Nadia Anindita seorang perempuan yang bar-bar dan suka membolos tapi termasuk wanita yang imut di sekolahnya, tapi hal itu tidak membuat pandangan Raka Bratama sang ketua osis di sekolahnya menyukai kepada Nadia Anindita yang berkepribadian cuek dan taat peraturan tapi tidak membuat seluruh siswi di sekolahan suka padanya karena memiliki aura ketampanannya, mereka selalu hubungan tidak baik karena termasuk musuh yang selalu adu bacot dan Nadia selalu bermasalah dengan Raka Bratama. Mereka mempunyai masa lalu yang rumit di keluarganya dan hal itu juga mereka terlibat dalam perjodohan pernikahan yang konyol bagi mereka dan sudah di atur keluarganya. Apakah yang terjadi untuk mereka? Apakah mereka akan saling mencintai di pernikahan mereka atau mereka harus terus membenci satu sama lain dengan perjodohan itu dan berakhir perceraian?
Nadia Anindita menurunkan sepedanya dengan tergesa. Napasnya masih terengah ketika ia melewati gerbang sekolah.
Sinar matahari pagi menyelinap di sela-sela dedaunan, menambah hangat suasana hari itu. Nadia tersenyum kecil, mencoba mengusir rasa panik karena terlambat.
Namun, baru saja ia melangkahkan kaki di halaman sekolah, suara familiar menyambutnya dan Nadia menoleh.
"Telat lagi ya? Kebiasaan deh lo selalu datang telat, untung belum bel masuk lho!" suara Lisa, sahabatnya, terdengar sambil menatap dengan senyum meledek.
Nadia hanya nyengir. "Eh, tidak usah ngompor-ngomporin deh, ini bukan salah gue deh sepenuhnya, alarm jam gue rusak soalnya, hehee.."
Lisa menggeleng sambil tertawa kecil. "Alasan klasik lo, Nad. Basi tahu! Nanti ketahuan guru BK lo pasti di hukum deh, Nad, mau Lo?"
Nadia menoleh nyengir. "Ya, tidak mau lah gue, buat apa juga gue mau di hukum. Jangan doain gitu dong, Lis."
Lisa tertawa kecil. "Takut juga Lo ternyata di hukum?"
"Ya lah takut, masa tidak sih? Apalagi ketemu guru Bk males banget deh gue diceramahin panjang lebar kayak kereta api!" Nadia sedekap dengan wajah kesal.
"Hahaha. Ya sudah, asal lo tidak ketahuan hari ini tapi yang gue takutin sih nanti lo di tegur seseorang."
"Siapa tuh? Gue kenal ya?"
**
Ekheemm
Nadia dan Lisa menoleh, dan Lisa tersenyum kecut sambil berbisik.
"Ini maksud gue Nad, orang ini yang gue takutin."
Nadia menoleh dan diam saja merespon tanpa takut.
"Apa, deheman segala Lo sama gue?"
Lisa bergedik takut. 'astaga malah nyolot nih orang'.
Tiba-tiba, suara datar dan tegas memecah percakapan mereka. "Lo yang telat datang bukan kesekolah? Cepat berdiri disini Lo!"
Nadia menatap dengan dahi berkerut. Seorang pria muda, berseragam rapi dengan emblem Ketua OSIS di dadanya, berdiri menatapnya tanpa ekspresi.
"Kalau Lo terus-terusan telat, jangan salahkan kalau saya lapor ke guru BK. Mau Lo?"
Nadia melotot. "Apa urusan lo? Emangnya hidup gue ganggu hidup lo?"
Pria itu tidak menjawab. Dengan sikap dingin, ia menunjuk kening Nadia, membuat gadis itu semakin naik darah.
"Tugas saya memastikan semua siswa disiplin. Termasuk lo Nadia Anindita. Gue catat lo telat hari ini dan lo juga berani bentak gue!"
"Malah ancam gue lo! Gue tidak takut sama lo ya! Berani banget lo ancam gue walau lo itu ketua osis gue tidak takut!"
Raka bergedik bahu dan berlalu begitu saja tanpa mau mendengar teriakan marah Nadia yang kesal.
"Balik lo! Sini!"
"Disiplin apanya? Gue cuma telat, tidak bunuh orang!" Nadia balas berteriak.
Nadia hampir melangkah maju, ingin membalas dengan lebih tegas, tapi Lisa buru-buru menahannya.
"Nad, sudah lo harus sabar nanti jadi masalah kepanjangan sama dia lho Nad, sudah ya!"
"Gue tidak mau berhenti Lis, gedeg gue songong sumpah malah pake nunjuk kening gue pakai telunjuk dia, gue tidak terima Lis!"
"Sudah-sudah, Nad! Jangan bikin masalah sama dia. Dia itu, kan, Ketua OSIS! Ayo balik kelas saja." bisik Lisa cemas.
Nadia menghentakkan kakinya dengan kesal. "Ketua OSIS sok kuasa! Cih menyebalkan!" gumamnya pelan, meski Lisa hanya bisa menarik napas panjang dan menyeretnya masuk ke kelas.
'Moga-moga deh, tidak ada masalah antara Raka dan Nadia, gue tidak mau Nadia terkena masalah sama dia, mana dia hukum keterlaluan'
**
Setelah duduk di tempat mereka, suasana kelas mulai tenang. Guru Matematika, Bu Anita masuk membawa setumpuk kertas di tangannya.
"Selamat pagi anak-anak," sapa Bu Anita dengan suara lantang.
"Selamat pagi Bu!" Semua siswa-siswi serempak.
Tanpa basa-basi, guru matematika itu segera mengumumkan,
"Hari ini kita akan ada ujian dadakan. Keluarkan alat tulis kalian, dan jangan coba-coba berani menyontek. Atau Ibu akan mencoret nama kalian."
Sontak, seluruh kelas meratap kecil.
"Yah, Ibu kok ujian sih?"
"Yah, baru ketemu kita Bu!"
"Nanti saja ya, Bu?"
Bu Anita menggeleng pelan. "Tidak ada tapi-tapian buat kalian semua, kalian harus ujian hari ini!"
Lisa, yang duduk di sebelah Nadia, langsung cemberut.
"Ugh, kenapa harus ujian MTK sih? Tidak ada pelajaran yang lebih manusiawi, ya? Males banget sumpah tahu!"
Nadia hanya tertawa kecil sambil mengeluarkan buku catatan dan alat tulis.
"Santai saja, Lis. Aku suka MTK, kok. Seru tahu, coba kamu belajar pasti lo suka."
Lisa melirik Nadia dengan tatapan tidak percaya.
"Lo tuh manusia apa robot, sih? Kok suka pelajaran berhitung begitu, yang ada gue pusing tahu!"
Nadia tersenyum kecil dengan menanggapi respon Lisa.
Ketika suasana kelas mulai serius, pintu mendadak terbuka.
Tok Tok Tok
Semua kepala menoleh. Seorang siswa laki-laki masuk dengan langkah tergesa. Ia menghela napas panjang sebelum berbicara kepada Bu Anita.
"Maaf, Bu. Saya terlambat. Tadi saya harus mengantar mama ke rumah sakit. Boleh masuk kan Bu?"
Guru matematika itu mengangguk, terlihat memahami situasi. "Baiklah. Duduk dan mulai ujianmu. Ibu izinkan karena alasanmu masuk akal."
Siswa itu berjalan menuju tempat duduknya. Lisa langsung menyenggol Nadia dengan senyum lebar yang antusias.
"Itu, si Rafka Abraham, baru datang idoa sekolahan gue. Baik banget sih antar mamanya kerumah sakir. Anak yang baik, ganteng lagi."
Nadia memutar bola matanya sambil menahan tawa. "Idola siapa? Rafka ya?"
Lisa hanya nyengir lebar. "Ya iyalah. Dia baik banget intinya, Nad. Orangnya beda sama cowok-cowok lain disini, gue suka banget tahu sama dia, hehe."
**
Ujian berlalu dengan cepat, dan saat bel istirahat berbunyi, seluruh siswa berbondong-bondong ke kantin.
Nadia dan Lisa baru saja hendak bergabung ketika langkah mereka terhenti. Rafka tiba-tiba muncul di samping mereka.
Tap! Tap!
" Hai, boleh Ikut ke kantin, tidak nih?" tanyanya sambil tersenyum ramah.
Lisa nyaris melonjak kegirangan. "Tentu saja! Boleh Rafka." jawabnya antusias.
Nadia hanya mengangguk kecil. Ia tidak terlalu peduli, meski melihat ekspresi sahabatnya yang berlebihan membuatnya ingin tertawa.
Mereka berjalan bersama menuju kantin, memilih tempat duduk di sudut yang nyaman.
"Gue mau pesan makanan dulu. Ada yang mau nitip?" tawar Rafka.
"Gue mie ayam sama teh manis," jawab Nadia singkat.
"Siomay sama soda," tambah Lisa dengan senyum yang masih belum luntur menatap Rafka.
Rafka pun pergi mengantri, Lisa terus tersenyum dan membuat Nadia hanya tertawa kecil.
"Nanti lo keserupan lho ,Lis?"
"Eh, enak saja masa di bilang keserupan sih, gue normal tahu Nad."
"Haha.. habis lo itu senyum mulu deh, di kira keserupan jin lho."
"Ish, bukan lah Nad, gue itu lagi pandangin idola gue."
"Dasar ya lo Lis."
Saat makanan datang, suasana makan mereka cukup akrab.
"Nah, ini makanan datang."
"Makasih Raf."
"Sama-sama Nadia."
"Wah, makanan datang, Makasih ya Rafka ganteng."
Rafka tertawa pelan. "Ya, sama-sama Lisa, sudah makan dulu gih."
Lisa tersenyum dan makan dengan lahap. Nadia dan Rafka ikut makan.
Namun, tiba-tiba teriakan kecil terdengar dari meja lain.
"Yaaakk! Mereka datang!"
"Mata gue ternodai ketampanan mereka!"
"Anjir! Ganteng euy!"
**
Dua pria memasuki kantin, disambut dengan sorakan dari siswa-siswi lainnya.
"Itu, kan, Raka dan Leon, heboh benar pasti deh setiap mereka lewat." gumam Lisa sambil terkekeh.
Nadia hanya memutar bola matanya, tak terlalu terkesan. "Idola sekolah lagi? Pasti sok keren, apalagi itu sok osis itu bikin gue kesal saja. Mana ada juga ganteng!" bisiknya pelan.
Rafka, yang duduk di sampingnya, mengikuti arah pandangannya. Ia tersenyum kecil.
"Mereka memang sering bikin heboh, jadi pasti seperti itu sih, heboh semua." Jawab Rafka santai.
"Ya ya, tapi bikin gue kesal sumpah, mana itu orang cari masalah sama gue."
"Sudah Nad, nanti kedengaran dia lagi bisa masalah tahu!"
Lisa hanya tertawa kecil, sementara Nadia menghela napas. Hari itu baru saja dimulai, tapi sudah terasa seperti roller coaster emosi.
Nadia terus mengaduk Mie ayam dengan tidak mood.
Dari jauh Raka menatap Nadia dengan alis berkerut. "Lo tahu Nadia itu?"
Leon menoleh dan mengangguk. "Kenal lah gue, dia itu gadis imut di sekolah sini."
"Bukan itu maksud gue, Leon!" Raka menimpuk tisu ke muka Leon.
"Eh, hehe, terus apaan coba? Emang dia imut tahu!"
"Gue cuma mau tanya dia itu emang sering masuk BK Kan?"
"Ya sih, gue dengar sih gitu, sering telat juga tapi tidak membuat gue ilfiel sama dia, dia tetap gadis imut tipe gue juga sih. Hehe."
"Tipe lo? Tidak salah nih? Dia tipe lo?"
"Beneran lah, masa gue bohong sih Raka, Dia itu emang tipe gue. Cuma gue belum berani deketin dia. Walau imut dia juga galak sih. Hehe, gue cuma kadang mantau dia saja kalo jodoh mah gue deketin mulu, apa itu artinya. Ngegas bro!"
Raka mengangguk pelan dengan wajah datar.
"Lo suka sama Nadia?" Leon berucap dengan wajah serius.
"Gue!"
"Ya, lo lah! Siapa lagi , kan gue duduk dekat lo."
"Gue tidak suka sama dia, ngapa juga gue suka sama dia. Yang ada gue kesal sama dia. Nyolot banget sama gue, gue negur dia tadi pagi tapi berani banget ke gue!"
"Wah, wah, serius nih? Baru tahu gue Raka di nyolotin gadis imut kayak Nadia!"
"Cih, sudahlah tidak usah bahas, males gue!"
Bersambung