Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Diselingkuhi Tunangan Dinikahi CEO Tampan

Diselingkuhi Tunangan Dinikahi CEO Tampan

Rich Mama

5.0
Komentar
3.4K
Penayangan
56
Bab

Dikecewakan sang papa, dikhianati sahabat, dan diselingkuhi tunangan, membuat hati Dea begitu sakit dan hancur. Hal itu membuat dirinya memilih untuk tinggal bersama mamanya. Sayangnya di rumah sang mama, Dea hendak dilecehkan oleh papa tirinya. Beruntung ada Bian—kakak angkat sekaligus CEO tampan yang berhasil menolongnya. Sejak kejadian itu Dea tidak lagi percaya cinta. Ia memilih untuk tetap sendiri. Namun sebuah kesalahpahaman memaksa Dea untuk menikah dengan Bian. Dapatkah Dea menjalani rumah tangga tanpa rasa cinta? Akankah ia kembali membuka hati untuk Bian yang sejak dulu memendam perasaan kepadanya?

Bab 1 Diselingkuhi Tunangan

Dea menghampiri sang papa yang tak kunjung keluar dari kamar. Gadis itu terlihat bersemangat untuk mengajak papanya makan bersama.

Di dalam kamar Dea mendapati sang papa yang hanya mengenakan sebuah handuk. Lelaki paruh baya itu tengah memandangi sebuah foto sambil bertelepon dengan mesra.

"Papa!" teriak Dea dengan wajah yang sudah memerah.

Mendengar teriakan dari Dea, lelaki itu segera memutuskan panggilan dan meletakkan ponselnya di sembarang tempat. Namun ia terlambat menyembunyikan foto yang masih tergenggam di tangan kirinya.

"De–Dea," ujar sang papa terbata dan merasa malu.

Dea segera merebut foto itu. Ia pandangi foto kemesraan papanya dengan Mawar di tepi pantai. Di belakangnya terdapat tanggal yang menyatakan bahwa hubungan mereka terjalin sebelum papa dan mama Dea bercerai.

Dea menatap sang papa dengan penuh amarah. Ia pegangi foto itu tepat di depan wajah papanya.

"Pantesan Papa selalu membela Mawar. Ternyata dia simpanan Papa. Bodohnya Dea yang tidak pernah mempercayai ucapan Mama waktu itu."

"Jaga ucapanmu, Dea!" bentak lelaki paruh baya itu.

"Kenapa? Papa tidak terima? Lihat saja. Dea akan melabrak pelakor itu. Dan mulai detik ini Dea pergi dari rumah ini!" tegas Dea seraya membawa pergi foto perselingkuhan papanya.

"Dea tunggu! Dengarkan dulu penjelasan papa."

Dea pergi tanpa mempedulikan teriakan papanya. Gadis itu membawa sebuah ransel. Ia berniat pergi ke rumah Mawar dengan menaiki motor matic pemberian tunangannya.

"Lihat saja Mawar. Apa yang akan aku lakukan nanti kepadamu. Kamu telah mengkhianati persahabatan kita. Ternyata selama ini kamu jadi sugar baby papaku. Tidak tahu malu!"

Dea mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Matanya telah basah. Hatinya terasa sakit seolah hancur berkeping-keping.

Selama ini Dea menganggap jika sang mama yang telah selingkuh. Hingga ia memilih tinggal bersama sang papa semenjak kedua orang tuanya bercerai. Namun nyatanya ia salah. Justru papanya yang main belakang.

Gadis itu menghentikan motornya di depan sebuah rumah kontrakan yang ditempati Mawar beberapa bulan ini.

"Rumah kontrakan yang mewah. Pasti Papa yang telah memilihkan rumah ini untuknya."

Dea melangkah dengan cepat. Ia yakin jika Mawar berada di rumahnya. Namun langkahnya terhenti seketika.

Gadis itu menaikkan sebelah alisnya ketika mendapati sebuah mobil yang mirip dengan mobil milik tunangannya tengah terparkir indah di halaman rumah Mawar.

"Jangan-jangan mereka—"

Gadis bertubuh kecil itu segera membuka pintu rumah Mawar yang tidak terkunci. Bahkan dengan mudah Dea berhasil memasukinya.

Dea mengedarkan pandangannya. Sepi dan kosong. Tidak ada seorang pun di ruang tamu. Gadis itu meneruskan langkahnya. Ia memutuskan untuk naik ke lantai atas.

Dea berjalan mendekati sebuah ruangan yang ia yakini adalah kamar Mawar.

"Iya, begitu. Terus sayang ...."

Terdengar suara menjijikkan yang masuk ke indera pendengaran milik Dea.

"Sungguh keterlaluan!"

Dea sangat mengenali suara itu. Ia yakin tidak salah dengar.

Dea semakin mempercepat langkahnya. Tiba-tiba tubuhnya mengeluarkan keringat dingin. Dengan sekuat tenaga gadis itu membanting pintu kamar sahabatnya. Rupanya dugaannya memang benar.

Mawar tengah melakukan perbuatan yang sangat Dea benci. Terlebih lagi sahabatnya itu melakukannya dengan seorang lelaki yang merupakan kekasih Dea. Bahkan mereka sudah hampir satu tahun bertunangan.

"Kamu! Dasar gadis murahan!"

Tanpa rasa kasihan Dea segera menjambak rambut panjang milik Mawar. Membuat sahabatnya itu meringis menahan sakit.

"Auh! Sakit, Dea! Ampun!" rintihnya.

Dea menumpahkan segala emosinya dengan menyakiti fisik Mawar.

"Hentikan Dea! Mawar itu pacar baruku! Kamu tidak berhak menyakitinya. Selama ini kamu terlalu kaku dan tidak pernah menuruti permintaanku!" sahut kekasih Dea.

Dea melempar tubuh Mawar ke atas ranjang. Ia menatap sahabatnya itu dengan kedua mata yang seolah hendak ke luar.

"Ternyata selain merebut Papaku, kamu juga merebut kekasihku."

Dea menatap Mawar dengan penuh kebencian. Sahabat yang sangat ia percaya dan selalu ia bangga-banggakan, ternyata berkhianat.

Gadis itu mendekati kekasihnya yang tidak merasa bersalah sama sekali.

"Dan untuk kamu. Hubungan kita selesai! Asal kamu tahu saja. Mawar juga memiliki hubungan spesial dengan Papaku!"

Setelah mengatakan kalimat itu, Dea segera keluar dari kamar Mawar. Ia melemparkan kunci motornya dan meninggalkan motor itu di halaman rumah Mawar.

Dea memesan sebuah taksi. Ia mencoba mengirim pesan kepada Amelia—mamanya. Selama ini sang mama tinggal seorang diri di rumah yang dulu pernah mereka tinggali bersama.

"Ma ... Dea ke rumah Mama ya, sekarang? Dea kangen sama Mama."

Tak butuh waktu lama pesan itu dibalas oleh mama Dea.

[Mama menunggumu, Sayang. Mama juga mau ngenalin Dea sama seseorang.]

Dea memegangi ponselnya dengan resah. Mendengar balasan dari mama, membuatnya teringat akan sesuatu hal.

Selama ini sang mama selalu meminta Dea untuk segera menikah. Padahal gadis itu masih belum siap. Mengingat kedua orangtuanya yang telah berpisah, membuat Dea sedikit trauma. Apalagi sekarang tunangannya itu ketahuan berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.

Setelah menempuh perjalanan selama beberapa menit, akhirnya Dea tiba di rumah mamanya. Gadis itu langsung masuk begitu saja ke rumah wanita yang telah melahirkannya.

"Dea, pulang ...."

Gadis itu berteriak mengagetkan sang mama yang masih sibuk memasak di dapur. Dea sudah membersihkan sisa-sisa air mata pada wajahnya.

Amelia mendekati putrinya. Memasang wajah penuh kebahagiaan. Tetapi saat melihat wajah Dea, seketika senyuman di bibirnya memudar.

"Dea, Sayang. Kenapa mukanya ditekuk gitu? Katanya kamu mau ngenalin calon suami kamu ke Mama," ungkap sang mama.

Dea mengerucutkan bibirnya. Memasang wajah penuh kekesalan.

"Untuk ketiga kalinya, Ma. Dea diselingkuhi lagi. Berhenti memaksa Dea untuk segera menikah!"

Dea melemparkan tas ranselnya ke sofa dengan ganas. Gadis itu langsung berlari menaiki tangga untuk masuk ke dalam kamarnya.

"Makan dulu, Dea!" teriak Amelia.

"Dea mau tidur sebentar, Mama. Dea masih sakit hati."

Amelia hanya bisa geleng-geleng kepala. Ia memaklumi sikap putrinya dan memilih untuk melanjutkan pekerjaannya di dapur.

Setelah satu jam lamanya, wanita paruh baya itu menemui Dea di kamarnya. Mengajak putri kesayangan untuk makan siang bersama.

"Dea, ayo makan. Sudah siang ini."

Dea yang masih berselimut tebal, mulai duduk di tepi ranjang. Tidurnya lelap sekali. Mungkin karena kecapekan.

"Iya, Ma. Bentar. Dea cuci muka dulu."

Amelia setia menunggu putrinya. Ia mendampingi Dea turun ke bawah.

Dea sudah berusaha melupakan semua yang terjadi. Ia belum siap untuk meminta maaf kepada Amelia dan menceritakan tentang papanya.

Gadis itu berjalan penuh semangat. Tetapi saat sudah tiba di ruang makan, Dea dikejutkan oleh kehadiran seorang pria.

"Dia siapa, Ma?" lirih Dea ketus.

Amelia paham dengan sikap yang Dea tampakkan. Tentu putri kesayangannya tersebut cukup terkejut.

"Oh iya, Sayang. Ini yang mau Mama kenalin ke kamu. Mulai sekarang Om Lukman akan menjadi papa Dea."

"Jadi Mama sudah menikah lagi? Sejak kapan? Kok nggak kasih tahu Dea terlebih dahulu?"

Gadis itu semakin kesal. Belum juga sakit hatinya terobati. Sekarang ia harus menghadapi sosok baru dalam hidupnya.

Sang mama mencoba menenangkan putrinya. Ia mulai menjelaskan semuanya.

"Ayo dong, salaman sama papa kamu."

Dengan berat hati Dea menyalami papa tirinya tersebut. Tetapi dia merasa aneh dengan tatapan mata Lukman. Sepertinya lelaki itu sedang merencanakan sesuatu.

"Nah, sekarang kita makan sama-sama ya," ajak mama Dea.

Makan siang berjalan dengan lancar. Dea terlihat bersemangat menghabiskan masakan sang mama.

"Tumben makannya banyak bener. Nanti kamu gemuk loh!" celetuk Amelia.

"Nggak papa, Ma. Dea udah jomblo sekarang. Mulai sekarang Dea nggak mau diet lagi."

"Jadi kamu nggak punya pacar?" Tiba-tiba sang papa tiri ikut menyahut.

"Bukan urusan, Papa!"

Dea bersikap cuek. Gadis itu melanjutkan kembali aktivitas makannya. Tidak peduli jika papa tirinya selalu melihat dirinya dengan tatapan lain.

Sementara mama Dea tidak menyadari sama sekali. Ia lebih fokus memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Menganggap sikap Lukman merupakan hal yang wajar.

"Dea sudah selesai. Dea ke kamar dulu ya, Ma. Makasih untuk makanannya. Enak banget."

"Harusnya kamu menolong mamamu membereskan piring dan gelas yang kotor Dea. Kasihan dia sudah capek-capek masak buat kamu," ujar sang papa.

"Nggak papa kok, Mas. Dea 'kan lagi bersedih. Ia juga jarang main ke sini." Amelia membela putrinya.

"Papa sudah dengar 'kan? Mama aja ngebelain Dea."

Gadis itu beranjak. Ia mengambil ransel yang tadi sempat dibuangnya.

Dea naik tangga dengan buru-buru. Karena masih merasa lelah dan sakit hati, gadis itu berencana untuk mandi air hangat.

"Em, ada pesan dari Kak Bian. Ada apa, ya?"

Dea memeriksa chat dari kakak angkatnya. Dia adalah Bian Pratama. Dulu mereka sempat tinggal bersama sebelum akhirnya Bian menemukan orang tua kandungnya.

[Dea, Share loc! Cepat!]

Membaca pesan dari sang kakak, membuat Dea memutar bola matanya dengan malas.

"Kebiasaan! Irit banget ngomongnya. Bilang kek, kalau kangen!" monolog Dea.

Meski kesal Dea mengirimkan lokasinya saat ini kepada Bian. Gadis itu bersiap untuk membersihkan tubuhnya yang sudah lengket.

Sementara Amelia masih mencuci piring dan gelas yang kotor, Lukman menyelinap masuk ke kamar Dea di saat gadis itu mulai melepaskan pakaiannya.

Mendengar suara pintu kamar yang terbuka, seketika Dea memutar tubuhnya. Betapa gadis itu sangat terkejut menyadari bahwa yang datang bukanlah mamanya.

"Papa! Ngapain datang ke sini?" bentak Dea seraya menutupi bagian atas tubuhnya dengan kedua tangan.

Lelaki paruh baya itu tersenyum smirk. Lalu berjalan pelan mendekati anak tirinya.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku