Jhon Christy jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Aleta Louison. Tahun demi tahun berlalu. Cintanya tumbuh semakin mengerikan. Suatu hari, demi cintanya, Jhon Christy meninggalkan semua kenyamanan untuk terbang ke Rusia dan berakhir menjadi bodyguard. Impian Jhon Christy hanya satu, yakni selalu berada di sisi Aleta Louison, sekaligus mengubah menjadi gadis normal dari yang mulanya gadis psikopat.
Di tengah padatnya pusat kota Moscow, di atas hamparan tanah rata dan di bawah langit ke-7. Pria entah-berantah, tak tau kapan dan darimana ia muncul, tiba-tiba menodongkan benda hitam berisi timah panas, atau sebut saja pistol.
Dorrr.
Suara tembakan terdengar nyaring, memporak-porandakan semua umat. Mereka yang tampak seperti tentara semut dari ketinggian 3000 kaki, berhamburan kesana-kemari.
Aaa ... tolong ... tolong ...
Ibu ...
Ayah ...
Hanya sekali tembakan ke atas sana, para manusia tersebut sudah tak kalap. Tiada seorangpun yang tidak melarikan diri, terkecuali seseorang di balik kamar telepon umum.
Di luarnya orang-orang sibuk menyelamatkan jiwa dan raga, tapi ia malah bercanda-tawa bersama suara di seberang sana.
"Iya ... iya, di depan mataku sedang ada peperangan, Bu," katanya, sambil menghitung setiap detik yang ia habiskan.
"Tentu saja ramai, Bu. Suaramu sampai terdengar tidak jelas."
57 ... 58 ... 59.
"Sudah yah, Bu. Koinku hanya cukup untuk satu menit saja. Telepon akan segera berakhir, dahhh."
Sang pria menghela lega, seakan beban terberat yang ia panggil telah hilang.
Ia berdiri lama, memperhatikan setiap orang yang melalui pintu kamar telepon umum di depannya.
Kemudian, seorang pria seumuran berhenti tepat di depan pintu. Pria itu berjaket tebal serta terdapat kamera yang ia kalungi. Ia memberi kode supaya pintu kamar telepon umum dibuka.
Dan kini di dalam kamar tersebut terisi dua manusia saling memfokuskan diri pada kekacauan kota.
"Hei!" Sapa pembawa kamera.
"Aku Jhon Christy, seorang penulis terbaik di Negeri rempah-rempah," ucap pria bernama Jhon, memperkenalkan diri.
"Kau tau aku akan menanyai namamu?"
"Aku akui semua orang ingin bertanya, tapi kau termasuk paling beruntung."
"Aku?" Tunjuknya pada dada sendiri.
"Iya, karena aku sendiri yang memperkenalkan bukan teman atau teman dari temanku."
Si pembawa kamera meringis kecil, antara mentertawakan atau menyambut kelucuan Jhon Christy.
"Baiklah, selamat tinggal."
Tanpa ada perbincangan lain, Jhon Christy mendorong gagang pintu. Suasana kacau yang belum mereda ia lalui amat santai. Saking santainya, ia mampu mengambil sebatang rokok yang tersimpan rapi dalam saku kemejanya. Kemudian kepulan tipis membumbung tinggi secara perlahan.
"Pria yang aneh," lontar si pembawa kamera.
Kekacauan belum usai, dari kejauhan mulai terdengar sirene mobil Polisi. Tak terhitung jumlah mereka, semuanya datang dari segala arah hingga mengepung jalanan kota.
Si pembawa kamera menyempatkan diri mengambil beberapa jepretan sebelum akhirnya ia diminta keluar untuk mengungsi oleh Polisi.
Teknologi terbilang canggih. Seluruh dunia pun mendengar kabar teror di tengah kota melalui pemberitaan layar TV masing-masing.
Begitup Jhon Christy, ia tahu menaung ketika kejadian berlangsung. Namun, seperti yang lain, ia juga menonton pemberitaan tersebut hanya untuk mencari sosok dirinya yang tertangkap kamera.
"Hem, mengapa tidak terlihat?" Pikirnya terdengar menyayangkan.
Tok ... tok ...
"Tuan Jho!"
Mendengar ketukan pintu sekaligus nama legendnya disebut, Jhon bergegas bangkit dan membuka pintu selebar ukuran kepalanya.
"Nyonya Maria ..." sapa Jhon.
Wanita berparas ayu, tubuh berisi, kulit kemerahan serta rambut pirang tergerai. Mengangkat baki berisi semangkuk mie panas. "Pesananmu," ucapnya.
"Oh wah, terimakasih, Nyonya Maria," balas Jhon, mengambil alih semangkuk mie panas dari baki Nyonya Maria, "katakan kalimat ajaibnya!"
"Pria gagah pemegang kendali ..." suara Nyonya Maria menggoda.
Lantas Jhon merogoh saku celana, mengeluarkan selembar uang kertas berangka 100 Rubel Rusia. "Ambil ini."
Nyonya Maria menerima penuh suka-cita, ia membungkuk setengah badan lalu berbalik pergi.
Jhon menutup pintu, kembali duduk bersila di depan TV, sembari menyeruput makanan panjang dan berkuah tersebut.
"Hem, sang pembawa kamera?"
Jhon tak menduga jika si pembawa kamera yang saat kejadian sempat bertanya dengannya, ternyata bisa selamat dari serangan teroris.
"Menarik," celetuknya begitu saja.
**
Kekacauan telah berakhir, menyisakan kerusakan tanpa ada korban. Jhon menapaki jalan yang sama seperti kemarin atau lebih tepatnya jalan pasti untuk ia lalui menuju tempatnya bekerja dan lokasi hunian.
"Selamat pagi, saya Jhon Christy. Lulusan Universitas Indonesia tahun 2015, sudah bekerja di kantor perhubungan antar negara sampai terakhir satu bulan lalu sebelum saya memutuskan pindah ke sini."
"Jhon Christy ..." ulang pria berdasi hitam, berwajah hitam legam dan berambut hitam memanjang. "Refrensi pengalamanmu sangat baik dan luamyan, kau bisa memilih bidang lain yang lebih nyaman. Misal saja kau hanya perlu duduk dan memerintah, tapi kenapa kau ingin bekerja sebagai bodyguard?"
"Karena aku merasa kasihan jika keberanian dan keahlian bela diriku tidak terpakai."
Sontak jawaban Jhon Christy membuat pria legam di depannya tertawa terbahak-bahak. Baginya, jawaban Jhon Christy sebuah lelucon, padahal Jhon menjawab jujur apa adanya.
"Sepakat!!" Selesai tertawa, pria legam pemilik ID card bertuliskan Romis, mengulurkan tangan kanannya pada Jhon. Dan mereka saling berjabat tangan.
"Terimakasih, Pak Romis."
**
Hari ini juga Jhon mulai menjalankan profesinya. Sebagai karyawan baru, Jhon memasuki tahap pemula dalam menjadi bodyguard. Yakni menjaga orang-orang kelas bawah/menangani kasus paling ringan.
Contohnya seperti yang saat ini Jhon lakukan. Ditemani sekaligus dibantu Pak Romis, Jhon mengawal rombongan pekerja legal untuk transit pesawat tanpa halangan.
Kenapa mereka dikawal?
Alasannya, terlalu sering kasus penembakan liar pada pekerja legal tersebut. Jadi pemerintah Negara meminta para bodyguard mengawal mereka sampai ke dalam pesawat yang mereka tumpangi.
Wush ...
Pesawat membumbung tinggi, meninggalkan gulungan angin dari baling-baling yang membuat rambut panjang Pak Romis berterbangan.
"Pakai ini!" Sebuah ikat rambut merah muda Jhon ulurkan.
Pak Romis sempat terdiam, terpaksa Jhon sendiri yang mengikatkan ikat rambut darinya.
"Jangan biarkan kutu di rambut anda menemukan sarang baru," ucap Jhon datar.
Pak Romis tertawa renyah, ia menepuk-nepuk pundak Jhon. "Aku lupa, putri kecilku telah merampas ikat rambutnya."
Kini mereka berdua berjalan keluar bandara. Mereka tampak gagah berani, kacamata hitam memukau serta setelan jas menjadikan semua mata terkagum-kagum.
Brammm.
Derung mesin mobil kedengarannya tak nyaman di telinga, Jhon tidak menduga jika fasilitas kendaraan untuk bekerjanya sangat jauh dari ekspetasi. Mungkin karena Jhon masih memasuki tahap pemula.
Berbeda fasilitas untuk bodyguard kelas utama. Kendaraan mereka bukan main-main. Yakni sebuah Lamborghini hitam mengkilap dengan kaca dan ban anti peluru.
"Bagaimana hari pertamamu?" Tanya Pak Romis, mengepulkan asap rokok.
"Terasa datar dan tak menantang."
"Maka kau butuh sesuatu agar kau merasa tertantang."
"Iya," jawab Jhon menambah kecepatan mobil.
"Belokan mobilnya ke sisi kanan ... lurus terus ... kiri ... kurus ... kiri, berhenti!!"
Cittt ...
Gedung para petarung, ucap Jhon dalam hati ketika kepalanya menjulur keluar jendela mobil.
"Kau lolos tahap awal, selanjutnya tubuhmu akan dilatih di sana sebelum tahap ketigamu."
"Bagus, aku suka ini."
"Tunggu apa lagi ..." kode Pak Romis, menyuruh Jhon masuk ke gedung tersebut.
Tanpa ada rasa keraguan, Jhon mendorong pintu mobil. Ia melangkah pasti menuju pintu pembatas dirinya dari sekelompok orang yang akan membuat ia mandi keringat.
"Selamat datang, Jhon Christy."
Jhon tertegun, tatapannya tertuju pada semua orang. Ia tak menduga jika para pelatih di sini bertubuh tiga kali lipat lebih besar darinya.
"Pakai ini!"
Ia dilempari setelan baju dan celana pendek, tak lupa sepasang sarung tangan petinju.
Di hadapan semua orang, Jhon Christy melepas satu-persatu pakaian yang melekat ditubuhnya, terkecuali celana dalam.
"Oh, wah!" Degup kagum peserta bodyguard wanita, melihat roti sobek Jhon Christy mengkilap terkena lampu penerangan.
Semua ini ku lakukan untukmu, Aleta. Hati Jhon berucap.
Bab 1 Jhon Christy
25/05/2022
Bab 2 Bukan Nona Biasa
25/05/2022
Bab 3 Kekuasaan dan Uang
25/05/2022
Bab 4 Pucuk Dicinta Aleta pun Tiba
25/05/2022
Bab 5 Kenangan Kecil
25/05/2022
Bab 6 Pisau Cukur
25/05/2022
Bab 7 Pembuat Huru-hara
25/05/2022
Bab 8 Serangan Mendadak
25/05/2022
Bab 9 Kembali Ke Campus
25/05/2022
Bab 10 I'm Sorry Pieter
25/05/2022
Bab 11 Kita Bertemu Lagi
25/05/2022
Bab 12 Pray For Pieter
25/05/2022
Bab 13 New Bodyguard
25/05/2022
Bab 14 Berhasil Kabur
25/05/2022
Bab 15 Siapa Yang Ingin Mati
25/05/2022
Bab 16 Menjadi Buronan
25/05/2022
Bab 17 Balik ke Rumah
25/05/2022
Bab 18 Jatuh Pingsan
25/05/2022
Bab 19 Rencana
25/05/2022
Bab 20 Sekali Lagi
25/05/2022
Bab 21 Aku Bisa Baik, kok
27/05/2022
Bab 22 Hadiah Untukmu
27/05/2022
Bab 23 Memulai Trik Lagi
28/05/2022
Bab 24 Tertangkap
29/05/2022
Bab 25 Pilihanku
31/05/2022
Bab 26 Rencanaku Terbaik
02/06/2022
Bab 27 Ketahuan
03/06/2022
Bab 28 Kebohongan
04/06/2022
Bab 29 Aku Datang Untukmu
05/06/2022
Bab 30 Baru Hari Pertama
06/06/2022
Bab 31 Ingin Kulenyapkan
07/06/2022
Bab 32 Sesuatu Tidak Terduga
08/06/2022
Bab 33 Lenyapkan Atau Tidak
09/06/2022
Bab 34 Kesempatan
10/06/2022
Bab 35 Pembalasan Jemi
14/06/2022
Bab 36 Perkelahian
19/06/2022
Bab 37 Tak Ingin Kau Mati
27/06/2022
Buku lain oleh Zhang Ayu
Selebihnya