Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Menikah Muda
5.0
Komentar
101
Penayangan
6
Bab

Pramesti Adelia terkenal dengan sikapnya yang urakan, tidak bisa menjadi anggun sama sekali, bahkan bisa dikatakan perempuan jadi-jadian karena kelakuannya. Banyak sekali kasusnya yang membuat kedua orang tuanya memutuskan untuk menikahkan Pramesti dengan anak dari teman mereka, Tezi Agrana. Tezi Agrana yang merupakan teman satu sekolah dengan Adelia tidak bisa berbuat banyak ketika ia dijodohkan dan dinikahkan dengan Adelia ketika mereka masih kelas satu SMA. keduanya sama-sama melakukan perjanjian yang sudah disetujui oleh mereka berdua. Salah satu dari perjanjian itu adalah mereka tidak boleh jatuh cinta satu sama lain dan membiarkan masing-masing memiliki pasangan sendiri. Seiring berjalanya waktu, Adelia bertemu dengan Amar, seorang lelaki soft boy idaman semua ornag di sekolah itu. Bahkan, Adelia pun menyukai lelaki tersebut. Namun, Tezi tidak terima. Lantas, apakah Tezi melanggar perjanjian itu? Atau justru Adelia yang melanggarnya? Saksikan hanya di Bakisah

Bab 1 Adelia dan Amarahnya

Ralisa tersenyum sembari menatap piring yang sudah bersih. Anak berusia 5 tahun itu tengah belajar mencuci piring bekasnya makannya sendiri. Ia begitu antusias karena sudah bisa mencuci piring sendiri tanpa meminta bantuan ibunya. Saking antusiasnya, Ralisa sampai berlari ke tengah rumah, berniat untuk memperlihatkan hasil kerjanya itu kepada ibunya.

Sayang sekali, lantai yang ia pijak ternyata licin sehingga membuat Ralisa yang tengah membawa piring tergelincir. Piring bersih yang tadinya akan ia perlihatkan kepada ibunya itu ternyata malah pecah berkeping-keping. Suara pecahan piring tersebut terdengar sampai ruang tengah, membuat ibu dari anak 5 tahun itu menghampirinya.

"APA YANG KAU LAKUKAN!" bentak Nanda Yuniar, ibu dari Ralisa.

Anak berusia 5 tahun itu terdiam sembari menyatukan kedua tangannya. Ralisa menunduk, menatap kedua kakinya dengan perasaan takut yang membuat badannya menggigil. Ia tak berani menatap ibunya yang kini murka karena satu buah piring hancur.

"KAU TAK BERGUNA!" ketusnya sembari menjambak rambut Ralisa. Ralisa tak bisa berbuat apa-apa, ia menangis mendapatkan perlakuan seperti itu dari ibunya.

Nanda semakin murka, ia bahkan tak segan-segan memukul Ralisa yang sudah meminta ampun berulang kali. Tangisan anak berusia tujuh tahun itu seharusnya mampu menggetarkan hati Nanda, tetapi ternyata tidak. Nanda masih menjambak rambut Ralisa sampai akhirnya dering ponsel membuat ia menhentikan kekerasan yang dilakukannya itu.

"Bereskan semuanya!" ketus Nanda sembari mengangkat telepon yang masuk tadi. Ralisa mengangguk, ia memunguti piring yang hancur berkeping-keping itu.

Ralisa Tara Bagja, anak kedua dari Nanda Yuniar dan Taufik Hidayat. Anak berusia lima tahun itu sudah biasa mendapatkan kekerasan dari ibunya. Ibaratnya, Kekerasan itu sudah menjadi makanan sehari-harinya. Anak lima tahun yang seharusnya mendapat banyak kebahagiaan itu malah lebih sering mendapatkan siksaan, masalah sepele pun mampu menyulut amarah Nanda begitu besar. Bisa dikatakan, Ralisa bernapas saja rasanya sakalah.

Ralisa memiliki seorang kakak yang bernama Dimas Prasetya. Usia keduanya terpaut 8 tahun. Dimana saat ini, Dimas sudah kelas satu sekolah menengah.

Selama ini, Ralisa selalu bersama kakaknya itu karena ia belum memiliki teman sama sekali. Ralisa tergolong anak introvert, ia begitu tertutup kepada orang lain bahkan meskipun usia sebayanya.

Hingga saat itu, kejadian yang sama sekali tak ada dalam benak Ralisa terjadi. Ralisa dan Dimas pergi ke rumah nenek mereka karena mendengar kabar jika Zaky, kakak sepupu keduanya ada di rumah nenek mereka yang tak terlalu jauh dari rumah. Keduanya memutuskan untuk pergi ke rumah nenek mereka.

Hingga akhirnya, kejadian yang tak pernah dibayangkan oleh Ralisa kecil terjadi. Nenek kakek mereka sibuk mengurus dagangan hingga tak memerhatikan tingkah ketiga cucunya. Saat itu, Ralisa tidur diantara kedua kakaknya itu. Mereka bertiga dikerubuni oleh selimut seembari bercanda. Kejadian itu begitu cepat, bagian sensitive yang tidak seharusnya dipegang oleh orang lain milik Ralisa kini justru diraba oleh kakak-kakaknya itu.

Ralisa bergerak tak nyaman, ia merasakan sakit dibagian sensitifnya itu.

"hentikan," ucap Ralisa dengan suara paraunya. Ia sungguh merasa ketakutan sekali saat itu karena kedua kakaknya terus berulah, menjamah bagian yang tak seharusnya dipegang. Ralisa tak bisa berbuat apa-apa, berteriak pun ia tak bisa karena suaranya dibungkam oleh kakaknya sendiri.

Saat keduanya sudah puas, mereka membuka selimut dan pergi bermain, menyisakan Ralisa dengan peluh yang bercucuran dan badan yang menggigil ketakutan.

***

Gatra berjalan memasuki rumahnya setelah selesai bermain dengan teman-temannya. Anak laki-laki berusia 5 tahun itu baru saja selesai bermain sepak bola bersama teman-temannya di lapang. Ia berjalan sembari menenteng sepatu sepak bola miliknya yang sudah penuh dengan tanah lapangan. Bajunya pun bahkan sudah berganti menjadi warna cokelat karena lumpur yang menempel dibajunya.

Kebahagiaan Gatra kecil begitu sederhana, bermain sepak bola dengan teman-temannya ketika hujan tiba merupakan suatu kebahagiaan tersendiri. Gatra melempar sepatu sepak bolanya itu ke rak sepatu, ia kemudian melangkahkan kakinya kea rah kamar mandi yang berada di luar rumahnya itu. Gatra membersihkan tubuhnya kemudian masuk ke dalam rumah dengan mengenakan handuk saja.

Keadaan rumah begitu sepi ketika Gatra melangkah masuk ke dalam kamarnya. Ia mengenakan pakaiannya terlebih dahulu kemudian keluar dari kamarnya. Ia mengambil makanan di dapur, makan sendiri kemudian setelah selesai makan ia duduk di ruang keluarga.

Gatra masih hean mengapa keadaan rumah terasa sepi, ia lantas naik ke atas dimana ayah dan ibunya berada. Gatra langsung menuju makar orang tuanya itu sembari bernyanyi-nyanyi kecil. Hujan di luar semakin besar, membuat rasa dingin dengan cepat memeluk Gatra yang berjalan sendirian.

Sesampainya didepan pintu kamar kedua orang tuanya, Gatra diam dulu sebentar. Ia menimbang-nimbang masuk atau tidak ke kamar kedua orang tuanya itu. Setelah beberapa saat terdiam, ia masuk ke dalam kamar kedua orang tuanya.

Saat itu, Gatra melihat kejadian yang tak seharusnya ia saksikan. Kejaadian yang mungkin tak akan bisa Gatra lupakan seumur hidupnya. Anak laki-laki itu bahkan mematung ditempatnya dengan mata melotot melihat apa yang telah ibunya lakukan kepada ayahnya itu.

Ibunya menghunuskan pisau ke arah jantung ayahnya yang saat itu juga terkapar tak berdaya. Gatra yang menyaksikan itu semua lantas keluar dari kamar secara perlahan-lahan. Ia ketakutan sendiri melihat apa yang dilakukan oleh ibunya kepada ayahnya itu. Dengan tubuhnya yang bergetar hebat dan air mata yang mengucur deras, Gatra keluar dari rumah. Ia meminta pertolongan dari orang-orang yang ada di sekitar rumahnya itu.

"Tolong!!! Tolong!!" seru Gatra yang berteriak sekuat tenaganya.

Teriakan dari Gatra itu mengundang beberapa tetangganya menghampirinya.

"Kenapa, Nak? Ada apa?" Tanya seorang bapak-bapak sembari merangkul Gatra kecil yang menangis sesegukan sembari menutup matanya dengan tangan.

Gatra belum bisa menceritakan apa yang ia lihat tadi. Ia masih bungkam dan menutup matanya rapat-rapat, berusaha untuk melupakan apa yang dilihatnya barusan.

Namun sayangnya, semakin ia menutup matanya itu, semakin terbayang dengan jelas ibunya melakukan kejahatan itu kepada ayahnya sendiri. Gatra semakin menangis, membuat orang-orang yang mengerubutinya itu kemudian membawa Gatra ke warung dan memberikannya minum.

Gatra meminum air mineral yang disodorkan kepadanya itu. Setelah mulai tenang, ia menatap satu persatu orang-orang yang ada dihadapannya itu.

"Tolong ayah saya, ayah saya ditusuk ininya oleh ibu saya," cap Gatra sembari menunjuk dadanya dengan tangan.

Orang-orang tersebut kaget dengan perkataan Gatra, mereka lantas langsung mendatangi rumah Gatra dan ada beberapa yang menelepon ambulan dan polisi. Saat itu juga, ayah Gatra yang sudah meninggal dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan autopsy, sedangkan ibu Gatra dibawa oleh polisi untuk mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Romantis

5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku