Cinta yang Tersulut Kembali
Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Kasih Sayang Terselubung: Istri Sang CEO Adalah Aku
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Kedua mata mereka saling bertemu. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama mereka tidak berpapasan. Jantung Mahika berdegup kencang, bukan karena ia sedang jatuh cinta melainkan sebuah amarah membungkus erat dalam hatinya. Ia mengalihkan pandangan saat melihat Gentala menatap perut buncitnya dengan tatapan tidak menentu. Mahika menguatkan langkah kaki dan pergi dari sana. Dari jarak yang tidak begitu jauh, Gentala memandangi kepergian Mahika dengan jantung berdegup menggila seolah akan meledak.
“Mahika,” ucapnya pelan setelah hampir beberapa bulan tidak pernah lagi mengucapkan nama yang dulu selalu membuatnya bahagia. Wanita yang ia tinggalkan hanya untuk mengejar karirnya, kini sedang hamil besar. Tatapan yang dulu begitu mencintainya berubah menjadi sebuah kebencian yang tidak pernah terbendung.
Gentala memakai topi serta maskernya dan berharap tidak ada yang bisa mengenalinya. Ia kemudian mengejar langkah Mahika yang belum begitu jauh darinya. Ada hal yang sangat ingin ia ucapkan atas kesalahannya di masa lalu. Sesuatu yang selalu membuatnya tidak bisa hidup dengan tenang.
“Mahika, tunggu!” teriaknya.
Mahika menghela napas karena jalannya yang begitu lambat. Ia tidak ingin bertemu dengan seseorang yang sudah menghancurkan hidupnya. Ia belum siap memaki di depan bayinya, memikirkannya saja sudah membuatnya merinding. Ia hanya ingin bayinya mendengar kata-kata yang baik. Tapi masalahnya ia tidak bisa menjamin kata yang ia keluarkan jika bertemu dengannya.
“Kenapa juga tadi aku lewat jalan itu, menyebalkan.” Dengkusnya, masih terus melanjutkan jalannya tanpa menghiraukan teriakan Gentala.
“Mahika, aku mohon berhentilah sejenak.” Pintanya dengan lemah. Kakinya perlahan berhenti dan tidak mau repot-repot memutar badannya.
“Jangan mengatakan apa pun, aku tidak mengizinkan suaramu terdengar di sekelilingku.”
“Kenapa?” Tanya Gentala tidak habis pikir dengan apa yang baru saja diucapkan oleh mantan kekasihnya.
“Tidak perlu bertanya, aku tidak mau mendengar suaramu! Kalau ada yang mau kamu sampaikan, kirimkan melalui pos!”
“Mahika aku tidak ada waktu untuk melakukannya.” Desahnya.
“Aku juga tidak punya waktu mendengarkan suara makhluk bertanduk sepertimu. jangan sakit hati, aku tidak menyuruhmu mendengar ucapanku. Sekali lagi, tolong jangan pernah lewat di jalan yang sedang kulewati.”
“Baiklah, aku akan mengirim melalui pos, berikan alamatmu.”