Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Josep bergidik tatkala pintu kamarnya di buka paksa. Saat itu dia sedang tidak mengenakan apa-apa dan menikmati acara bercinta dengan seorang gadis muda. Siapa pun yang mendobrak pintu kamarnya jelas sudah dia telah kehilangan akalnya.
“Seperti yang sudah kuduga,” kata seorang perempuan dengan nada yang bosan, berdiri di ambang pintu kamar tanpa merasa perlu merasa malu atau bahkan terganggu dengan fakta seorang pria sedang berada dalam sesi bercinta di ranjangnya. Teriakan kaget seorang gadis yang berada dalam dekapannya lantas membuat si pria langsung berbalik murka.
“Deshara!” Pria itu memekik, mata hitamnya yang bulat langsung menatap tajam. “Berani sekali kau masuk ke tempat ini! aku sedang tidak berpakaian!” teriaknya lebih lantang. “Apa kau tidak punya malu?”
Deshara menatap ke arah gadis bau kencur yang tubuhnya bergetar karena takut dan terkejut. Bola mata si wanita memicing sebelum memberikan jawaban pada sang Paman. “Tentu saja tidak,” jawab Deshara lugas. “Kau belum membaca kolom gosip? Disana tertulis kalau rasa malu tidak pernah ada dalam diriku.”
Wajah Josep nyaris menyamai kepiting rebus. Urat-urat menonjol di dahi, tanpa dia sedang berpikir keras. Dengan cepat, pria itu menarik jubah mandi yang tercecer di lantai. Dia berteriak pada penjaga di luar, sementara Deshara berpaling muka tanpa mau begerak dari tempatnya.
“Tidak perlu panik, Paman,” tutur Deshara kemudian dan kembali menatapnya setelah si tua bangka memakai jubah mandinya. Wanita itu bersedekap dada seraya menatap tajam pada pria tua itu. “Aku kemari bukan untuk mengganggu acara bercintamu. Aku hanya ingin bertemu putraku. Dimana dia?”
“Jangan hanya berdiri disana bodoh!” sergah Josep pada para penjaga yang bertubuh besar yang hanya berdiri tanpa melakukan apa-apa. Mengabaikan Deshara dan tak ingin menjawabnya. “Keluarkan wanita jalang itu dari sini sekarang juga. Usir dia, kalau perlu seret saja!”
“Sedikit saja kau menyentuhku maka orangku yang akan membunuhmu, penjaga,” sahut Deshara pada para penjaga hotel yang hendak menyergapnya. Untung saja mereka pecundang sehingga memilih untuk melarikan diri alih-alih mengikuti permintaan si pria bangkotan.
Atensi Deshara kini kembali terpusat pada Josep setelah gangguan telah berhasil dia enyahkan. “Sekarang, jawab pertanyaanku, Paman,” ujar Deshara dengan sorot mata tajam mengerikan andalannya. “Dimana anakku?”
Josep menatap Deshara, sedikit panik lantaran tidak punya siapa-siapa untuk bergantung. Hanya ada si pelacur dan tentu saja dia tidak bisa digunakan untuk menyerang Deshara. Pria itu tahu bahwa Deshara adalah seorang wanita yang sangat gila dan bisa berbuat apa saja. Dia tidak mau mengambil resiko untuk melawannya secara fisik karena saat ini dia membutuhkan Deshara untuk urusan yang lain. “Aku tidak berkewajiban untuk memberitahumu soal keberadaannya,” sahut Josep mendelik marah. “Kau tidak bisa berbuat apa-apa. Kau hanya seorang wanita,” sambungnya lagi dengan nada main-main menyebalkan yang Deshara ketahui sebagai bentuk provokasi sementara.
“Aku berhak tahu karena aku ibunya.”
“Tapi aku wali sahnya dimata hukum.”
“Dimana mereka?” Josep mendapati adanya benda berkilau yang dipegang oleh perempuan itu, alhasil pria itu memilih sedikit mundur dari posisinya sambil mengangkat kedua tangan di udara.
“Bagaimana kau tahu aku disini? kukira kau sedang berada di Paris,” kata Josep mencoba tenang dan mengulur-ulur waktu tatapannya masih bertahan pada benda yang ada di saku blazer yang wanita itu kenakan.
“Aku punya mata dan telinga di setiap penjuru tempat. Kau juga sadar betul soal itu, kau beruntung anakku ada padamu jadi aku tidak bisa menyentuhmu selama ini,” kata Deshara dingin.
“Kau tidak membaca pesanku?” lanjutnya dengan nada meremehkan. “Ah, kurasa tidak. Kau pasti terlalu sibuk menyenangkan para pria hidung belang di luar sana ketimbang peduli soal anakmu.”
“Aku tidak menerima pesan apa-apa,” potong Deshara. “Kau mengikis kesabaranku. Anakku tidak ada di tempat seharusnya dia berada. Kau pasti berbuat sesuatu. Kau mengeluarkan dia dari asrama, memindahkan dia entah kemana. Kau menyembunyikan dia!”
“Kalau kau membaca pesanku, mestinya kau sudah tahu dimana anakmu berada,” kata Josep pada Deshara. “Aku tidak mau rugi menyekolahkan dia di tempat semahal itu, dia hanya membuang uangku. Kau kan tahu kalau sekarang aku sedang sulit, aku punya banyak hutang yang perlu dilunasi.”
Deshara menatapnya tajam. “Lantas mengapa aku harus peduli pada hutangmu?”