Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Dahi Kresna mengeryit saat melihat wanita berambut hitam itu masuk tergesa ke dapur dan mengambil air minum. Diteguknya air itu sampai tandas.
"Kamu kenapa, Neng?" Kresna masukkan Sukro ke dalam mulut. Sembari mengunyah ia lirik Tessa yang mengatur napas.
"Kamu kenapa, sih?" tanya Kresna lagi meraih bungkus Sukro, menyimpannya di atas paha. Ia makan dengan anteng masih menatap Tessa yang hendak bicara.
"Ada perang dunia lagi." Tessa menaik turunkan napas karena capek. Jelas capek, dia baru saja berlari dari rumahnya ke sini.
Rumah Tessa dan Kresna tidak jauh sebenarnya. Jaraknya hanya melewati jalan. Dengan menyebrang maka akan langsung sampai.
"Wah, masa?" Wanita berjilbab syar'i itu menahan tawa. Ia masukkan lagi Sukro ke dalam mulut.
"Serius!" Tessa merebut Sukro dan mengambil isinya, lalu ikut makan dengan anteng.
"Kakak tahu, nggak?" tanya Tessa melihat Kresna.
"Nggak." Kresna bermuka masam karena Sukronya diambil paksa.
"Ih, Kakak! Kok nggak tahu, sih?" Tessa tidak peduli dengan Kresna yang cemberut. Santai saja memakan sukro.
"Nggak, Neneng!" Kresna ambil paksa lagi sukro itu. Tentu ia sebal karena makanan itu, makanan yang ia inginkan sejak kemarin. Baru hari ini dia mendapatkannya.
Maklum saja, Kresna tengah hamil muda. Sekitar dua bulanan. Jadi, bisa dibilang dia ngidam sukro. Namun, kemarin sudah malam tidak ada yang membelikan.
Hari ini juga karena Bi Roro yang membelikan. Pembantunya itu sungguh pengertian. Saat suami Kresna tidak ada, dialah yang selalu membelikan atau menyajikan apa yang Kresna inginkan. Lebih-lebih ketika sedang hamil begini.
"Ih, Kakak ya. Jadi, gini. Aku cerita, ya?" Tessa sedikit mencondongkan badan ke arah Kresna. "Kakak tahu kan gimana Mbak Kanti?" bisiknya serius.
"Ya, tahu. Bunda Peri." Pemilik close set eyes itu menahan tawa lagi. Bukan hal baru, istri kedua suaminya itu memang sudah sering berulah. Maksudnya bertengkar dengan Wanda.
"Kebiasaan, deh. Panggil Mbak Kanti gitu. Dia marah, lho, kalau tahu." Jari telunjuk berkulit kuning langsat itu menjawil sedikit hidung mancung Kresna.
"Ya, emang kenapa? Kenyataannya emang gitu, kan? Mbak Kanti sama Nyonya emang nggak pernah akur. Kamu aja yang baru tahu," sahut Kresna tenang-tenang saja.
Dia memang sudah lebih lama menjalani pernikahan poligami ini. Tentu tidak asing jika ada pertikaian atau debat di dalam rumah tangga mereka.
Kresna mengamati Tessa yang tiba-tiba melamun. Ia menahan dagu dengan satu tangan seolah tengah berpikir.
"Hey!" seru Kresna mencubit hidung Tessa.
"Kamu kenapa, sih? Mulai cemburu, ya? Cie-cie ada yang falling in love. Sama siapa? Mas Rendra, ya? Eheum ah."
"Apa sih, Kakak!" Tessa cemberut, mengambil telujuk madunya itu. Pasalnya, Kresna terus saja mencubiti hidung. "Nggak!" sanggahnya, "siapa juga yang jatuh cinta sama Mas Rendra? Sejak tahu aku bukan satu-satunya istri dia, aku tuh udah nggak cinta sama dia."
Kresna menaikan satu alisnya yang tebal. "Masa? Terus kenapa datang-datang curhat masalah Mbak Kanti sama Mbak Wanda. Kalau bukan cemburu apa namanya?"
"Bukan cemburu, Kak," tekan Tessa menyakinkan Kresna. "Aku sebel aja. Mbak Kanti itu aneh. Tahu kan aku mau ke rumah Mbak Wanda yang pasti di sana tuh bakal lihat Mbak Wanda sama Mas Rendra. Eh, dia ngeyel pengen ikut."
"Wah seru, nih! Terus gimana?" Kresna semakin penasaran. Ia selalu merasa perdebatan di rumah tangganya ini memang sesuatu hal yang menarik. Aneh? Iya sih, tapi itulah Kresna punya sifat lain dari yang lain.
Mungkin awalnya Kresna merasa pernikahan ini akan sangat menyakitkan. Namun, setelah dijalani, tidak seburuk itu. Bohong jika Kresna tidak sakit hati sebagai istri ketiga Rendra. Apalagi saat tahu suaminya menikah lagi dengan Tessa, model yang kini berada di depannya.
Kresna sakit hati, tetapi itu sudah berlalu begitu lama. Satu setengah tahun lamanya. Peristiwa di mana Rendra menikah lagi dengan Tessa tanpa sepengetahuan tiga istrinya yang lain.
"Kakak mau denger ceritanya?" Tessa menatap lekat.
"Iya, cerita dong! Menarik kalau Nyonya sama Bunda Peri udah bertengkar. Kaya kucing sama tikus." Kresna kembali menahan tawa, lalu makan lagi satu butir sukro.
"Kak ...," seru Tessa tiba-tiba jadi lirih.
"Eh, kenapa kamu? Katanya mau cerita."
"Kakak tahu, nggak?"
"Nggak." Kresna menggeleng dengan santai, kembali makan sukro.
"Kakak itu cewek yang aneh. Aneh banget," tekan Tessa. "Kakak nggak sakit hati, gitu? Lihat suami Kakak sama cewek lain?"
"Cewek lain mana maksud kamu? Mereka juga istri Mas Rendra, lho." Kresna menjungkir balikkan bungkus sukro, mengoyangkan, mencoba melihat isinya. Dia menghela napas saat tahu sukro itu habis. "Yah ... habis."
"Udah kalau abis buang aja. Nanti kita beli lagi!" Tessa mengambil bungkus Sukro dan menaruh di atas meja.
"Beliin, lho." Kresna menunjuk wajah Tessa.
Tessa menarik telunjuk itu. "Iya, Kakak Manis.
Nanti dibeliin. Mami Tessa bakal beliin satu dus buat dede utun. Ya, Sayang?" lanjutnya mengelus perut Kresna yang masih tampak rata.
Kresna tersenyum. "Boleh, deh. Satu dus, satu truk juga boleh."
"Kakak," panggil Tessa kembali menatap Kresna. "Kakak belum jawab pertanyaan aku, lho. Kenapa Kakak itu kayak santai aja dimadu sama Mas Rendra? Kakak nggak sakit hati, gitu?"
"Kepo, ya kamu? Okey, deh. Aku ngaku, aku sakit hati. Apalagi pas tahu Mas Rendra hamilin kamu. Aku sakit hati banget pengen bunuh diri rasanya." Wajah Kresna tiba-tiba sendu.
"Yang bener, Kak?" Tessa ikut-ikutan sedih mendengar jawaban Kresna. Matanya menatap penuh penyesalan. "Maafin aku, ya Kak," lirihnya menunduk.
"Aku mau bunuh diri aja waktu itu. Apalagi aku kan belum hamil. Serasa aku tuh cewek yang nggak berguna." Mata Kresna melirik Tessa yang mulai muram.
"Kakak, maafin aku ya? Jujur aku nggak maksud buat nyakitin perasaan Kakak. Dulu itu, Mas Rendra nggak pernah bilang kalau dia punya istri."
Kresna menahan tawa, berusaha sekuat tenaga agar tidak tertawa. Ia masih amati wajah Tessa yang bagaikan kucing kecemplung air. Lesu dan sendu.
Tessa sendiri memang tidak pernah tahu. Rendra memiliki istri, bahkan sampai tiga. Pria blasteran itu tampak begitu tampan dan muda tidak memperlihatkan dia nyaris berusia empat puluh tahun.
"Tessa," panggil Kresna yang membuat Tessa mengangkat wajah. Mata bulat wanita itu sudah berkaca-kaca.
"Eh, nangis?" Kresna mulai panik. "Kakak bercanda, lho Sa. Kamu jangan nangis! Kakak bercanda, kamu sendiri tahu, kan? Kakak nggak cinta sama Mas Rendra. Mana mungkin Kakak sakit hati."