk dan ditawari minum.

Aku kembali ke rumahku yang berada tepat di sebelah rumahnya. Sebelum meninggal rumahnya. Dari sudut mataku aku bisa melihat dia mengintip dibalik pintu.

Sungguh tidak disangka laki-laki yang sering dibanggakan dan dibandingkan mama denganku. Punya sisi yang unik seperti ini.

Keterus terangannya sungguh membuatku terkejut. Apalagi aku tidak terlalu mengenalnya secara pribadi. Hanya mendengar mama yang menggambarkan begitu sempurna.

"Gimana udah diantar?" tanya mama saat aku baru saja masuk dan menutup pintu rumah.

"Udah. Cuman Serafin aja yang ada di rumah kayaknya," kataku menjelaskan sebelum ditanya macam-macam.

"Gimana? Kamu lihat sendiri kan. Anak tetangga kita, udah ganteng, pinter, baik dan sopan lagi," kata mama bersemangat.

"Minusnya sang*an Ma," kataku dalam hati. Kalau ku utarakan bisa diceramahi habis-habisan.

"Iya terserah Mama aja lah," kataku lalu pergi ke kamar dilantai atas. Aku duduk di balkon kamarku dan pemandangannya menuju balkon kamar Serafin. Jendela kamarnya terbuka dan dia duduk di atas jendela. Sambil menikmati makanan yang kuberikan tadi.

Dia melambaikan padaku tanpa malu-malu. Melempar senyum manis dengan sudut bibir terdapat sisa pasta yang kuberikan.

Sungguh aneh kalau jauh seperti ini dia sering menggodaku. Kalau berhadapan dia sangat menjaga jarak. Tidak jarang dia langsung pergi kalau melihatku mendekat.

"Enak," katanya menunjukan tempat pasta yang sudah habis. Sungguh kejutan badan atletis itu menghabiskan satu tupperware berukuran besar sendirian.

"Sering-seringlah masakin gue ya," katanya lagi. Aku menunjukan jari tengah ku padanya. Kalau jauh dia bisa seperti ini. Kalau dekat dia menganggapku seperti kuman, harus dihindari.

Makan malam kali ini terasa lebih serius dari sebelumnya. Papa tiriku sedari tadi melirik ku terus menerus. Seakan ada hal penting yang dibicarakannya, tapi menahan diri.

"Kenapa?" tanyaku saat melihat mama gelisah. Aku memang tidak dekat dengan mama, aku tinggal dengan almarhum papa sejak kecil.

"Anu, Mama mau bilang. Papa aja lah, Mama takut salah," kata mama menyenggol lengan papa tiriku.

"Papa juga gak tau harus ngomong apa," kata papa tiriku melihat kearah mama dan saling saling menyenggol.

"Ngomong aja," kataku santai sambil terus menyuap nasi ke mulut.

"Itu, sebelumnya Om minta maaf. Om tau, om tidak berhak untuk hal ini. Serafin, melamar kamu pada Om," kata papa tiriku sambil mengambil segelas air dan meminumnya dengan susah payah. Seakan-akan di dalam air itu ada kandungan sianida.

"Mau gimana lagi, mau gak mau, Om yang jadi wali aku sekarang. Papa udah gak ada," kataku pelan. Papa anak tunggal tidak punya saudara kandung. Papa cuman punya satu satu saudara yang merupakan anak angkat. Masih hitungan saudara, karena dia adalah anak dari adik nenek yang perempuan.

Tetap saja tidak bisa menjadi waliku. Sekarang aku tinggal dengan mama dan om Rendi. Mau tidak mau om Rendilah yang menjadi waliku.

Hubungan kami masih terbilang canggung. Aku yang tiba-tiba masuk kedalam keluarga mereka. Tinggal dan menetap disini. Sebenarnya aku punya alasan, kenapa aku tinggal disini. Tanteku sedang memperebutkan harta peninggalan papa denganku.

Om Rendi menyarankan aku untuk tinggal disini. Sementara dia mengurus semuanya. Dia bilang harta peninggalan papa, adalah hakku. Tidak ada yang boleh menggusiknya, karena itu om Rendi menyiapkan pengacara terbaik di firma hukumnya untuk mempertahankan harta warisanku.

"Jadi, Om jawab apa pada Serafin?"

"Om belum jawab. Om serahkan keputusan ditangan kamu."

"Menurut Om dia laki-laki yang seperti apa. Seperti kata Om, aku butuh laki-laki yang bisa melindungi aku."

Om Rendi menatapku serius, dia menggeser gelas yang tepat di depannya ke sampingnya. Mama hanya diam sambil memandang kami bergantian.

"Om tidak ingin kamu menikah karena ini. Om akan berusaha mempertahankan apa yang menjadi hak kamu. Kamu tidak perlu mengorbankan kebahagiaan kamu untuk ini."

"Lunar tau, Om akan berusaha, tapi papa menulis surat wasiat yang akan menyulitkan kita semua. Sebelum Lunar menikah Tante Wendalah yang menjaga dan mengatur harta warisan papa. Walaupun kita menang di pengadilan mereka masih punya kartu as untuk mengambil dan menikmati harta papa," kataku serius. Om Rendi mengusap wajahnya frustasi.

Papa sepertinya kurang hati-hati pada tante Wenda. Dia bukan orang yang baik. Buktinya dia menuntut ke pengadilan atas pembagian harta warisan papa. Padahal sudah jelas kalau dia tidak punya hak untuk itu.

"Tante Wenda sangat licik dan kejam. Aku harus berlindung disini agar terhindar dari rencana liciknya"

"Apa tidak sebaiknya berikan saja sebagian harta peninggalan Haris untuk mereka," kata mama.

"Memberikan harta warisan bukan hal yang benar. Hal itu bisa membuat mereka menjadi lebih serakah dan membuat mereka punya kemampuan untuk menyakiti Lunar," kata om Rendi menolak usul mama.

"Jadi menurut om, bagaimana Serafin?"

"Seperti yang kamu lihat dia punya semua hal yang kita butuhkan. Cerdas dan punya dukungan keluarga. Hanya saja Om tidak yakin dengan karakter aslinya."

Pekerjaan Om Rendi yang sebagai pengacara membuatnya lebih waspada. Dia melihat orang dari berbagai sisi. Tidak hanya dari yang ditunjukkan oleh orang itu saja.

"Om tidak bisa menebak karakter aslinya. Walaupun dengan pengalaman yang sudah Om dapatkan selama ini."

Aku juga kesulitan menebak karakter Serafin. Dia begitu lihai memainkan peran. Aku juga tidak tahu apakah pernyataan cinta yang diungkapkannya adalah kesungguhan atau ada udang dibalik batu.

Disaat seperti ini kami memang harus lebih berhati-hati. Apalagi Tante Wenda menjadi lebih agresif akhir-akhir ini. Aku sampai tidak bisa keluar dengan bebas lagi.

"Om akan memikirkan langkah kedepannya. Kamu jangan terlalu khawatir dan mengambil keputusan secara buru-buru. Apalagi kamu dan Serafin juga baru saling mengenal," kata om Rendi.

Setelah selesai makan malam aku kembali ke kamarku. Makan malam dengan keluarga hal yang baru untukku. Dulu almarhum papa lebih sering meninggalkan aku untuk pekerjaan. Sementara om Rendi selalu mewajibkan untuk makan malam bersama kalau dia tidak berada di luar kota.

Keluarga ini jauh lebih hangat. Hanya saja kurang kehadiran seorang anak. Aku tau dari binar mata om Rendi saat melihatku di meja makan. Dia selalu bahagia dan tersenyum hanya saja masih canggung.

Nanti sebagai hadiah aku akan memanggilnya papa. Panggilan itu cocok untuknya yang memiliki perilaku hangat dan peduli keluarga. Hanya saja tuhan tidak menakdirkannya untuk memiliki seorang anak.

Dari jendela kamarku muncul pesawat kertas yang secara perlahan mendekat dan mendarat di ranjangku. Aku melihat ke arah datangnya pesawat kertas. Rumah sebelah, tepatnya kamar Serafin. Lampu kamarnya masih menyala dan dia duduk di balkon dengan memegang gitar.

Seperti dia hanya berniat memegang saja, tanpa berniat memainkan. Aku berdiri didepan pintu yang menguntungkan ke balkon dan tersenyum mengejek padanya. Dia menaikan sebelah alisnya dan melirik ke arah dadaku lalu menyeringai.

Aku lalu kembali dan menutup pintu balkon. Saat kulihat pesawat kertas yang dilemparkan Serafin padaku. Ternyata didalamnya ada tulisan.

Aku membuka lipatan pesawat kertas yang dibuatnya dengan hati-hati. Lalu membaca tulisan indah disana.

Aku benar-benar jatuh cinta padamu. Aku ini sebenarnya laki-laki baik, pengertian dan bisa menerima kamu apa adanya. Minusnya hanya sang*an doang. Jadi terimalah lamaranku 😊

Inilah tetangga yang selalu dibanggakan oleh mama. Haruskah aku memperlihatkan ini pada mama. Agar dia berhenti membanggakan laki-laki itu?

Walau bagaimanapun dia mencurigakan kan?

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku
Sebenarnya Dia Mesum Ma!
1

Bab 1 1. Dia Sangean

19/12/2021

2

Bab 2 2. Tetangga Sebelah Pamer Roti Sobek

19/12/2021

3

Bab 3 3. Pencuri Bantal Dan Guling

19/12/2021

4

Bab 4 4. Bukan Orang Yang Mencurigakan

19/12/2021

5

Bab 5 5. Kucing Elit

19/12/2021

6

Bab 6 6. Hadiah Kecil

19/12/2021

7

Bab 7 7. Tidak Terhitung

19/12/2021

8

Bab 8 8. Senyum Pepsodent

19/12/2021

9

Bab 9 9. Kecelakan

19/12/2021

10

Bab 10 10. Serafin

19/12/2021

11

Bab 11 11. Tolong Jangan Patahkan Hatiku

22/12/2021

12

Bab 12 12. Dibawah Guyuran Hujan

22/12/2021

13

Bab 13 13. Harta Warisan

22/12/2021

14

Bab 14 14. Kembang Api

23/12/2021

15

Bab 15 15. Kandang Singa

23/12/2021

16

Bab 16 16. Jebakan

23/12/2021

17

Bab 17 17. Tidak Sendirian

23/12/2021

18

Bab 18 18. Es Krim Dan Pantai

23/12/2021

19

Bab 19 19. Serafin Memang Menyebalkan

23/12/2021

20

Bab 20 20. Menjenguk Anak-anak Yang Keracunan

23/12/2021

21

Bab 21 21. AKU Selalu Melindungimu.

23/12/2021

22

Bab 22 22. Darah Serafin

27/12/2021

23

Bab 23 23. Saingan Cinta

27/12/2021

24

Bab 24 24. Dalang Penusukan

27/12/2021

25

Bab 25 25. Tamu yang Dibenci Serafin

27/12/2021

26

Bab 26 26. Orang Tua Serafin

28/12/2021

27

Bab 27 27. Barbeque

28/12/2021

28

Bab 28 28. Pesan Ancaman

28/12/2021

29

Bab 29 29. Mimpi Buruk

28/12/2021

30

Bab 30 30. Tidur Bersama Serafin

28/12/2021

31

Bab 31 31. Paket

29/12/2021

32

Bab 32 32. Jangan Ada Rahasia Diantara Kita

29/12/2021

33

Bab 33 33. Melawan Rasa Takut

30/12/2021

34

Bab 34 34. Memulai Aksi Jebakan

30/12/2021

35

Bab 35 35. Pernyataan Suka Naral

01/01/2022

36

Bab 36 36. Peneror Itu

02/01/2022

37

Bab 37 37. Tidak Tertangkap

03/01/2022

38

Bab 38 Rahasia Apa

06/02/2022

39

Bab 39 39. Mengunjungi Makam Papa

14/02/2022

40

Bab 40 40. Hubungan Lebih

15/02/2022