Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Suara Dari Kamar Mama

Suara Dari Kamar Mama

Melodi Cinta

5.0
Komentar
8K
Penayangan
23
Bab

Liontin berusia 22 tahun. Bercerita pada kekasihnya Sandrian,berusia 25 tahun kalau dia sering merasa aneh dengan kelakuan ibunya. Hampir setiap malam dia mendengar suara aneh dalam kamar ibunya. Seperti suara desahan. Tapi setiap kali dia ingin mengecek apa yang terjadi. Kakaknya Wulan selalu marah -marah padanya. Ya. Dirumah itu dia memang selalu diperlakukan tidak baik. Hanya Bi Siti, sang ART dan adiknya Anggun, yang selalu menyayangi dirinya. Ayah mereka sudah meninggal dunia saat dia berusia tiga tahun. Ada apa dengan Ibu mereka. Bu Santy, itulah nama Ibu mereka. Ikuti terus kisah mereka ya beb???

Bab 1 Suara Aneh Itu Lagi

"Ohhh... Hhhhh... shhh..."

Suara itu kembali masuk memenuhi indera pendengar Liontin, saat gadis berusia 22 tahun itu menginjakkan kakinya ke dalam rumah.

Gadis yang baru saja pulang kuliah itu mengerutkan keningnya dan menajamkan pendengarannya agar bisa mendengar lebih jelas lagi suara aneh itu.

"Dari kamar mama lagi? Sebenarnya apa yang sedang mama lakukan?" gumamnya sambil mendekati pintu kamar sang ibunda.

"Oouh... hhhh... in.. Ini nik... nikmat sekali Sa... yang. Le... lebih keras lag... lagi. Lebih dalam lagi. Hhhh..."

Kini terdengar suara ibunya berbicara dengan suara tersengal -sengal.

Kriet... kriet... kriet...

Suara deritan ranjang bersahut -sahutan dengan suara desahan dan erangan itu.

Karena tak bisa memendam rasa penasaran, Liontin mengangkat tangannya dan mengetuk pintu kamar ibunya.

"Ma! Mama!!!" panggil Liontin dengan nada pelan.

Suara desahan dan deritan ranjang itu pun seketika menghilang. Tapi tak ada jawaban.

"Mama. Ini Liontin Ma. Mama ada di dalam kan?"

Tetap tak ada jawaban.

"Ma. Lion tahu kalau mama ada di dalam. Sebenarnya mama lagi ngapain dan sedang sama siapa di dalam? Kenap..."

"Woi!!! Ngapain kamu berdiri di depan kamar mama?"

Terdengar suara seseorang dari arah belakang membuat Liontin langsung menghentikan ucapannya.

"Kak Wulan. Aku mendengar su..."

"Suara aneh itu lagi? Astaga Liontin. Kamu ini kenapa sih? Kamu selalu bicara yang tidak jelas. Aku tidak mendengar suara apa -apa di dalam. Tapi kamu?"

"Tapi itu memang benar adanya Kak. Bahkan baru saja tadi aku mendengar suara itu lagi. Suara des..."

"Stop Lion. Kamu selalu saja membuat cerita yang tidak benar. Heran deh aku sama kamu. Dia itu ibu kita loh. Tapi kamu ngomongnya nggak pakai mikir dulu."

"Kak Wulan. Ak..."

Wulan mencekal lengan Liontin dengan keras, membuat Liontin merintih kesakitan.

"Aw... sakit kak. Lepasin."

"Ayo. Daripada kamu ngomong nggak jelas. Mendingan kamu siapkan makan siang buat kakak. Kakak baru pulang syuting. Kakak capek. Cepat."

Wulan menarik -narik tangan Liontin dan mendorong tubuhnya ke dapur sehingga gadis itu terjerembab ke lantai dapur.

Bi Situ yang sedang memasak terkejut melihat Liontin terjatuh tak jauh dari kakinya.

Dia lalu berjongkok di hadapan Liontin dan membantu gadis itu untuk berdiri.

"Non Liontin nggak apa -apa kan? Nggak ada yang terluka?"

"Halah. Lebay. Hanya begitu saja luka. Ayo cepat buatkan aku makan siang. Nasi goreng plus telur mata sapi. Jangan lupa. Susu coklat panasnya."

Wulan lalu segera berlalu dari depan pintu dapur.

Bu Siti mengelus lutut Liontin yang terlihat sedikit memerah.

"Sakit ya Non? Kalau begitu Non duduk saja di sini. Biark bibi yang buatkan makan siang Non Wulan."

"Eitsss..."

Wulan kembali menghadap ke dapur.

"Bibi tidak boleh membantunya. Kalau bibi ketahuan membantu Liontin, makan bi Siti akan aku pecat. Paham?"

"I.. Iya Non Wulan. Bibi paham."

Wulan lalu bergegas meninggalkan ruangan.

Bi Siti menatap wajah Liontin dengan raut wajah sedih.

"Maafkan Bi Siti ya Non. Bibi tidak bisa membantu Non."

"Iya Bi. Liontin nggak apa -apa kok. Lion juga tak ingin bibi dipecat. Kalau bibi pergi, lalu siapa yang nanti akan temani Liontin di sini. Oya, di mana bawang merah dan bawang putihnya? Bibi cukup tunjukkan tempatnya biar Lion ambil sendiri."

"Ada di rak yang sebelah kanan Non."

Liontin meletakkan begitu saja tas kuliahnya di atas meja lalu mengambil bawang dan mulai mengupasnya dengan perlahan -lahan.

"Hati -hati kalau motongnya Non. Nanti terluka."

"Iya Bi. Oya, apa bibi pernah mendengar sesuatu dari dalam kamar mama?"

"Suara aneh itu ya Non? Hmmm... bibi nggak dengar apa- apa?"

"Hah? Benar bibi nggak dengar? Yakin?"

"Iya Non. Bibi nggak dengar apa -apa."

"Kalau bibi nggak dengar apa -apa kenapa tadi bibi bisa tahu suara aneh? Padahal Liontin nggak ngomong suara aneh tadi."

"Oh hmmmm itu..."

Bi Siti terlihat salah tingkah.

"Hmmm itu.. Tadi bibi nggak sengaja mendengar pembicaraan Non Liontin sama Non Wulan. Maaf."

"Iya Bi. Nggak apa- apa."

Liontin lalu melanjutkan pekerjaannya, menyiapkan makan siang kakaknya.

Dia yakin Bi Siti pasti juga pasti mendengarnya. Tapi bi Siti tak berani bicara karena setatus dia cuma ART di rumah berlantai dua itu. Bahkan mungkin saja Bi Siti tahu sesuatu tapi tak berani menceritakannya pada Liontin karena mungkin diancam.

Saat mau mengantarkan makanan untuk Wulan, terlihat seorang pemuda seusia Wulan sedang berada di ruang tamu ditemani oleh Wulan dan Mama Santy.

"Nak Bob. Ini putri keduaku namanya Liontin. Dan Liontin. Ini Nak Bobby. Dia yang sudah banyak membantu Wulan hingga bisa mendapatkan peran utama di di film Seksi Girl yang akan segera tayang di bioskop."

Mama Santy bicara panjang lebar.

"Ah ibu bisa saja. Aku hanya sedikit mengarahkan saja. Memang pada dasarnya Wulan memang orangnya cantik dan pandai. Aktingnya memang maksimal banget. Aku yang sudah banyak garam pun rasanya kalah saing deh dengan dia. Aku yakin sebentar lagi Wulan bakal jadi artis terfavorit di tahun ini. Bakal ada banyak fansnya. Apalagi ibu juga pandai ngelobi seperti ini."

Wulan dan Mama Santy terlihat begitu tersanjung dipuja seperti itu.

Sementara itu Liontin merasa sedikit risih melihat mama Santy dan Bobby agak sedikit berbeda cara saling bertatapannya.

"Oya, kalau begitu aku ke kamar dulu Ma. Permisi Kak Bobby. Kak Wulan."

"Iya. Silahkan cantik." jawab Bobby sambil tersenyum ramah.

Liontin langsung bergegas menuju kamarnya yang berada di lantai atas.

Masih terdengar suara tawa Mama Santy, Wulan dan Bobby di bawah sana.

"Pantas saja putri -putri ibu pada cantik -cantik. Ternyata menurun dari sang ibunda sendiri. Sudah cantik, bodi oke, supel pula."

"Ah... nak Bobby bisa saja. Oya, kamu juga belum bertemu putri bungsu ku. Namanya Anggun. Dia bahkan paling cantik dari semua -semuanya. Kalau Liontin mah kecil."

Begitulah suara -suara yang masih tertangkap telinga Liontin sebelum semakin jauh naik ke atas.

*** *** ***

Setelah berganti pakaian Liontin langsung melemparkan diri ke atas ranjang empuknya.

Ingin turun untuk makan siang tapi malas karena kalau turun berarti dia harus bertemu lagi dengan pemuda bernama Bobby itu.

Tok..tok..tok..

"Non Liontin."

Terdengar suara pintu diketuk dari luar disusul suara Bi Siti memanggil namanya.

Kriet...

Liontin bergegas membuka pintu untuk perempuan bertubuh gempal.

"Maaf Non, mengganggu. Bibi hanya mau mengantar tas Non yang ketinggalan di dapur."

Bi Siti menyerahkan tas berwarna tosca itu pada Liontin.

"Oh iya Bi. Makasih."

"Sama -sama Non. Tapi apa Non nggak mau makan siang dulu?"

"Nanti saja Bi. Liontin mau istirahat sebentar."

"Iya Non. Kalau Non mau makan siang, nanti panggil bibi saja. Biar bibi siapkan."

"Iya Bi. Sekali lagi makasih."

Begitu bi Siti pergi, Liontin kembali menutup pintu kamarnya.

Bersambung.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Pemuas Nafsu Keponakan

Pemuas Nafsu Keponakan

Romantis

5.0

Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku