Sepertinya, predikat pekerja paling kurang ajar jatuh pada Alea Anderson. Lagipula, bawahan jenis apa yang berani menampar bosnya di hari pertama bekerja?! Antares Zelardo selaku korban penamparan, tentu saja tidak tinggal diam. CEO arogan yang sudah Alea cap 'iblis' tersebut, punya banyak cara untuk membalas dendam atas tamparan 'manis' yang diterimanya. Sial, dengan bodohnya Ares malah jatuh pada pesona Alea. Namun, ketika menyadari alasan perempuan itu berada di dekatnya, perasaan cintanya bercampur banyak kecewa dan amarah. Alea dan Ares ... diam-diam mulai berlomba saling menghancurkan.
"Sedang menguji kesabaranku, heh?"
Pria dengan setelan jas hitam tersebut, tersenyum miring. Berbanding terbalik dengan wajah dingin dengan rahang mengetatnya yang seolah siap membunuh seseorang. Jangan lupakan manik mata berwarna biru jernihnya yang selama ini berhasil memikat begitu banyak kaum hawa. Sialnya, kali ini netra tersebut menyorot kelewat tajam---seolah bakal berhasil melubangi tubuh siapa saja yang mampu ditatapnya.
Beberapa detik sebelumnya, dia menerima pesan dari sang Papa. Katanya dia harus menemani Evelyn---sepupunya, entah untuk urusan apalagi. Jika sampai menolak, bisa dipastikan pria tua yang 'bucin' berat pada istrinya tersebut akan mengacaukan harinya lebih banyak lagi.
"Tuan, sekretaris barunya sudah sampai." Arnold----Private Assistant-nya memberitahu.
Ares menoleh. Pria jangkung itu membuang napas sejenak sebelum kemudian mengangguk singkat.
"Suruh dia masuk! Kuharap kau mendapatkan orang yang tepat," perintah Ares datar. Manik biru jernihnya menyorot dingin dan penuh peringatan. Seolah jika Arnold melakukan satu kesalahan kecil saja, ia akan habis termakan.
"Saya jamin kinerjanya baik, Tuan. Dia lulusan Harvard dengan IP tertinggi di angkatannya. Dia juga punya pengalaman menjadi sekretaris di Anderson Group selama beberapa tahun terakhir," jelas Arnold begitu yakin.
Ares mengusap-usap dagunya sejenak. Terlihat berpikir. "Lalu ... kenapa dia berhenti? Apa dia dipecat karena melakukan kesalahan?" tanya pria bermanik biru jernih itu curiga.
"Sama sekali tidak, Tuan. Justru, Nona Alea adalah putri dari Nyonya Alexa Anderson. Katanya dia ingin bekerja di tempat lain dan berkembang dengan usahanya sendiri, bukan campur tangan Mamanya."
Well ... menarik.
Itu adalah satu kata yang terlintas di kepala Ares. Dia sendiri tahu seberapa besar Anderson Group. Meski perusahaan yang bergerak di bidang tekstil dan petrokimia itu berada di bawah Desmon Group---perusahaan yang saat ini dipimpinnya, tetap saja perusahaan yang dipimpin oleh Alexa Anderson tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata.
"Cepat suruh dia menemuiku! Setelah itu kau keluar saja, siapkan mobil. Sebentar lagi aku akan keluar," titah Ares yang dipatuhi Arnold dengan cepat.
"Tuan akan pergi merayakan ulang tahun Nyonya Azura?" tanya Arnold hati-hati sebelum berbalik pergi.
Tidak butuh waktu lama untuk mendapati mata elang pria itu menyorotnya tajam.
"Berhenti menyebut nama perempuan itu! Kepalamu masih berfungsi dengan baik sehingga mampu mengingat setiap laranganku, kan?"
Arnold tahu kalimat bernada rendah itu berarti ancaman. Maka dengan cepat pria itu segera keluar dan mempersilakan sekretaris baru yang masih menunggu di luar untuk memasuki ruangan sang atasan.
"Nona Alea, silakan masuk! Tuan Ares sudah menunggu di dalam," titah Arnold sopan yang diangguki perempuan berambut cokelat bercampur pirang itu cepat.
Derap langkah tenang dengan suara heels yang membentur lantai keramik ruangan, membuat Ares mengalihkan pandangan dari berkas di tangan ke kaki jenjang dan mulus di depannya. Begitu menemukan heels biru muda sejenis sepatu kaca yang berkilauan, Ares tersenyum sinis.
Biru muda. Warna kesukaan Mamanya. Oh, atau mungkin ... Mama Dareen?
"Selamat siang, Sir. Saya Alea Anderson."
Suara pertama yang keluar dari mulut sekretaris barunya, membuat Ares segera mendongakkan pandangan. Matanya mengintimidasi setiap bagian tubuh Alea membuat perempuan yang terbiasa tampil percaya diri itu sedikit gugup.
Rambut cokelat kepirang-pirangan. Poni rata yang menutup sebagian besar kening. Kulit putih bersih dengan rona merah di pipi yang Ares yakini tanpa polesan make up. Dan ... manik mata berwarna biru.
"Kau suka biru?" tanya Ares tiba-tiba.
Alea tidak tahu untuk apa Bosnya bertanya demikian. Tapi, yang ia tahu sekarang adalah menganggukkan kepala sebagai jawaban.
Melihat anggukan santai Alea, Ares semakin menyeringai. Pria itu bangkit berdiri kemudian duduk lagi di sofa sudut ruangan dengan meja rendah di depannya.
Alea kontan berbalik dan berdiri menghadap pria itu kembali. Tanpa gentar. Lagipula, tidak ada alasan untuk merasa gugup dan takut untuk hal sekecil ini.
Sejak kecil, Mamanya sudah mengajarkannya untuk menjadi pemberani. Perempuan tidak ditakdirkan untuk bergantung pada seorang lelaki. Jadi, dunia kerja dan segala bentuk orang baru sudah bukan hal yang menyulitkan Alea untuk beradaptasi.
Alea dan Alfa---kakak kembarnya, memang dibentuk Alexa untuk jadi sesempurna ini.
"Jadi, Alea Anderson? Itu namamu?" tanya Ares memastikan sambil menaikkan kaki ke atas meja kaca rendah di depannya.
Matanya memandang tubuh Alea dari atas hingga bawah dengan tatapan meremehkan. Tapi, bukan Alea Anderson namanya jika tidak berani balas menatap tak kalah menantang.
"Yes, Sir."
"Okey, Alea Anderson. Mulai hari ini ... kau dipecat."
Apa tadi?
Alea bahkan belum mampu mencerna kalimat pria jangkung itu. Ares yang tidak tampak terpengaruh dengan wajah terperangah perempuan itu, memilih bangkit berdiri.
"W-wait! Saya belum melakukan kesalahan apapun bahkan belum bekerja sama sekali. Bagaimana bisa saya dipecat?" tanya Alea mencoba tenang.
Ares tersenyum lagi dengan cara menjengkelkan yang sialnya terlihat begitu tampan. Kutuk saja kepala Alea yang bisa-bisanya memuji ketampanan makhluk kurang ajar di depannya!
"Memangnya kenapa? I am your boss. Jika aku ingin memecatmu, pasti akan kulakukan."
Alea mengerjap terkejut dengan sahutan santai pria dengan warna mata sama sepertinya tersebut.
"You can't do this, Sir! Saya melewati banyak seleksi dan interview untuk sampai di titik ini," sanggah Alea dengan tatapan tajam yang seolah hendak menguliti Ares.
"I can. Dan sekarang aku sudah memecatmu. Sana keluarlah! Wajahmu merusak pemandangan ruanganku," titah Ares bossy sambil memasukkan tangan ke dalam saku.
Tanpa diduga, Alea justru berjalan mendekati Ares dan naik ke atas meja kaca rendah di depannya. Dengan santai, perempuan yang tampak cantik dengan balutan blazer abu itu bahkan menampar pipi sang atasan keras.
PLAK ....
Ares mendelik tajam begitu merasakan perih di pipi kirinya. Belum sempat melayangkan protes, telunjuk Alea sudah lebih dulu mendorong dadanya membuat pria itu jatuh terduduk kembali di sofa.
"Tidak heran Mama mengatakan keluarga Zelardo itu menjijikkan. Putra tunggalnya saja jelmaan iblis."
Kalimat sarkas itu berakhir dengan Alea yang melompat turun dari meja kaca kemudian hilang di balik pintu ruangan. Ares yang masih terkejut dengan sikap lancang perempuan itu, memandangi pintu yang terbanting keras dengan terperangah.
Seorang perempuan? Menamparnya? Yang benar saja!
"Tuan, kenapa Nona Alea terlihat marah dan langsung pergi?" tanya Arnold yang entah sejak kapan sudah berjalan masuk dan berdiri di hadapannya.
Begitu melihat jejak tamparan di pipi Bosnya, pria itu membulatkan mulut sejenak sebelum kemudian kembali menunduk hormat. Ingin bertanya lebih banyak tapi wajah sangar pria itu seolah siap mencekik siapa saja di depannya.
"Carikan aku sekretaris lain!" titah Ares tegas begitu berhasil mengumpulkan kepingan kesadarannya yang berceceran bersamaan dengan tamparan di pipinya tadi.
"Tapi, Tuan---"
Terpotong.
"Carikan juga toko kue yang paling dekat dari kantor, sekarang." Ares kembali menitah tanpa bantahan.
Arnold mendongkak kemudian mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Setelah beberapa saat mengutak-atiknya, pria itu menyodorkan pada Ares.
"Ini, Tuan. Anderson Cake. Tempatnya kurang dari 1 km dari kantor. Kemarin saya membelikan adik saya kue ulang tahun di sana juga." Arnold menjelaskan semangat.
Ares menyabet ponsel di tangan Arnold kemudian memperhatikan foto toko kue di sana.
"Anderson Cake?" tanya pria jangkung itu begitu menyadari sesuatu.
"Iya, Tuan. Itu toko Nona Alea."
Mendengar nama perempuan itu disebut, Ares kembali tersenyum lebar. Atau mungkin ... lebih terlihat ke senyum menyeramkan?
"Siapkan mobil! Aku akan pergi ke sana," jawab Ares dengan nada paling riang yang pernah Arnold dengar.
Tentu saja arti kata 'riang' bagi seorang Antares Zelardo bukan seperti yang orang lain pikirkan. Riang milik Ares, sama dengan alarm pertanda bahaya bagi Arnold yang sudah mengenal jelas watak sang atasan.
"Tuan ingin membeli kue ulang tahun untuk Nyonya Azura?" tanya Arnold begitu teringat hari ini adalah ulang tahun perempuan itu.
Seketika, wajah Ares berubah murka. "Tentu saja tidak!" bantah pria itu tajam.
"Hanya ingin mengenal sekretaris baruku lebih banyak," jawab Ares lagi, dengan alis terangkat satu.
Seketika, Arnold teringat pada bekas tamparan di pipi Ares dan wajah murka Alea. Pasti telah terjadi sesuatu di antara keduanya. Dan sekretaris baru itu pasti sudah membuat Ares murka juga.
Perempuan itu dalam bahaya!
"Cepat siapkan mobilnya, Arnold! Aku tidak sabar menemui perempuan 'manis' itu," titah Ares sambil menekan kata 'manis' di dalam kalimatnya.
***
Bab 1 I am Your Boss
08/12/2024
Buku lain oleh Writer Gaje
Selebihnya