His Darling Debtor

His Darling Debtor

Renko

5.0
Komentar
1.4K
Penayangan
67
Bab

Clara harus menghadapi pilihan sulit saat ayahnya melarikan uang dari majikannya, Tuan Blackwell. Sebagai pembayaran kesalahan sang ayah yang hilang tanpa jejak, Clara terpaksa menjadi gundik bagi Tuan Blackwell. Pertemuan itu merupakan awal dari perjalanan penuh konflik dan perasaan terlarang, membuka lembaran misteri, dan pengungkapan kekuatan sejati hubungan mereka.

Bab 1 Penawaran Tak Terhindarkan

Prang!

Clara merenung sejenak pada hamparan beling yang berserakan di lantai, hasil dari kecerobohan tangannya yang tak sengaja menyenggol gelas. Dia mengangkat pandangan perlahan, menemukan salah seorang pria sudah berdiri tepat di hadapan. Keberadaan pria itu menegaskan otoritas, sementara sosok bertubuh kekar lainnya tetap di tempat seolah-olah ingin menunjukkan siapa pemimpin mereka.

"Ma-mau apa kau?!" seru Clara dengan tangan mengepal kuat, berusaha untuk tak gentar menghadapi para pria sendirian.

"Katakan padaku siapa namamu," ucap pria yang diyakini sebagai pemimpin oleh Clara. Sorot matanya tampak tajam dan nada suaranya penuh ancaman.

Clara tak ingin mengatakan soal dirinya pada pria asing yang menerobos rumahnya, jadi dia tak menjawab.

Sikap tanpa kompromi Clara hanya membuat pria itu menyeringai, lalu dia mengeluarkan sekotak rokok dari saku dan menyulutnya sebatang. Sementara waktu berjalan, dia merokok dengan tenang di hadapan wanita yang memandangnya dengan ekspresi tak setuju.

"Sesimpel itu, tak bisa mengatakannya?"

Seorang pria berkacamata tiba-tiba melangkah ke hadapan mereka, menyodorkan sebuah dokumen misterius. "Ini data yang Anda minta, Tuan Blackwell."

Pria dengan aura kekuasaan yang pekat itu dipanggil Tuan Blackwell, kini sedang membaca dokumen di tangannya. "Menyembunyikannya takkan menguntungkan apa-apa bagimu. Aku bisa meminta orangku mencari tahu tentang dirimu, Clara Whitmore."

Pria berkacamata dengan sigap mengambil alih dokumen saat Tuan Blackwell memberikan padanya, lalu dia mundur perlahan.

Asap rokok mengepul di udara, Tuan Blackwell menjatuhkan rokok yang baru beberapa kali isap dan menginjaknya.

"Di mana ayahmu?"

Pertanyaan tajam itu membuat Clara terkejut bercampur bingung. "Kenapa ... a-yahku?"

"Mari kita persingkat saja," ucap Tuan Blackwell, suaranya tegas. "Ayahmu membawa kabur uangku dan aku tak tahu di mana dia bersembunyi sekarang. Apa kau tahu di mana ayahmu?"

"Tak mungkin ...," lirih Clara tak percaya.

Tuan Blackwell mengangkat alisnya. "Apanya yang tak mungkin?"

Clara menelan ludah. "Ayahku tak mungkin membawa kabur uang orang lain. D-dia ...!"

Pandangan Clara berputar, agak linglung dengan keadaan yang membuatnya harus menghadapi para pria dalam jumlah banyak. Jantungnya berdegup kencang dan keringat sudah membanjiri tubuhnya.

Clara berusaha memfokuskan diri, kembali memperjuangkan nama baik ayahnya. "Ayahku bukanlah orang seperti itu!" ucapnya dengan lantang.

Tuan Blackwell bergerak maju, bersamaan dengan langkah mundur Clara. Pada saat itu, Clara merintih akibat telapak kaki yang menginjak beling sehingga tubuhnya langsung kaku di tempat.

Tuan Blackwell mencengkeram dagu Clara. "Jadi, maksudmu aku sedang berhalusinasi?"

Clara menggunakan kedua tangannya untuk melepaskan cengkeraman. Itu tak mudah karena semakin dia berusaha melepaskan diri, semakin kuat pula cengkeraman yang didapat.

"Aku paling benci dengan orang yang mencuri milikku. Sekarang yang perlu kau lakukan adalah membayar utang ayahmu sebelum kesabaranku habis."

Clara merintih, bahkan mata yang memanas sudah menjatuhkan air mata. Bersamaan dengan tetesan yang mengenai sela jari Tuan Blackwell, cengkeraman itu pun dilepaskan secara kasar.

Clara memegang pipinya dengan gemetar, di sisi lain dia juga tahu kalau dirinya perlu menyudahi pertemuan mereka dengan cara apa pun. "S-sekarang aku tak punya uang, tapi jika aku diberi waktu untuk melunasinya ...."

Tuan Blackwell tersenyum remeh. "Kau bisa mencari seratus ribu dolar dalam waktu semalam?"

"Se-seratus ribu dolar?!"

Kedua mata Clara hampir melompat dari sarangnya. Jelas sudah, mustahil baginya mengumpulkan seratus ribu dolar dalam semalam. Lagi pula, untuk apa ayahnya membawa kabur uang sebanyak itu?

Entah mengapa Clara merasa bersalah atas kejadian ini, mengingat ayahnya yang banting tulang seorang diri agar kehidupan sehari-hari mereka tercukupi. Dia tahu kalau ayahnya juga bekerja keras menguliahkannya, mungkin saja ayahnya mencuri karena ingin hidup mereka jadi lebih baik.

Clara menghela napas, tetap tak mengira jika ayahnya akan melakukan cara buruk itu. "Tolong beri aku waktu satu minggu. Aku pasti akan melunasi semua utang ayahku padamu," ucapnya dengan nada memohon.

"Jangan coba-coba membodohiku. Sampai mati pun mustahil bagimu melunasinya. Apa kau pikir aku tak mencari tahu tentang para pekerjaku? Ayahmu adalah pria tanpa harapan yang memohon-mohon padaku agar bisa menghidupi putri tunggalnya. Sekarang dia lupa kacang pada kulitnya dan kau memintaku memercayai putri dari seorang pengkhianat?"

Clara segera bersimpuh di kaki Tuan Blackwell, tak gentar dalam keadaan telapak kaki mengeluarkan darah. "Tuan Blackwell, mohon beri kesempatan ...," lirihnya.

Tuan Blackwell menatap ke bawah sana, tempat di mana Clara memohon dengan berurai air mata. Mungkin jika itu dirinya yang dulu akan merasakan iba, tapi sekarang keadaannya sudah jauh berbeda.

"Kau harus membayarnya detik ini juga."

"D-dengan apa? Tak ada benda bernilai yang kami punya."

Ekspresi Tuan Blackwell berubah bengis. "Dengan hidupmu, karena hanya itulah nilai yang sepadan untuk membayarnya. Kau akan berada di sisiku dan hanya melakukan apa yang kuperintahkan."

Keheningan terasa berat, seolah-olah meresapi setiap kata yang keluar dari bibir Tuan Blackwell. Perkataan itu pula yang berhasil membuat Clara seperti sedang tersambar petir.

Bagaimana bisa aku berada di sisi pria mengerikan ini dalam jangka waktu yang tak bisa ditentukan? ucap Clara dalam hati.

"Nona Whitmore, perlu kuperingatkan padamu bahwa membantah perkataanku sama saja meminta kematian."

"Aku-"

"Biarkan aku memberi tahu satu-satunya jalan keluar untuk lepas dariku."

Tuan Blackwell perlahan berjongkok, satu lututnya bertumpu ke lantai. Dia menaikkan dagu Clara dengan susunan sentuhan telunjuk dan ibu jarinya. "Ayahmu adalah jalan keluar terakhirmu, jika dia masih hidup tentunya." Kedua ujung bibirnya terangkat sampai bisa membentuk seringai.

Clara bergidik, hampir tak bisa bernapas. Tatapan mengerikan dan kata-kata tajam itu sudah berhasil menghunus tepat ke jantungnya.

"Bawa gadis ini, tanpa beling dan darah di kakinya," perintah Tuan Blackwell.

Tuan Blackwell bangkit, lalu keluar dari rumah sempit itu. Kemunculan Tuan Blackwell mengundang rasa hormat bagi para pengikutnya yang tak bisa masuk dan hanya bisa berjaga di luar.

Tuan Blackwell menunggu di dalam mobil selama beberapa waktu. Clara masuk setelah kakinya diobati dan diberi perban oleh pria berkacamata yang mengaku sebagai sekretaris Tuan Blackwell.

Dengan gemuruh pelan mesin yang menyala, pintu kabin ditutup. Di bangku penumpang bersama Tuan Blackwell, Clara mencoba menciptakan jarak yang luas. Mobil melaju setelah menerima perintah dari Tuan Blackwell dan membawa mereka pada kebisuan yang menegangkan.

Clara mencoba melirik pria di sampingnya meski keraguan di dalam diri masih membayangi. Setelah menimbang-nimbang begitu lama, dia pun mengeluarkan suara, "Kita ... akan ke mana?"

"The Sovereign Suite at Vireon Spire."

"A-apa ... The S-so ...."

Tuan Blackwell mengembuskan napas panjang. "The, Sovereign, Suite at Vireon Spire."

Clara berusaha memahami gerak bibir Tuan Blackwell, mencoba menangkap arah tujuan mereka.

Tuan Blackwell melihat ketidakpahaman di wajah Clara itu. Dia berpaling pada jalan yang mereka lalui sambil mengucapkan, "Aku tak tahu kenapa harus melafalkannya untuk orang sepertimu."

"Apa yang kau ingin aku lakukan di tempat itu?"

"Kau akan tahu nanti."

Clara menunduk, menahan ketakutan yang terus menyelimuti. Dalam kebingungan yang merayapi pikiran, dia bertanya-tanya tentang kejadian apa lagi yang menunggunya di depan sana.

"Apa aku akan bekerja untuk melunasi utang ayahku?" Hanya itulah yang mengemuka di benak Clara sekarang.

Tuan Blackwell menatap Clara dengan tajam, ekspresinya mencerminkan ketidaksetujuan. "Jangan membuatku mengulang perkataan yang sama karena aku tak menyukai itu." Suaranya memenuhi ruang kabin dengan aura gelap yang semakin tebal.

Clara kehilangan keberanian untuk membuka suara lebih lanjut, sehingga dia hanya bisa menunduk atau membiarkan pandangannya teralih ke luar jendela.

Beberapa saat berlalu, roda mobil itu melewati gerbang dan berhenti di halaman depan sebuah gedung. Seseorang membukakan pintu untuk mereka, yang pertama adalah Tuan Blackwell dan disusul oleh Clara sebagai pendatang baru.

"Ikut aku," ucap Tuan Blackwell, langkahnya mantap menuju pintu depan gedung.

Clara berjalan di belakang dan ikut memasuki bagian dalam gedung yang memancarkan aura eksklusif. Resepsionis menunduk saat menyadari kedatangan Tuan Blackwell. Di sana Clara melihat rangkaian huruf The Sovereign Suite - Vireon Spire menempeli dinding, mengingatkannya pada pembicaraan di mobil tadi.

"Kenapa termenung?"

Suara berat Tuan Blackwell membuyarkan lamunan. Clara menggeleng dan mengikuti arah langkah yang membawanya menaiki lift.

Ting!

Tuan Blackwell mengayunkan kaki keluar dari lift, Clara tetap mengikuti dalam keraguan. Cahaya redup koridor menyambut, aksen elegan di dinding seolah-olah ikut meresapi keheningan. Karpet mewah yang menghasilkan suara halus pun mengiringi setiap langkah, semakin membuat Clara diliputi kegelisahan.

Tuan Blackwell membuka pintu penthouse, menggunakan sensor pintar yang mendeteksi kehadirannya secara otomatis. Pintu terbuka dengan mulus. Kecanggihan yang disaksikan oleh Clara itu membuatnya menganga.

Saat langkah kaki melewati ambang, suasana kemewahan langsung meliputi. Cahaya lembut memeluk ruangan, menerangi furnitur mewah dan seni yang terpajang dengan anggun di penthouse itu. Clara terpukau begitu lama sampai-sampai tak menyadari bahwa Tuan Blackwell kini sudah berdiri di depannya sambil memperhatikan gerak bola matanya.

Dengan kata-kata tegas, Tuan Blackwell menyatakan, "Untuk seterusnya, sampai ayahmu berhasil ditemukan, kau akan tinggal di penthouse ini."

Kebingungan langsung menyergap Clara. "Hah?"

"Jangan kira keberadaanmu di sini untuk bersantai-santai."

"Baik!"

Tuan Blackwell mengerutkan dahi. "Baik? Kau bahkan belum diberi tahu pekerjaan apa yang akan kau lakukan."

Clara menggaruk pelipis. "Itu ... karena aku tak diizinkan untuk bertanya."

Tuan Blackwell menunjuk wajah Clara dengan serius. "Kau akan menjadi seorang gundik yang akan melayaniku, untuk itulah keberadaanmu di sini."

"Gun-dik?" Seperti belum bisa mencerna sepenuhnya, Clara terlambat untuk terkejut. Pupilnya bergetar saat dia perlahan mundur. "Tidak, aku ...."

Tuan Blackwell tertawa lebar, menumbuhkan ketakutan di mata Clara. "Jangan begitu terkejut, Nona Whitmore. Aku baru saja akan memulainya."

Clara paham arti dari seorang gundik, konotasi yang merujuk pada hubungan di luar pernikahan dan dianggap tak etis. Saat ini dia sedang direndahkan, sementara pria yang berdiri di hadapannya tampak sangat puas dengan tawa mengerikan itu.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Renko

Selebihnya

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Cris Pollalis
5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Jatuh Cinta dengan Dewi Pendendam

Jatuh Cinta dengan Dewi Pendendam

Juno Lane
5.0

Sabrina dibesarkan di sebuah desa terpencil selama dua puluh tahun. Ketika dia kembali ke orang tuanya, dia memergoki tunangannya berselingkuh dengan saudara angkatnya. Untuk membalas dendam, dia tidur dengan pamannya, Charles. Bukan rahasia lagi bahwa Charles hidup tanpa pasangan setelah tunangannya meninggal secara mendadak tiga tahun lalu. Namun pada malam yang menentukan itu, hasrat seksualnya menguasai dirinya. Dia tidak bisa menahan godaan terhadap Sabrina. Setelah malam penuh gairah itu, Charles menyatakan bahwa dia tidak ingin ada hubungan apa pun dengan Sabrina. Sabrina merasa sangat marah. Sambil memijat pinggangnya yang sakit, dia berkata, "Kamu menyebut itu seks? Aku bahkan tidak merasakannya sama sekali. Benar-benar buang-buang waktu!" Wajah Charles langsung berubah gelap. Dia menekan tubuh Sabrina ke dinding dan bertanya dengan tajam, "Bukankah kamu mendesah begitu tidak tahu malu ketika aku bersamamu?" Satu hal membawa ke hal lain dan tidak lama kemudian, Sabrina menjadi bibi dari mantan tunangannya. Di pesta pertunangan, sang pengkhianat terbakar amarah, tetapi dia tidak bisa meluapkan kemarahannya karena harus menghormati Sabrina. Para elit menganggap Sabrina sebagai wanita kasar dan tidak berpendidikan. Namun, suatu hari, dia muncul di sebuah pesta eksklusif sebagai tamu terhormat yang memiliki kekayaan miliaran dolar atas namanya. "Orang-orang menyebutku lintah darat dan pemburu harta. Tapi itu semua omong kosong belaka! Kenapa aku perlu emas orang lain jika aku punya tambang emas sendiri?" Sabrina berkata dengan kepala tegak. Pernyataan ini mengguncang seluruh kota!

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku
His Darling Debtor
1

Bab 1 Penawaran Tak Terhindarkan

21/05/2025

2

Bab 2 Terkurung Dalam Bayangan

21/05/2025

3

Bab 3 Kekuasaan dan Keputusasaan

21/05/2025

4

Bab 4 Perang Batin

21/05/2025

5

Bab 5 Kesembuhan Yang Menyesakkan

21/05/2025

6

Bab 6 Tawar-menawar Takdir

21/05/2025

7

Bab 7 Batas Di antara Kita

21/05/2025

8

Bab 8 Percikan Rasa

21/05/2025

9

Bab 9 Pertaruhan Keinginan

21/05/2025

10

Bab 10 Langkah Tersandung

21/05/2025

11

Bab 11 Di bawah Kendali

21/05/2025

12

Bab 12 Bayang-bayang Masa Lalu

31/05/2025

13

Bab 13 Perasaan Tak Terucap

31/05/2025

14

Bab 14 Darah Tersembunyi

31/05/2025

15

Bab 15 Menyentuh Hati

31/05/2025

16

Bab 16 Keganjilan

31/05/2025

17

Bab 17 Beratnya Kesadaran

31/05/2025

18

Bab 18 Jalan Terbelah

31/05/2025

19

Bab 19 Krisis di Klub

31/05/2025

20

Bab 20 Menghadapi Kenyataan

31/05/2025

21

Bab 21 Harapan Baru

31/05/2025

22

Bab 22 Pertentangan Hati

31/05/2025

23

Bab 23 Kejutan di Pagi Hari

31/05/2025

24

Bab 24 Topeng Persahabatan

31/05/2025

25

Bab 25 Sandiwara Camilla

31/05/2025

26

Bab 26 Sebuah Kesempatan

31/05/2025

27

Bab 27 Pengakuan Dalam Hening

31/05/2025

28

Bab 28 Keputusan di Ambang Kegelapan

31/05/2025

29

Bab 29 Harga Balas Dendam

31/05/2025

30

Bab 30 Janji Yang Terlupakan

31/05/2025

31

Bab 31 Tes Toleransi

03/06/2025

32

Bab 32 Kepuasan Yang Terganggu

03/06/2025

33

Bab 33 Menuntut Jawaban

03/06/2025

34

Bab 34 Ciuman dan Kewajiban

03/06/2025

35

Bab 35 Pesta Rahasia

03/06/2025

36

Bab 36 Jaminan Intim

03/06/2025

37

Bab 37 Sehari di Kebun Binatang

03/06/2025

38

Bab 38 Di Balik Tato

03/06/2025

39

Bab 39 Titik Temu

03/06/2025

40

Bab 40 Menghapus Luka

03/06/2025