Cinta yang Tersulut Kembali
Kasih Sayang Terselubung: Istri Sang CEO Adalah Aku
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Sang Pemuas
Terpesona oleh Istri Seribu Wajahku
Hamil dengan Mantan Bosku
Gairah Citra dan Kenikmatan
Perjalanan Menjadi Dewa
Hati Tak Terucap: Istri yang Bisu dan Terabaikan
Cerita dewasa
"Akhirnya kebaya untuk akad nikah kak Vio selesai juga."
Lalita dengan mata berbinar menatap kebaya putih gading di hadapannya. Kebaya dengan full payet itu khusus dia buat untuk kakak kesayangannya yang akan menikah tiga hari lagi.
"Eeenggg...." Lalita mengerang pelan sembari merentangkan kedua tangannya lebar-lebar, berharap bisa meregangkan otot-otot punggungnya yang terasa kaku.
"Capek banget," gumam Lalita sembari meraih gelas plastik yang berisi hazelnut latte dingin kesukaannya. Minuman bercafein itu memang telah menjadi sahabatnya setiap kali harus bekerja lembur untuk menciptakan desain-desain terbaru guna mengisi butik miliknya ini.
Tok... tok....
"Masuk!" seru Lalita dengan tatapan ke arah tembok kaca yang menampilkan langit malam Jakarta.
"Hai...."
Suara bariton itu membuat Lalita memutar badan cepat, terpaku sejenak saat melihat pria tinggi tegap dengan wajah nyaris sempurna di depan sana.
"Kebayanya sudah selesai?"
"Ah iya." Mata Lalita mengerjap cepat, menyadarkan kembali otaknya bahwa pria itu adalah milik kakaknya.
"Ini?" Pria bernama Nicholas itu menunjuk ke arah manekin di dekat meja.
"Iya, Mas... itu kebaya kak Vio."
"Aku ambil ya."
Lalita mengerutkan kening sembari bangkit dari kursinya. "Lho, kok mas Nicho yang ambil, katanya tadi kak Vio yang mau bawa langsung."
"Vio lagi pesta lajang sama teman-temannya, jadi aku aja yang bawa kebaya ini ke apartemennya," kata Nicholas dengan senyum kecil.
Lalita mengangguk-angguk pelan, perlahan bibirnya mengulas senyum iri. Selama ini dia tahu bahwa Nicholas memang sangat mencintai kakaknya, sedangkan hatinya malah dengan lancang mengagumi pria itu.
"Ini bagaimana lepasin dari patungnya?"
"Biar aku aja, Mas." Lalita bergegas berjalan ke arah manekin, membawa tangannya dengan sangat hati-hati untuk melepaskan kebaya itu dari manekin.
"Jangan terlalu keras."
"Iya, Mas. Ini udah hati-hati kok."
"Kerjamu maksudnya."
"Eh?" Refleks Lalita menoleh, mendapati Nicholas yang mendekat ke arahnya.
"Aku dengar dari Vio kalau kamu sering begadang hanya karena pekerjaan. Jangan seperti itu terus, kasihan tubuh kamu," ucap Nicholas dengan senyum kecil.
Lalita membeku, perlahan gelenyar hangat mulai menyebari wajahnya hanya karena kalimat sederhana itu.
"Lihat nih," Nicholas tampak mengusap bawah mata Lalita lembut, "mata kamu sudah kayak mata panda.
Lalita benar-benar tak bisa bernafas dengan benar saat ini, bahkan debaran jantungnya terasa menggila.
"Hei... kok malah bengong?"
Lalita tergagap saat merasakan tepukan lembut di pundaknya. Dia kembali mengerjap cepat, menarik nafas dalam-dalam seolah oksigen baru saja meninggalkan ruang di sekitarnya.
"Ma... maaf, Mas." Lalita berjalan sedikit menjauh, mulai membungkus kebaya indah itu dengan tangannya yang gemetar. Sesekali dia melirik ke arah Nicholas yang saat ini duduk di salah satu sofa sembari bergumam dalam hati. "Astaga... dia calon kakak iparku... aku nggak boleh terus mengaguminya."
Setelah selesai, Lalita memberikan kebaya tersebut pada Nicholas.
"Thank you, Ta," ucap Nicholas sembari menepuk bahu wanita itu pelan. "Cepat pulang, ini sudah malam."
"Iya, Mas...." Lalita tersenyum kecil sembari mengangguk, terlalu takut menatap mata tegas itu- takut kembali terpesona.
"Ya sudah, aku balik dulu."
Lalita baru berani mengangkat wajah saat Nicholas sudah berjalan ke arah pintu. Dia mendesah panjang, merutuki perasaannya yang masih tak berubah sejak dua tahun lalu, mencintai kekasih kakaknya.
Lalita memutar badan, kembali menatap ke arah langit malam yang seolah menyadarkannya bahwa waktu bekerja telah habis. Akhirnya, dia memutuskan untuk berkemas dan pulang.
Namun, ponselnya berdering nyaring saat dia baru akan memasuki mobil yang terparkir di halaman butik. Senyumnya merekah saat melihat nama sang ibu di sana.
"Hallo, Ma... iya, ini Lita juga mau pulang," oceh Lita dengan ponsel menempel di telinga.
"Lita...."
Kening Lita berkerut dalam saat mendengar suara ayahnya yang seperti sedang menangis. "Papa, kenapa?"
"Kakak kamu, Ta... kakakmu kecelakaan...."
Tubuh Lalita menegang dengan jantung yang seolah berhenti berdetak saat itu juga.
"Kondisinya kritis di rumahsakit Atma Medika."