Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
20
Penayangan
1
Bab

Pinat berpacaran dengan dua pria hot sekaligus, yang keduanya adalah seorang hyper. Salah satunya adalah seorang fotografer dan yang satunya lagi adalah seorang dokter. Pinat menyembunyikan kenyataan bahwa ia memiliki dua pacar. Namun apa jadinya jika kedua pacarnya itu di pertemukan dalam sebuah bisnis yang juga melibatkan Pinat? Harus bersikap bagaimana kah Pinat?

Bab 1 1: Pertemuan

"Sekali lagi babe, ini foto terakhir." Kalindra berteriak pada kekasihnya yang tengah berpose, memberi aba-aba agar mengganti posenya.

Cekrek!

"Well done babe, kerja bagus hari ini."

Pinat membalas ucapan Kalindra dengan anggukan, tubuhnya tidak bisa di ajak berkompromi untuk sekedar membalas pelukan dari kekasihnya sekaligus fotografernya. "You too babe, aku pulang duluan ya. Hari ini lumayan menguras tenaga."

Kalindra berhenti mengendus-endus leher kekasihnya, ia mendongakkan kepalanya menatap ke netra Pinat yang tampak redup, belum lagi kantong matanya yang kian membengkak sudah cukup menggambarkan betapa lelahnya wanitanya.

"Aku antar ya?" Kalindra sudah melepas kekasih keduanya-kameranya- dari lehernya, bersiap-siap untuk mengantar kekasihnya pulang ke apartemennya.

Pinat menggeleng, "Big no! Aku bisa pulang sendiri, lagi pula kamu masih ada satu sesi bareng Bianca 'kan habis ini?"

Kalindra mengangguk lesu, laki-laki dengan surai keperakan itu menatap memohon kepada wanita yang sangat penting baginya. "Tapi babe--"

"No, baby," dengan memaksakan diri Pinat mengangkat tangannya untuk mengelus pipi kemerahan bayi besarnya. "Aku juga butuh untuk istirahat, satu sesimu bareng Bianca sudah cukup untuk memulihkan tenagaku untuk beberapa ronde."

Sedikit berbinar, Kalindra menatap Pinat dengan puppy eyes. "U promise?"

Pinat mengangguk, menarik bibirnya untuk membentuk bulan sabit. "Yeah, I promise babe," bisiknya sensual tidak lupa untuk memberi gigitan di telinga Kalindra yang sudah semerah tomat.

Kalindra menarik tengkuk Pinat, menempelkan bibirnya dengan bibir penuh dan kenyal kekasihnya. Kalindra meraup kasar, sesekali mengigit bibir bawah Pinat untuk mencari celah.

"Ah,"

Dengan gesit Kalindra memasukkan lidahnya kedalam mulut Pinat, saling beradu, saling berbagi kehangatan. Bertukar saliva dan mengabsen satu persatu gigi Pinat. Sementara tangannya mulai naik meraba-raba pinggang Pinat.

Pinat yang tersadar segera mendorong dada Kalindra, ia membalas tatapan tajam Kalindra dengan mengusap bibir basah Kalindra. "Tahan babe, aku benar-benar butuh istirahat."

Nafas Kalindra terengah, sementara matanya penuh akan kilatan nafsu. 'Tahan atau tidak sama sekali Kal, Pinat butuh istirahat setidaknya untuk beberapa menit.'

Dengan terpaksa Kalindra mengangguk, "See U at the 6PM."

"See U baby boy."

****

Pinat menarik nafas lega, selain sudah beberapa minggu dengan jam tidur yang terbilang sedikit, pekerjaannya sebagai model akhir-akhir ini juga benar-benar sangat menguras tenaganya. Belum lagi bayi besarnya yang harus ia beri nutrisi dan vitamin setiap malam. Hari ini ketika jobnya tidak terlalu padat, tentu tidak akan Pinat sia-siakan ia berniat menghabiskan waktunya seharian bersama dengan ranjang hangatnya.

"Aw," Pinat berdecak kesal, wanita kelahiran Alabama itu menatap tajam pada pria bertato yang baru saja menabrak bahunya keras. "Punya mata dipakai."

Pria bertato itu melirik Pinat sebentar, mengamati pakaian wanita itu yang terbilang sangat ketat, mendengus, kemudian melanjutkan langkahnya setelah memberi kode pada bawahannya yang rupanya berjumlah kisaran lima orang yang juga bertato yang rupanya sudah berdiri mengelilingi Pinat.

Pinat membeku, sedikit kaget dengan tatapan merendahkan para laki-laki itu. Tidak ada yang pernah menatap Pinatra Sèntra dengan tatapan seperti itu-kecuali enam laki-laki barusan.

Menggelengkan kepalanya, Pinat mengintip ke arah gang tempat laki-laki bertato itu keluar. Kumuh dan gelap, tapi Pinat yakin beberapa saat setelah ke-enam laki-laki itu pergi, Pinat mendengar suara rintihan.

Dengan rasa penasaran dan sedikit jijik, Pinat memberanikan diri untuk mengecek kedalam gang tersebut. Semakin mendekati ujung, semakin jelas pula suara rintihan itu. Semakin bersemangat Pinat mencari asal suara itu, entah menghilang kemana rasa lelahnya tadi.

Perasaan manusiawinya meyakinkan dirinya bahwa ke-enam laki-laki tadi pastilah sudah menghajar seseorang.

And gotcha!

Seorang pria dewasa dengan tubuh babak belur yang tengah bersandar di tembok kumuh gang samping kantornya. Dengan tergesa Pinat menghampiri laki-laki itu. "Are you okay?"

Pria itu mengangkat kepalanya, netra hijaunya menatap sayu Pinat. "Get out now or I will not let you go!"

Pinat speechless mendengar suara serak nan berat dari pria itu. Sesuatu manusiawi yang berada di dalam tubuhnya memberi sinyal untuk meninggalkan pria itu-memberi sinyal tanda bahaya. Namun sesuatu di dalam hati nuraninya menolak untuk pergi.

"No! Mirror! Look at your face, you bloody!" Pinat merangkul pria itu, berusaha mengangkat tubuh pria itu untuk berdiri. "Bangun, aku antar kamu ke rumah sakit."

"Pergi!" Pria itu menepis kasar tangan Pinat yang berada di bahunya. "atau kamu benar-benar tidak akan pernah saya lepaskan."

"Ya! Kurung aku, ikat aku! Lakukan semua apa yang mau kau lakukan!!" Pinat balas membentak, "Tapi lakukan itu nanti, biarkan aku membawamu ke rumah sakit, setidaknya dengan begitu aku bisa memuaskan hasrat yang tersisa di hati nurani ku."

Suara Pinat berubah sendu di akhir kalimatnya, membuat pria itu menatap netra kecokelatan Pinat yang tampak redup. Seolah-olah perempuan di hadapannya ini menanggung segala kemalangan di dunia ini. "Saya benar-benar tidak akan pernah membiarkanmu kabur lagi."

Alis Pinat saling menyatu, dengan kening berkerut perempuan itu menatap bingung ke arah pria di hadapannya. "Apa? Coba ulangi?"

"Nevermind, katanya mau membantu saya."

Pinat menggelengkan kepalanya, mengusir keinginan untuk membawa pria ini ke ranjangnya-- eh, ranjang rumah sakit maksudnya. "Yeah, berdirilah mobilku ada di ujung gang itu."

*****

"Ngomong-ngomong bisa aku tau nama kamu?" Pinat memilih memecah keheningan setelah beberapa menit suasana di dalam mobilnya berisi kecanggungan.

"Yalfa,"

"Oh," Pinat terdiam, sedikit kaget dengan pria yang mengaku bernama Yalfa yang seketika membalas pertanyaannya. "Maybe U already know me, so.."

"No, saya sama sekali belum mengenalmu. Kalau tidak keberatan mungkin kamu bisa memberi tau aku namamu,"

Walau agak parau, namun Pinat masih bisa menangkap dengan jelas apa yang laki-laki itu ucapkan. "Pinatra Sèntra, everybody call me Pinat."

"Wow, nama yang unik."

"Yeah, everybody juga bilang begitu."

Hening lagi. Pinat yang merasa sudah berhasil memecah keheningan akhirnya memilih diam saja. Rasa lelahnya tiba-tiba menyerangnya lagi, membuat Pinat tidak fokus menyetir untuk beberapa saat yang rupanya malah berakibat buruk bagi kedua orang dua dalam mobil itu.

"Sshh,"

Yalfa mendesis, selain rasa sakit di sekujur tubuhnya. Sesuatu jauh lebih sakit di bawah sana. "Hentikan mobilnya, biar saya yang bawa!" Tanpa sadar Yalfa mendorong Pinat dari atas tubuhnya.

'Sial, bagaimana bisa aku lupa memasang sealtbet.'

Pinat menggerutu dalam hati, "Sorry, are you okay?"

"No, my lips are numb." Yalfa menatap Pijat dengan tatapan berhasrat, ia bergumam dengan suara parau dan berat.

"Can you bite it for me?" bisik Yalfa sensual.

Dan entah siapa yang memulai duluan, keduanya sudah saling beradu lidah setelah dengan gesit mematikan mesin mobil.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Cris Pollalis
5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Calli Laplume
4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku