Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Arabella Natasha dirgantara, seorang gadis cantik berusia 19 tahun. Diusia yang masih muda, ia harus rela memutuskan pendidikan nya, padahal ia baru saja masuk kuliah jurusan kedokteran tahun lalu.
Lima tahun yang lalu, Rio Dirgantara yang merupakan Ayah kandung dari Arabella meninggal dunia akibat terkena serangan jantung. Saat rio meninggal, ia meninggalkan hutang dengan jumlah yang cukup besar kepada beberapa bank. Bukan tanpa alasan Rio meminjam dana dalam jumlah yang besar, itu karna ia ingin memajukan kembali perusahaan yang sempat kolaps beberapa bulan belakangan ini.
Namun siapa sangka, takdir malah berkata lain. Sehari setelah pemakaman Rio, seluruh aset yang Arabella dan ibunya yang bernama Shania miliki harus disita oleh bank.
Semenjak hari dimana Arabella dan Shania meninggalkan rumah megahnya, kini mereka tinggal dirumah sederhana. Beruntung, ternyata Ibu Shania masih memiliki sisa tabungan yang ia yakini cukup untuk menghidupi dirinya dan Ara selama beberapa tahun kedepan. Tidak hanya itu, Ibu Shania juga membuka jasa laundry dirumahnya agar ia mendapatkan uang tambahan.
Keadaan Ibu Shania dan Ara semakin hari semakin membaik meskipun mereka kini hanya hidup berdua dan sederhana. Namun setelah berjalan dua tahun, Ibu Shania sering merasa tidak enak badan. Awalnya ia pikir hanya masuk angin biasa, namun setelah beberapa kali ia mendatangi dokter dan melakukan tes darah, Ibu Shania dinyatakan mengidap kanker rahim stadium tiga. Hingga akhirnya, ia terpaksa menyembunyikan penyakitnya pada Ara. Karna ia tidak ingin sampai Ara mengetahuinya.
***
Ara yang tengah bermalas-malasan di kamarnya tiba-tiba mendengar suara ketukan pintu, karena sudah mengetahui siapa yang berada dibalik pintu, Ara segera bergegas membuka nya.
"Ibu, rapi sekali. Mau kemana?" Tanya Ara saat mendapati Ibu Shania memakai pakaian yang tidak seperti biasanya saat berada dirumah.
"Ibu mau ke rumah sakit, kamu tidak ada kelas hari ini?" Shania bertanya balik, Ara pun hanya menggelengkan kepalanya sebagai bentuk jawaban.
"Yasudah, ibu berangkat dulu. Jangan lupa sarapan, sudah ibu siapkan di meja makan." Imbuhnya.
"Iya Bu, apa perlu aku temani?"
"Tidak perlu!" jawab Ibu Shania cepat, kemudian langsung berbalik badan dan langsung berjalan ke arah pintu utama, tanpa menengok ke belakang lagi.
Sementara Ara masih diam mematung di depan pintu kamarnya.
"Akhir-akhir ini Ibu sering sekali ke rumah sakit, bahkan wajah Ibu juga sangat pucat. Dan juga, badan Ibu semakin hari semakin kurus, apa yang sedang Ibu sembunyikan dari aku? Setiap kali aku bertanya Ibu sakit apa, Ibu selalu jawab hanya masuk angin. Sungguh sangat tidak masuk akal," monolog nya sendiri.
Dengan rasa penasaran yang sangat tinggi, akhirnya Ara terpaksa masuk ke kamar ibu nya tanpa izin. Siapa tahu ada yang bisa ia temukan disana, pikirnya.
Baru pertama kali ini Ara nekad masuk kedalam kamar ibunya, karna ia berfikir bahwa ibunya juga pasti memiliki privasi yang tidak bisa di umbar. Tanpa terkecuali pada Ara yang notabene nya adalah anak kandung nya sendiri.
Saat sudah tiba di depan pintu kamar Shania, Ara merasakan perasaan campur aduk dan memikirkan masuk ke kamar Shania atau tidak.
"Astaga! Aku bingung," batinnya.
Akhirnya Ara pun meneruskan niat awalnya, ia mulai memegang handle pintu dan menekannya ke bawah, hingga akhirnya pintu pun terbuka.
"Ara minta maaf Bu, Ara udah lancang masuk kamar ibu dengan cara diam-diam seperti ini." Batinnya lagi.
Dengan langkah kaki yang pelan, Ara memberanikan dirinya untuk masuk dan berjalan menuju meja nakas terlebih dahulu. Ia sempat bingung ingin melakukan apa, karna sedari tadi badannya gemetar. Entah apa yang membuat perasaannya menjadi seperti ini, hanya saja Ara seperti akan mendapatkan kabar yang tidak enak bahkan yang lebih parahnya lagi adalah kabar buruk.