Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
“Aku melihat suami kamu di bar sama perempuan.”
Suara serupa desisan itu membuat Nayna terpaku, tangannya yang sedang melipat pakaian membeku. Jantungnya mulai berdebar lebih cepat. Telepon dari Vina, sahabatnya membuat aliran darah Nayna berdesir hebat.
“Wah gila! Mereka sampai cipok-cipokan! Pangku-pangkuan dan mesra-mesraan di depan meja bartender. KURANG AJAR SI BAGUS! CEPETAN KE SINI, NAY!!”
Suara kemarahan Vina dilaterbelakangi dengan dentum musik dan suara hilir mudik orang-orang yang sedang meneriakkan betapa serunya suasana bar itu.
Kaki Nayna gemetar tak tertahankan. Dadanya seolah tertusuk sesuatu sampai terasa sesak dan begitu perih. Kabar itu begitu mengejutkan seperti disambar petir di siang bolong.
Kepala Nayna pusing. Perutnya tergulung-gulung dan ia ingin muntah sekarang juga. Ia berharap Vina cuma salah lihat atau sedang iseng mengerjainya.
Sebab baru satu jam yang lalu Mas Bagus, suaminya meminta izin untuk menghadiri acara perjamuan teman kantornya yang katanya baru pindah rumah. Acara makan kecil-kecilan yang cuma dihadiri oleh rekan-rekan sekantor.
Lalu bagaimana bisa dia berada di bar dengan perempuan lain?
Vina pasti salah lihat! Mungkin Vina sedang mabuk dan seenaknya melihat pria lain sebagai Mas Bagus.
Nayna mati-matian menyangkal, tapi air matanya malah luruh menuruni pipinya tanpa ia sangka-sangka. Ia tak perlu datang ke bar yang disebutkan Vina, ia tak ingin ke sana.
Namun, kakinya bergerak begitu saja. Dengan daster lusuh dan sandal jepit kotor yang sudah hampir putus, perempuan berumur 25 tahun itu keluar rumah dan meninggalkan tumpukan pakaiannya yang mesti diseterika dan dilipat.
Ia segera berhambur ke pangkalan ojek dan memanggil dengan terburu-buru. Wajahnya masih dipenuhi air mata dan sepanjang perjalanan dadanya begitu sakit sampai ia kesulitan bernapas.
‘Kumohon … semoga itu bukan kamu, Mas.’
Meski begitu, firasatnya mengatakan hal yang sebaliknya. Meski ia tak pernah menemukan tanda-tanda perselingkuhan Mas Bagus, tapi setitik keraguan melekat erat di hatinya.
Sang pengendara ojek melirik sesekali lewat kaca spion, ingin bertanya namun sungkan. Suasana hati Nayna, istri Bagus ini tampaknya sedang tidak baik.
“Di sini tempatnya?” tanya Bang Jali ketika alamat yang diberikan Nayna ternyata adalah sebuah bar modern yang biasanya hanya dikunjungi oleh kalangan kelas elit.
Nayna tak menjawab. Ia turun tanpa suara dan mengulurkan selembar uang sepuluh ribu dan lima ribu. Bang Jali menerima dengan canggung. Mau apa si kembang desa ini ke bar sambil menangis pilu begitu?
Bang Jali tentulah sangat penasaran. Dengan daster yang warnanya sudah luntur dan muka kusut yang masih terlihat cantik itu, tentu Nayna tidak datang untuk berjoget-joget dan mabok.
Sebelum menikah dengan Bagus lima tahun yang lalu, Nayna adalah kembang desa yang diincar oleh para pemuda maupun tua-tua keladi. Kulitnya putih bening, mulus dan badannya ramping tapi tidak kurus-kurus amat.
Namun, setelah menikah dengan Bagus, dia menjadi sangat kusam dan lusuh. Pakaian sehari-harinya cuma daster pudar yang diberikan oleh mertuanya. Tak pernah lagi ia memakai baju-baju cantik dan senada yang dulu sering dipakainya.
Katanya, semua bajunya sudah dijual untuk mencukupi kebutuhan sehari-sehari bersama suaminya, padahal dia punya warisan dari ayahnya yang meninggal tiga tahun yang lalu, tapi penampilannya masih begitu-begitu saja.
Wajahnya yang dulu cerah dan dipolesi riasan kini terlihat kusam dengan bintik-bintik hitam bekas jerawat. Berminyak dan seperti tidak dicuci selama berhari-hari.