Arabella Natasha Dirgantara harus rela menikah dengan seorang Dokter spesialis kanker yang baru dikenalnya, demi menyelamatkan nyawa sang Ibu. Pernikahan kontrak yang akan dijalani nya selama satu tahun, membuat hatinya goyah dan melanggar salah satu poin dari isi kontrak yang telah ia tandatangani sebelum pernikahan itu dimulai. Poin yang dilanggar nya adalah, mencintai. Karena dalam kontrak tersebut, mereka tidak boleh mencintai satu sama lain. Begitu pula dengan Edward Fransisco, tanpa disadari, ia juga melanggar isi poin yang sama dengan Arabella. Hingga akhirnya, Edward yang mulai menyadari jika Ara sudah memiliki perasaan khusus untuknya, melakukan segala cara agar Ara berbalik membenci dirinya.
Arabella Natasha dirgantara, seorang gadis cantik berusia 19 tahun. Diusia yang masih muda, ia harus rela memutuskan pendidikan nya, padahal ia baru saja masuk kuliah jurusan kedokteran tahun lalu.
Lima tahun yang lalu, Rio Dirgantara yang merupakan Ayah kandung dari Arabella meninggal dunia akibat terkena serangan jantung. Saat rio meninggal, ia meninggalkan hutang dengan jumlah yang cukup besar kepada beberapa bank. Bukan tanpa alasan Rio meminjam dana dalam jumlah yang besar, itu karna ia ingin memajukan kembali perusahaan yang sempat kolaps beberapa bulan belakangan ini.
Namun siapa sangka, takdir malah berkata lain. Sehari setelah pemakaman Rio, seluruh aset yang Arabella dan ibunya yang bernama Shania miliki harus disita oleh bank.
Semenjak hari dimana Arabella dan Shania meninggalkan rumah megahnya, kini mereka tinggal dirumah sederhana. Beruntung, ternyata Ibu Shania masih memiliki sisa tabungan yang ia yakini cukup untuk menghidupi dirinya dan Ara selama beberapa tahun kedepan. Tidak hanya itu, Ibu Shania juga membuka jasa laundry dirumahnya agar ia mendapatkan uang tambahan.
Keadaan Ibu Shania dan Ara semakin hari semakin membaik meskipun mereka kini hanya hidup berdua dan sederhana. Namun setelah berjalan dua tahun, Ibu Shania sering merasa tidak enak badan. Awalnya ia pikir hanya masuk angin biasa, namun setelah beberapa kali ia mendatangi dokter dan melakukan tes darah, Ibu Shania dinyatakan mengidap kanker rahim stadium tiga. Hingga akhirnya, ia terpaksa menyembunyikan penyakitnya pada Ara. Karna ia tidak ingin sampai Ara mengetahuinya.
***
Ara yang tengah bermalas-malasan di kamarnya tiba-tiba mendengar suara ketukan pintu, karena sudah mengetahui siapa yang berada dibalik pintu, Ara segera bergegas membuka nya.
"Ibu, rapi sekali. Mau kemana?" Tanya Ara saat mendapati Ibu Shania memakai pakaian yang tidak seperti biasanya saat berada dirumah.
"Ibu mau ke rumah sakit, kamu tidak ada kelas hari ini?" Shania bertanya balik, Ara pun hanya menggelengkan kepalanya sebagai bentuk jawaban.
"Yasudah, ibu berangkat dulu. Jangan lupa sarapan, sudah ibu siapkan di meja makan." Imbuhnya.
"Iya Bu, apa perlu aku temani?"
"Tidak perlu!" jawab Ibu Shania cepat, kemudian langsung berbalik badan dan langsung berjalan ke arah pintu utama, tanpa menengok ke belakang lagi.
Sementara Ara masih diam mematung di depan pintu kamarnya.
"Akhir-akhir ini Ibu sering sekali ke rumah sakit, bahkan wajah Ibu juga sangat pucat. Dan juga, badan Ibu semakin hari semakin kurus, apa yang sedang Ibu sembunyikan dari aku? Setiap kali aku bertanya Ibu sakit apa, Ibu selalu jawab hanya masuk angin. Sungguh sangat tidak masuk akal," monolog nya sendiri.
Dengan rasa penasaran yang sangat tinggi, akhirnya Ara terpaksa masuk ke kamar ibu nya tanpa izin. Siapa tahu ada yang bisa ia temukan disana, pikirnya.
Baru pertama kali ini Ara nekad masuk kedalam kamar ibunya, karna ia berfikir bahwa ibunya juga pasti memiliki privasi yang tidak bisa di umbar. Tanpa terkecuali pada Ara yang notabene nya adalah anak kandung nya sendiri.
Saat sudah tiba di depan pintu kamar Shania, Ara merasakan perasaan campur aduk dan memikirkan masuk ke kamar Shania atau tidak.
"Astaga! Aku bingung," batinnya.
Akhirnya Ara pun meneruskan niat awalnya, ia mulai memegang handle pintu dan menekannya ke bawah, hingga akhirnya pintu pun terbuka.
"Ara minta maaf Bu, Ara udah lancang masuk kamar ibu dengan cara diam-diam seperti ini." Batinnya lagi.
Dengan langkah kaki yang pelan, Ara memberanikan dirinya untuk masuk dan berjalan menuju meja nakas terlebih dahulu. Ia sempat bingung ingin melakukan apa, karna sedari tadi badannya gemetar. Entah apa yang membuat perasaannya menjadi seperti ini, hanya saja Ara seperti akan mendapatkan kabar yang tidak enak bahkan yang lebih parahnya lagi adalah kabar buruk.
Selama beberapa saat Ara sempat duduk terdiam di ranjang milik ibunya, setelah menyadari dirinya tidak melakukan apapun dengan waktu yang lumayan lama, akhirnya Ara memberanikan diri untuk memeriksa semua laci yang ada didalam kamar Ibu Shania.
"Maafkan Ara, Bu..." Lagi dan lagi, Ara terus mengucapkan kata maaf didalam hatinya.
Sudah dua puluh menit berlalu, Ara membuka dan memeriksa semua laci yang berada di dalam kamar Ibu Shania, bahkan Ara sampai mengobrak-abrik lemari pakaian Shania, namun ia tidak mendapati hasil apapun.
"Capek juga, tapi aku tidak mendapati hasil apapun." Ara berbicara pada dirinya sendiri.
Kemudian ia segera membereskan beberapa pakaian Ibu Shania yang terlihat berantakan karna ulahnya tadi. Setelah merasa sudah cukup rapi, Ara segera keluar dari kamar Ibu Shania dan ia berlalu menuju dapur untuk mengecek ke tempat yang dikhususkan menyimpan pakaian kotor yang akan di laundry. Namun, ternyata tempat tersebut kosong.
"Sepertinya hari ini tidak ada yang ingin mencuci baju," Ara berkata-kata sendiri.
"Kalau terus menerus sepi seperti ini, bisa-bisa tabungan kami cepat habis. Sepertinya aku memang harus mencari pekerjaan paruh waktu." imbuhnya lagi.
Sudah empat tahun ibu Shania membuka jasa laundry, namun tidak setiap hari orang akan menggunakan jasanya. Apalagi mereka tinggal di perumahan seperti di pedesaan. Dan yang biasanya menggunakan jasa Shania hanya para tetangga sekitar yang masih berada di dekat rumah, itupun jika mereka sedang malas mencuci atau sedang ada keperluan diluar.
Karna mulai merasakan tenggorokan nya haus, akhirnya Ara menuju dapur dan membuka lemari es. Ia mengambil teko yang berisi orange jus yang selalu di sediakan oleh ibunya setiap hari, lalu Ara segera menuangkan ke dalam gelas dan mulai menenggak minuman nya, tenggorokan nya yang kering pun kini sudah mulai licin. Rasanya orange jus yang sedang ia tenggak pun sedang main seluncuran didalam tenggorokannya.
Saat sudah merasa cukup, Ara kembali menyimpan teko yang berisi orange jus kedalam lemari es. Saat sedang menutupnya, ada selembar kertas yang mengintip di bawah taplaknya, dan itu sangat menarik perhatian Ara.
"Sejak kapan ada kertas disini?" Tanya Ara sendiri,
Kemudian mengambil surat yang tengah mengintip malu-malu itu.
Ara sempat membolak-balik kertas putih yang terlihat polos dan rapi itu, lalu ia segera membuka lipatan nya dan membaca perlahan.
"Rumah sakit anugerah?" Tanya Ara pada dirinya sendiri saat tidak sengaja melihat tulisannya.
Ara langsung membuka dan kembali membaca. Setelah selesai membaca, dengkul Ara merasa lemas bahkan untuk berdiri pun ia sudah tidak mampu. Akhirnya Ara pun terduduk di lantai dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Ara kembali membaca berulang kali untuk memastikan. Namun hasilnya tetap sama, tidak ada yang berubah. Malah semakin lama Ara malah menangis dan kini Ara sudah banjir air mata.
"Ibu, hiks... Jadi ini yang ibu sembunyikan dari aku?"
Perasaan Ara saat ini hancur, bagaimana bisa dirinya tidak mengetahui tentang penyakit ibu nya sendiri. Bahkan di kertas itu, tertera sudah 3 tahun lamanya.
****
Sementara disisi lain, Shania sedang melakukan pemeriksaan. Dokter spesialis kanker yang selama ini mengecek perkembangan penyakit Shania mengatakan jika Shania harus segera melakukan operasi karena penyakitnya sudah mulai menyebar.
Sebenarnya sudah sangat lama ia ingin melakukan operasi, hanya saja sisa tabungan setelah ia membeli rumah sederhana hanya cukup untuk biaya kuliah Ara. Makanya sampai sekarang Shania hanya bisa mengobatinya dengan cara rawat jalan.
Bab 1 Awal mula
04/06/2023
Buku lain oleh Author_A
Selebihnya