Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Sahabat Bad Boy VS Dosen Moody

Sahabat Bad Boy VS Dosen Moody

Sue shine

5.0
Komentar
1.5K
Penayangan
36
Bab

Kisah percintaan para mahasiswa di sebuah kampus swasta kawasan pinggiran kota Jakarta. Menyisakan trauma pada Susan, seorang gadis berusia 20 tahun yang tiba-tiba harus mengalami pelecehan. Akibat satu kesalahan fatal karena unsur dijebak, kini sang gadis harus berjuang untuk cintanya dengan memilih sahabat, mantan, atau sang dosen, sebagai suami pilihan masa depannya

Bab 1 Kejutan

"Kamu selingkuh!!" tuduh Susan.

Gadis mahasiswi tingkat tiga itu terpancing emosi melihat sikap dingin kekasihnya yang belum lama dia kenal. Baru saja mobil terparkir di halaman, tapi dia tidak sanggup lagi menahan berhari-hari pikirannya tentang pria bule yang masih menjadi tetangga sebelah rumahnya itu.

Eli memicingkan matanya, menggelengkan kepala tidak percaya dengan tuduhan tak beralasan. "Hah? Dapat pikiran dari mana?!"

"Kamu mau main-main aja, kan ... sama aku? Jadi ini alasannya kamu ngajak pacaran padahal kita baru kenal. Ya, kan?! Dasar bule!" tukas Susan.

"What?! Kamu pikir aku cuma main-main?" Eli melepas seatbelt-nya dengan cepat dan mencondongkan tubuhnya untuk meraih wajah gadis itu dan langsung menciumnya tanpa ampun.

Rasa gemetar bercampur dan lutut lemas, hanya itu yang bisa digambarkan oleh Susan saat ini. Sentuhan di bibirnya membekukan tubuhnya, bagai digerilya tanpa perlawanan. Wajah gadis itu memerah dengan kedua tangan yang mencengkeram kuat sisi kiri dan kanan kursinya, terhimpit tubuh pria di depannya.

"Gimana aku bisa gerak kalau seatbelt masih terpasang begini. Duh, gimana ini!" batin gadis itu.

Eli menghentikan aksinya, dan memundurkan wajahnya yang hanya berjarak beberapa senti. Bahkan saking dekatnya, Susan bisa melihat detail bulu mata Eli yg lentik bergerak turun ke bawah saat sesekali masih memandangi bibirnya

"Selingkuh? Aku main-main?" Eli tersenyum masih memandangi lalu menyentuh pipi kekasihnya yang terasa panas.

Susan menjawab dengan gelengan kepala, dengan mata yang masih mendelik nyaris tidak berkedip, saking terkejutnya.

"Bule, hah?" Eli menyungging senyum kecil. "Aku bukan tipe suka cium semua perempuan. Hati-hati kalau bicara ...," ucap Eli santai.

Pria itu bukan saja malas menjelaskan, ditambah kurang fasih bahasa indonesia cukup menghambat komunikasi. Apalagi sangat sulit baginya merangkai kata-kata bantahan pada gadis yang sedang emosi.

"Ti-tidak," jawab Susan gugup. "Uggh!" Gadis itu baru mampu mendorong sekuat tenaga tubuh Eli, hingga pria itu terdorong ke dashboard mobil.

Eli mengatur napasnya sambil tertawa. "Hahaha, good girl!" Dia mencuil ujung hidung Susan. Pria itu sadar kalau kekasihnya ini kelihatan belum pengalaman atau kah dia yang terlalu mendadak mencium tanpa permisi.

"Itu aja jawabannya?? Abis menyerang mendadak bikin dosa sama orang bukannya minta maaf!" gumam Susan dalam hati.

Kemudian memundurkan tubuhnya, duduk di posisi semula. Menyandarkan kepala dan menghela napasnya. "Anyway, maaf buat kamu kaget. Aku tau kayaknya kamu tidak suka." Eli menunduk dengan nada sesal.

Bagi Susan bukan itu alasannya dia tidak membalas, bagaimana cara mencium saja dia tidak tahu. Kecuali membalas pesan atau balas pukul. Seumur hidupnya segala alat makan dan minum saja dia tidak suka bercampur dengan orang lain.

Namun, tidak seburuk yang dia kira, ternyata gumpalan daging lembut yang menempel di bibir tadi membuat semua aliran darahnya terasa naik ke kepala.

"B-bukan. Aku itu ... belum pernah." Susan menunduk malu, menjawab terbata-bata.

"Kiss? Serious??" tanya Eli tidak percaya.

Bagaimana tahu rasanya dicium. Terakhir seseorang mencium tangan gadis itu saja, dia menampar sang pria hingga kini tenggelam tidak ada kabarnya. Takut atau bisa menghilang karena marah.

"A-aku ... masuk dulu!" Dengan cepat Susan membuka seatbelt, mengambil tas dan keluar dari mobil meninggalkan Eli.

Eli masih berada di dalam mobil memperhatikan sambil tertawa kecil, Susan berjalan cepat masuk ke dalam rumah.

"Unbelievable," gumam Eli.

Sementara itu, Susan kini tengah memperhatikan ponselnya--foto profil Eli, yang ingin sekali dia tanyakan. Perubahan sikap Eli dan seringnya dia memergoki mobil sang kekasih pergi larut malam, apakah Eli diam-diam sering pergi ke Club? Apakah dia pria yang suka bersenang-senang dengan dunia malam ...

****

Malam itu seperti biasa Eli mempersiapkan DJ Console miliknya untuk berangkat ke kelab malam, merasa bersalah setiap kali kakinya melangkah meninggalkan rumah tanpa memberitahu Susan.

Eli berdiam diri sesaat sebelum menyalakan mesin mobil, tangannya berpangku di atas kemudi memegang ponsel, meyakinkan hatinya yang ingin berkata jujur. Namun, lagi-lagi Eli mengurungkan niatnya. Dia memutuskan menekan power off, menggagalkan niatnya untuk menghubungi Kekasihnya itu.

Entah kenapa perasaan Eli sangat tidak nyaman malam ini, tapi Eli mencoba mengesampingkan perasaannya demi mempertahankan pekerjaan dan karirnya saat ini.

Perjalanan malam ini terasa senyap, mungkin kota Jakarta sedang beristirahat dari keramaian.

Memasuki lahan parkir saat itu, menunjukan ID card pada beberapa penjaga untuk masuk melalui pintu samping kelab 'C', Eli memasuki ruangan khusus dan mempersiapkan peralatan bawaannya.

Malam ini dia tampil pukul satu dini hari. Di saat sebelumnya dia harus berkolaborasi dengan salah satu DJ lokal. Eli cukup punya nama di beberapa kelab negara asalnya, hanya saja dia bukan seorang artis dan kini dia berada di Jakarta sebagai DJ tamu yang diundang beberapa kelab besar di Jakarta ataupun luar kota.

Diiringi dentuman musik yang cukup memekakkan telinga. Eli tampil ke atas dibarengi riuhnya pengunjung yang menunggu penampilannya malam itu. Eli membawakan beberapa musik disko 80-an dan setaranya, memanjakan telinga penikmat musik usia dewasa muda ketimbang ABG usia 20-an. Dalam hal ini selera musiknya memang berbeda.

Seorang pemuda duduk diantara beberapa sahabatnya sedang menikmati minuman ber-alkohol, sedang asik sendiri dengan gelas minuman yang digenggamnya. Samar-samar dia memperjelas pandangannya dari arah sofa berjajar yang membentuk setengah lingkaran, sambil menenggak langsung minuman jernih berwarna keemasan dalam gelas yang super mini.

"Show time! Got you!" Pria itu mengarahkan telunjuk jarinya yang membentuk pistol ke arah Eli dari kejauhan.

"Kenapa, Dic?" ucap salah seorang teman pria itu.

"Hahaha, ternyata ini yang dibilang pria baik. Suka main di kelab malam rupanya. Coba sini ponselmu!" ucap Dicky, merampas ponsel yang sedang digenggam temannya.

"Buat apa??"

"Kita buat Viral, nih. Kado spesial buat cewek yang sedang tergila-gila," ucap Dicky menyeringai licik.

Dicky berjalan mendekat ke kerumunan pengunjung yang tengah menikmati musik. Dia berhasil mendekat dengan jarak yang jelas, tepat di posisi menyorot ke wajah si DJ tersebut. Eli menganggap biasa, karena seringkali orang merekam permainan musiknya. Hanya saja siapa pria yang tengah merekamnya kini, belum sempat dia sadari.

"Hello, Dwarf!" panggil Dicky dengan suara keras agar bisa mengalahkan suara dentuman musik di sana. Eli yang masih fokus nyaris mengabaikan suara itu. "Main musik yang bagus, ya. Biar nanti rekamanmu kukirim ke Susan!!" Dicky mencoba memancing situasi dengan jarak yang hanya beberapa meter.

Sontak Eli yang mendengar pria itu menyebut nama Susan, menoleh. Itu ternyata Dicky yang sedang asik merekam video aktivitas Eli saat itu. Eli menepuk rekannya memberi kode untuk melanjutkan, dan turun ke pelataran pengunjung menghampiri Dicky.

"Give me that! Don't you dare ...!" Eli turun dari panggung dan menghampiri, mengancam dengan mengacungkan telunjuknya ke arah Dicky.

"Mau? Ayo ambil, sini. Kalau sampe, ya!" ejek Dicky.

Dicky melayangkan ponsel itu tinggi-tinggi agar bisa mempermalukan lawan yang terlihat bodoh kala sulit meraihnya. Nyatanya di luar ekspektasi, Eli memutar tubuhnya lalu menendang lurus ke atas mengenai lengan Dicky hingga ponsel itu terpental jauh.

Seketika gagal dengan aksinya, Dicky melayangkan kepalan tangannya mengenai bagian rahang dan perkelahian pun tak terelakkan. Terdengar pekikan beberapa pengunjung wanita berada tidak jauh dari situ, menyaksikan momen yang menyenangkan berubah menjadi arena baku hantam. Namun, Show must Go on.

Sebagian orang memandangnya adalah hal lumrah terjadi di sebuah kelab malam, beberapa penjaga bertubuh kekar mendatangi lokasi dan melerai perkelahian itu. Dicky diseret keluar area kelab oleh petugas keamanan itu karena telah membuat onar.

Eli mengusap darah di sudut bibirnya dengan handuk kecil yang dibawakan tim, sambil duduk di belakang stage. Dia meneguk air mineral botol yang digenggamnya, mengurai nyeri pukulan di rahang hingga pelipisnya.

"You okay, atau mau berhenti dulu malam ini, El?" tanya tim keamanan.

"No. Okay, i'm fine. One last Gigs," Eli menjelaskan dia masih mampu melanjutkan satu kali lagi penampilan.

Tepat sekali yang dirasakan Eli sesaat sebelum pergi. Sejak awal pria itu merasa ada yang aneh dan mengganjal. Akan tetapi, Eli merasa sudah menggagalkan Dicky memposting dan mengirimkan rekaman dirinya yang tampil di kelab kepada Susan.

Tidak diketahui di mana keberadaan ponsel itu dan bagaimana kondisinya.

Sayangnya jaman memang sudah berbeda, rekaman perkelahian mereka tidak serta merta lolos dari netizen yang sibuk demi eksistensi dan popularitas mereka di sosial media.

"VIRAL PERKELAHIAN DI KLUB "C" MELIBATKAN DJ PENDATANG DARI US, DJ ELI."

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku