Hanya karena kesalahpahaman kecil, Sara dikucilkan oleh keluarga suaminya hingga berujung pada perceraian. Dia bertekad untuk membalaskan dendam dengan mengelola perusahaan kakeknya dan membongkar perilaku buruk keluarga Atkinson di depan publik. Dapatkah dia mewujudkan keinginannya itu? Atau sebagai mantan suami, Rion akan memberikan umpan balik atas tindakan Sara?
Suasana di rumah mewah itu kelihatan suram, alasannya karena duka menyelimuti keluarga besar Atkinson. Tangisan orang-orang yang kehilangan sudah terkuras habis, tinggal merenungi nasib ke depan tanpa sang kakek yang selalu menjadi panutan.
Sara dan ibu mertuanya mengantarkan tamu duka sampai ke depan pintu sebagai bentuk rasa hormat dan terima kasih pada mereka yang telah hadir. Kesunyian pun menjadi semakin dekat, melebarkan sayap untuk segera dipeluk oleh kesedihan.
Sara memperhatikan sekeliling, tidak menemukan sosok suaminya yang menemani tamu duka terakhir. Jika kedatangan rekan bisnis ke mari bertujuan untuk menghibur hati yang sedang bersedih, justru Rion selama itu hanya mendengar tanpa berkata-kata.
Sara tahu bagaimana kedekatan antara Rion dan kakek, wajar jika sulit mengharapkan pria itu melupakan kesedihan dengan cepat. Walaupun begitu, dia akan terus berada di sisi Rion sebagai seorang istri pilihan kakek.
Mencari-cari keberadaan sang suami, Sara menemukannya tengah duduk di bangku taman seorang diri. Saat langkah sudah bertemu pada tujuan, dia melihat jelas raut wajah lesu Rion kembali.
Sara duduk pula di sana. Dia menyodorkan minuman yang sebelumnya diambil dari dapur dan berkata, "Kau tidak makan apa-apa sejak tadi pagi. Setidaknya, biarkan air putih ini membasahi tenggorokanmu sebentar."
Rion menolak, sedangkan Sara yang keras kepala membuat sang suami mau tidak mau meneguk minuman tersebut sampai habis. Sara meraih gelas yang sudah kosong dan meletakkannya di samping dia duduk. Hanya saja, raut wajah murung Rion tidak lenyap begitu mudah hanya dengan satu gelas minuman, lantas Sara memberikan pelukan.
"S-sara ...." Rion terkejut akan pelukan yang tiba-tiba.
Rasa terkejut itu berkurang ketika Rion merasakan sentuhan lembut di punggungnya. Sara mengusap-usap seolah ingin menenangkan. Apa istrinya sedang berusaha untuk mengurangi kesedihannya?
"Kakek pernah berkata padaku kalau dia sangat menyayangimu."
Rion membalas pelukan sang istri. Baginya yang diasuh oleh sang kakek setelah kepergian orangtua, tidak ada kebahagiaan lain kecuali menyenangkan beliau. Sekarang dia tidak bisa membahagiakan, bahkan melihat senyuman pria tua itu hanya bisa melalui foto saja.
"Apa kakek benar berkata begitu?"
Sara menganggukkan kepala. "Kau tahu kalau kakek tidak mungkin berbohong soal cucu kesayangannya."
Mendengar pernyataan kecil dari Sara setidaknya membuat hati lega. Kemurungan yang pekat di wajah Rion pun berangsur memudar. Apa itu juga efek dari sebuah pelukan? Yang jelas di saat bersedih seperti sekarang, Rion memang membutuhkan seseorang seperti Sara di sisinya.
Satu minggu setelah masa berkabung, Rion masih merasakan kesedihan, akan tetapi lebih baik dari sebelumnya. Dia bisa bertahan lantaran disibukkan oleh urusan pekerjaan yang membuat dia tidak bisa berlarut-larut meratapi kepergian sang kakek.
Di sisi lain, Sara juga berusaha untuk menjadi sosok lebih baik lagi sebagai seorang istri. Dia tidak ingin memberatkan pikiran Rion dengan hal yang bisa dilakukannya sendiri. Sudah cukup pria itu berduka atas kepergian kakek.
"Apa kebutuhan rumah tangga yang perlu dibeli sebanyak ini?" tanya Sara.
Ketua pelayan yang mendengarnya menjawab, "Nyonya besar dan nona Charla berkata bahwa mereka membutuhkan semua itu."
Sebelumnya Sara tinggal bersama Rion dan juga sang kakek, akan tetapi semenjak kabar duka entah bagaimana orang-orang yang tidak tinggal bersama mereka jadi menempati kamar di rumah ini. Bukan berarti dia tidak senang dengan keberadaan keluarga sendiri, hanya terkejut dengan pengeluaran rumah tangga mereka. Tidak masalah jika itu satu kali atau dua kali, tetapi akan berbeda kasusnya jika terjadi terus-menerus.
Sekarang adalah waktu yang tidak mudah bagi Rion yang harus menangani perusahaan sendirian. Tidak tahu kejadian apa yang telah menunggu di depan nanti, mereka seharusnya lebih berhati-hati mengambil keputusan.
"Aku akan membicarakan hal ini pada ibu dan juga Charla."
"Baik, Nyonya."
Teriakan yang memanggil namanya membuat Sara mengerutkan dahi. Dia beranjak dari dapur dan pada saat itu melihat sosok Charla muncul dengan raut wajah yang buruk. Hal apa yang membuat adik iparnya terlihat sangat kesal?
"Kau tidak memiliki telinga, ya, Sara?! Aku memanggilmu sejak tadi!"
"Oh, Charla! Ada apa?"
"Berhenti memanggil namaku dengan ekspresi seolah kita sangat dekat."
Sara berpikir kalau adik iparnya hanya emosional, jadi tidak sengaja bersikap buruk padanya. Dia menyingkirkan keinginan hati untuk menasihati dan berkata, "Maaf."
Charla melipatkan tangan di dada, melempar pandangan sinis. "Kau sudah melakukan permintaanku?"
"Aku sudah meminta pelayan untuk melakukannya. Apa sudah dilakukan, Bi?" tanya Sara pada ketua pelayan yang berdiri di sampingnya.
"Sudah, Nyonya."
"Apa?! Kau meminta pelayan mengisi bak mandi dengan tangan mereka yang menjijikkan itu?"
Sara tersentak, begitu pula dengan para pelayan yang sedang bekerja dan tidak sengaja mendengar perdebatan. Mereka sudah pasti tersinggung dengan perkataan anak berusia 22 tahun ini. Sejak kapan Charla memiliki sifat tidak sopan? Jauh berbeda dari yang Sara tahu.
"Aku harus mengerjakan hal lain. Jadi, tidak sempat mengisi air bak mandimu. Itu juga bukan tugasku. Kau bisa meminta tolong pada pelayan."
"Hah? Kau ingin membantah, ya?!"
"Kenapa pagi hari sudah begitu ribut?"
Seorang wanita paruh baya muncul di tengah perdebatan. Dia adalah orang yang harus Sara hormati yaitu ibu mertuanya. Setelah kepergian kakek, dia menjadi orang paling tua di rumah ini dan suaranya mutlak didengar, meskipun Sara selalu memiliki firasat buruk soal beliau. Dia berusaha untuk menolak anggapan tidak berdasar itu.
"Lihatlah, menantu ibu yang suka mencari muka di depan kakek dan kakak ini. Aku hanya meminta bantuan mengisikan air bak mandi, tetapi dia justru melemparkan tugasnya pada pelayan."
"Itu karena saya harus memeriksa kebutuhan bulanan. Dan lagi, saya pikir mengisikan air bak mandi bukanlah tugas seorang menantu di rumah ini."
Belinda tersenyum miring, menatap jijik pada sang menantu. "Ternyata beginilah sikapmu yang sebenarnya. Aku tidak tahu kalau kau ingin berkuasa di rumah ini hanya karena label seorang istri."
"S-saya tidak bermaksud begitu. Ibu memikirkannya terlalu berlebihan."
Belinda mencengkeram bahu Sara dengan kuat, membuat sang menantu kesakitan oleh kuku panjang terpoles cat berwarna merah. "Jangan bertingkah, Sara. Di hadapan kami, kau hanyalah rumput liar yang tumbuh di halaman."
Sara menatap kedua mata ibu mertua yang tajam. Dia gemetar oleh gejolak perasaan asing yang tidak pernah dirasakannya selama ini. Apa itu marah atau takut?
Belinda menarik tangannya untuk kemudian dilipatkan di dada. "Kami sudah lama tidak ke mari, setidaknya perlakukan kami lebih baik dari ini."
"Saya akan mengisi bak mandinya dengan yang baru."
"Tidak perlu," ucap Charla dengan tegas. "Jika tidak mau membantu seharusnya katakan sejak awal agar waktuku tidak terbuang. Sangat tidak bisa diandalkan."
Charla berdecak, lalu pergi meninggalkan mereka. Sara tidak tahu harus berkata apa lagi karena dia merasa apa yang terjadi bukanlah kesalahannya. Di sisi lain, dia juga tidak ingin mengecewakan Rion jika tahu kalau dirinya kesulitan lantaran masalah sepele.
"Jangan besar kepala hanya karena kau istrinya Rion. Kami semua tidak pernah menerimamu masuk ke keluarga Atkinson, asal kau tahu saja. Maka dari itu, bersikaplah tahu diri pada orang yang menolong hidupmu."
Sepeninggal Belinda, Sara terdiam begitu lama. Dia cukup terkejut mendengar pengakuan tersebut. Apa maksudnya kalau dia tidak pernah diterima masuk ke keluarga Atkinson?
Sara menepis pemikiran buruk tentang mereka. Dia berpikir mungkin kemarahan membuat apa yang seharusnya tidak diucapkan jadi terucap. Mustahil dia dianggap begitu, karena selama ini semua baik-baik saja.
"Bagaimana dengan kebutuhan rumah tangganya, Nyonya?"
Sara melihat buku catatan khusus yang ada di tangannya. Bagaimana dia akan menanyakan soal itu pada mereka saat kondisi buruk begini?
"Bersiaplah dan temani aku untuk membelinya."
Rion pulang kerja pada malam hari. Dia datang langsung disambut oleh sang istri yang sudah lama menanti. Sara sendiri berpikir kalau kehidupannya sekarang sangat sempurna, menjalani pernikahan dengan orang seperti Rion. Suaminya tipikal pemimpin perusahaan seperti yang ada di dalam novel-novel, tampan, dan kaya. Dia tidak berbohong jika pria idamannya juga serupa.
"Aku sudah mengisi bak mandi untukmu," ucap Sara.
"Terima kasih."
Rion membasuh diri, sedangkan Sara duduk di tepi ranjang. Dia bahkan sudah menyiapkan pakaian ganti. Tidak lama kemudian, Rion ke luar dengan jubah mandi dan mengenakan pakaian yang sudah tersedia.
Rion tidak makan malam hari ini. Dia sudah melakukannya ketika bertemu dengan klien, mereka makan bersama. Jadi, hanya Sara yang akan turun, menghabiskan makan malam bersama anggota keluarga lainnya.
"Aku akan beristirahat lebih dulu."
Sara menganggukkan kepala. Dia tahu kalau beberapa hari terakhir adalah waktu yang sibuk bagi suaminya bekerja, jadi tidak ingin memaksa untuk menemaninya di ruang makan.
"Kau ingin aku pijat?"
Rion yang baru menarik selimut itu langsung berhenti. Dia agak bingung, karena baru kali ini selama mereka menikah ditawari perihal memijat.
"Sejujurnya, aku cukup lelah, tapi aku juga tahu kalau kau pasti juga lelah melalui aktivitasmu hari ini."
"Tidak masalah. Aku masih bisa memijatmu sebentar, dengan begitu kau bisa tidur dengan nyenyak."
Rion menggaruk kepala. Dia tidak begitu butuh sebenarnya namun jika dipikir-pikir, mereka tidak memiliki banyak waktu berdua satu minggu ini. Mungkin, jika mereka duduk sekitar sepuluh menit saja, bukan sebuah masalah besar, bukan?
"Baiklah. Aku meminta bantuanmu."
Sara tersenyum, lalu dia naik ke ranjang dan duduk di belakang sang suami. Dia menatap punggung lebar di depannya dengan terkagum-kagum. Itu seperti aset negara.
Bagaimana dada bidangnya Rion? Bukan berarti dia tidak pernah melihatnya, akan tetapi memikirkan seperti ini cukup membuat jantung berdebar lima kali lipat.
Rion menoleh ke belakang sebentar, dengan kebingungan berkata, "Oh, apa aku harus membuka pakaianku agar kau bisa memijatku dengan mudah?"
Sara menaikkan kedua alis, reaksinya agak terlambat. "Apa?"
Bab 1 Perubahan Sikap
05/01/2023
Bab 2 Kehidupan di Hadapan Mertua
05/01/2023
Bab 3 Jebakan Memilukan
05/01/2023
Bab 4 Kelompok ABC
05/01/2023
Bab 5 Kaya Jadi Terpandang
05/01/2023
Bab 6 Kencan Bersama Pria Muda
05/01/2023
Bab 7 Peringatan Rion
05/01/2023
Bab 8 Pelajaran Setimpal
06/01/2023
Bab 9 Kenapa Tidak Tinggal Lebih Lama
06/01/2023
Bab 10 Pengawal Wanita
06/01/2023
Bab 11 Anak Kanguru
08/01/2023
Bab 12 Pagi Hari di Rumah Sakit
09/01/2023
Bab 13 Rencana Licik
09/01/2023
Bab 14 Keinginan Rion untuk Sara
10/01/2023
Bab 15 Makan Malam Romantis
10/01/2023
Bab 16 Itu Bukan Lelucon
10/01/2023
Bab 17 Tidak Bisa Tidur
11/01/2023
Bab 18 Ancaman Mantan Mertua
11/01/2023
Bab 19 Keluarga Yang Tersisa
12/01/2023
Bab 20 Jangan Panggil Bos
13/01/2023
Bab 21 Mati Tenggelam
13/01/2023
Bab 22 Ada di mana Dia
16/01/2023
Bab 23 Jangan Singgung Nama Pria Itu
19/01/2023
Bab 24 Emosi di Villa
19/01/2023
Bab 25 Apa Hubungan Kalian
20/01/2023
Bab 26 Kebisaan Rion
21/01/2023
Bab 27 Bersama atau Tidak
23/01/2023
Bab 28 Rindu Satu Minggu
24/01/2023
Bab 29 Suami Sensitif
24/01/2023
Bab 30 Pesaing Bisnis
27/01/2023
Bab 31 Perusahaan King
27/01/2023
Bab 32 Gelisah dan Cemburu
28/01/2023
Bab 33 Turunkan Aku!
05/02/2023
Bab 34 Rumah Baru Rion
01/03/2023
Bab 35 Tinggal Bersama
02/03/2023
Bab 36 Ayo, Menikah!
16/03/2023
Bab 37 Lapangan Golf
19/03/2023
Bab 38 Sukses dan Usai
20/03/2023
Buku lain oleh Renko
Selebihnya