Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Dive In You
3.5
Komentar
45
Penayangan
16
Bab

Cinta berbeda agama? Hal itulah yang dialami Maryam dan Alaska. Ketika dua hati terasa menyata, namun iman mereka tak bersedia menyatukan mereka dalam satu ikatan yang disebut cinta. Bagaikan gemuruh udara sesak yang hampir setiap hela nafas harus Maryam dan Alaska rasakan, ketika mereka saling menyadari kalau mereka tak bisa satu. Hingga mereka harus menerima takdir berbeda saat keduanya harus menerima perjodohan yang dilakukan oleh kedua orang tua mereka dan mereka patuh. Namun, seiring berjalannya waktu, ketika jilbab yang menutupi aurat Maryam dan salib yang membuat Alaska merasa tenang harus dipertemukan kembali dalam rasa yang tak pernah punah, membuat mereka tak sanggup memalingkan pikiran mereka dari cinta suci. Mungkinkah Tuhan akan menyatukan mereka?

Bab 1 Chapter 1

"Kapan kamu akan segera menikah? Usiamu sudah 25 tahun, Maryam."

Maryam diam. Dia tak bisa menjawab pertanyaan ayahnya yang sudah berulang kali ditanyakan kepadanya.

"Jawab Maryam!"

Maryam menggeleng. Dia masih belum sependapat dengan kedua orang tuanya yang terus mendesaknya untuk segera menikah. Menganggap kalau usianya sudah tak bisa ditawar lagi untuk menolak menikah. Sementara Maryam masih belum menemukan laki-laki yang dia rasa tepat untuk menjadi imamnya

"Maryam?" Ibu memanggil lembut nama putri bungsunya itu.

"Bukannya aku tidak mau menikah, Ibu. Tapi-" Maryam menghentikan ucapannya sebelum dia menjelaskan alasannya.

Sungguh, dia tak bisa selalu menjadikan Tyas sebagai alasan dia tak tertarik untuk menikah cepat. Melihat kehidupan rumah tangga yang dijalani kakaknya dengan penuh perbedaan prinsip, membuatnya merasa muak dengan laki-laki yang tak sekufu dengannya.

"Tyas dan kamu berbeda. Dia terlalu idealis dalam berpikir," Ibu mencoba memberikan penjelasan atas pemikiran Maryam yang selama ini selalu salah dalam memandang tentang pernikahan.

"Itulah alasannya mengapa aku mempelajari tentang filsafat, agar aku-"

"Agar kamu terus menutup pikiranmu tentang sebuah pernikahan, yang selalu kamu anggap sulit!" ucap Arga, memotong perkataan putrinya yang belum selesai disampaikan.

"Maka dari itu, pikiranmu tentang kehidupan jadi dipandang sempit olehmu. Hingga membuatmu menjadi orang yang jauh lebih idealis melebihi kakakmu!"

Maryam kesal, sangat kesal mendengar ucapan ayahnya. Dia merasa tidak terima dikatakan seperti itu. Dibandingkan dengan Tyas yang selalu dia anggap buruk, dan sekarang, ayahnya malah membuatnya menjadi terlihat lebih buruk dari Tyas.

"Sekarang, aku sudah tidak peduli dengan apapun alasanmu lagi tentang pernikahan. Aku akan menjodohkanmu dengan Abizar."

Maryam terkesiap mendengar perjodohan tersebut. Kedua matanya langsung mendelik, dan dia hampir menolaknya kembali.

Tapi, dengan cepat Arga langsung mengatakan, "Kali ini, aku tidak ingin mendengar penolakan darimu lagi!"

Dia sudah sangat tahu, kalau Maryam akan kembali menolak untuk dijodohkan.

"Abizar?" Maryam menyebut nama itu dengan penuh kegelisahan.

"Iya, Abizar. Dia lulusan doktor, yang pastinya seorang laki-laki yang sudah memiliki masa depan."

"Hanya karena dia seorang lulusan doktor, Ayah dan Ibu jadi ingin menjodohkannya denganku?" Maryam mulai kembali memprotes perjodohannya untuk yang kesekian kalinya.

"Kau dengar Ibu?" ucap Arga pada istrinya. "Itulah kelakuan putrimu yang satu ini." Arga benar-benar sudah sangat mengenali sifat putrinya yang sering tidak menurut padanya, meski hanya dalam persoalan perjodohan saja.

Ibu menarik pelan nafasnya, dan menghembuskannya perlahan. Dia mencoba untuk tidak ikut terbawa emosi seperti suaminya, setiap kali bicara pada anak-anaknya.

"Besok malam, akan ada pertemuan dua keluarga. Antara keluarga Abizar dan keluarga kita." Beritahu Ibu pada putrinya.

Maryam mulai merasa cemas, dan sungguh, dia benar-benar tidak ingin datang dalam pertemuan itu.

"Sepulang dari kampus, aku terbiasa mengikuti kajian agama setiap hari Selasa. Dan, kajian agama itu sampai malam."

"Selama itu?" tanya Ibu, merasa heran.

Arga masih diam, sengaja untuk mendengar alasan Maryam, sampai sejauh mana putri bungsunya itu akan membuat sebuah karangan cerita.

"Ya, karena sebentar lagi mau bulan puasa. Jadi, kami akan mengadakan rapat untuk membuat kegiatan selama bulan Ramadhan nanti."

Alasan yang terdengar cukup masuk akal untuk Arga dan Ibu terima. Tapi, sebagai orang tua, tentu saja Arga tetap tidak mau menerima alasan apapun dari Maryam kali ini.

"Kau tetap masih akan dianggap oleh teman-teman kajianmu, kan? Kalau sekali saja kau tak datang mengikuti kajian itu?" Arga langsung menembak pertanyaan itu pada Maryam.

"Apa?" Maryam pun stuck. Dia tak bisa memberikan alasan apapun lagi pada ayahnya kali ini.

"Kalau begitu, izinkan aku mengikuti kajian sampai selesai. Setelah itu, aku akan langsung datang ke pertemuan itu." Kata Maryam pasrah, dan terpaksa melakukan pertemuan itu.

Arga dan Ibu pun langsung tersenyum mendengar ucapan putrinya, yang akhirnya mau menuruti keinginan mereka.

***

Keesokan harinya, Maryam mengikuti kelas seSitar di kampusnya. Ketika dosen sedang membahas mengenai kebebasan di abad ke 21. Suasana yang semula biasa, dengan kesibukan para mahasiswa yang menulis setiap penjelasan dosen yang sedang menyampaikan materi. Tiba-tiba diheningkan dengan suara seorang laki-laki, yang mengeluarkan pendapat mengenai pembahasan yang sedang berlangsung dijelaskan saat ini.

Tentu saja, pendapat yang dia lontarkan mengherankan banyak orang. Karena adanya pendapat kontra dari pembahasan tersebut.

Laki-laki itu merasa, kalau kebebasan yang dosen maksudkan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi sebenarnya dalam kehidupan nyata. Di mana kebebasan tersebut harus didapat berlandaskan sesuatu yang sudah menjadi rahasia umum.

Maryam yang sejak tadi serius mendengarkan penjelasan dari dosen pun teralihkan dengan ucapan laki-laki itu. Tapi Maryam, tidak melihat sosok laki-laki itu. Dia hanya mendengarkan suara laki-laki itu saja, yang kini semakin membahas panjang hingga memasukkan tentang agama di dalam pendapatnya itu.

Setelah perkuliahan selesai, Maryam bergegas pergi ke masjid tempat biasa Maryam mengikuti kajian tentang agama yang dianutnya, yaitu agama Islam.

Maryam hidup dari keluarga yang cukup taat dengan agamanya. Keluarganya memegang prinsip kuat dalam segala perintah yang agama Islam berikan. Walaupun dari cara berpakaian mereka, hanyalah berpakaian biasa. Menutup aurat seperti para Muslimah pada umumnya. Tak jarang, Maryam pun justru lebih sering mengenakan stelan celana panjang dan blouse atau kemeja daripada rok atau gamis. Tapi, dia tetap menutupi kepalanya dengan jilbab.

Maryam sangat menyukai dengan kajian di masjid tersebut. Karena kajian tersebut bisa membawanya pada pergaulan yang tidak kebablasan.

Sebagai mahasiswi jurusan filsafat. Sering kali dia dibuat bingung dengan materi perkuliahan yang didapatkan olehnya. Maka dari itu, keseimmasan ingin dia dapatkan dari sisi lain, ketika ada sebuah pendapat yang sekiranya tidak sesuai dengan hati dan pikirannya.

Ddrrrdd... dddrrrddd...

Sudah tak terhitung lagi, berapa kali Ibu mencoba menghubunginya. Maryam yang tak mau meninggalkan semenit pun kajian, terpaksa mengabaikan panggilan telpon dari Ibu.

"Baiklah teman-teman, itulah kajian kita kali ini. Semoga kita bisa memiliki sudut pandang yang baik dari setiap kejadian buruk yang terjadi dalam hidup kita."

"Sekarang, kita akan membahas mengenai kegiatan kita selama bulan Ramadhan yang akan tiba tidak lama lagi."

"Maaf kak," Maryam terpaksa memotong ucapan Hira yang sedang bicara.

"Ya, Maryam? Apa ada yang ingin kamu sampaikan?" tanya Hira, sebagai ketua dalam kegiatan kajian di masjid tersebut.

"Aku mau pamit pergi duluan, karena ada acara keluarga. Mengenai kegiatan Ramadhan, aku bersedia jika sekiranya aku harus dilibatkan dalam kegiatan tersebut nantinya."

"Ya, tidak apa-apa Maryam. Silahkan, kalau memang kamu ada keperluan lain." Hira pun mengizinkannya.

"Terima kasih, kak." Maryam pun segera berpamit pada Hira dan teman-teman yang lainnya, yang juga mengikuti kajian itu.

Maryam berjalan dengan tergesa-gesa keluar dari masjid tersebut. Dia berlari kecil, meski kakinya belum memakai sepatu dengan baik.

Dan, tiba-tiba saja-

Maryam hampir bertabrakan dengan seorang laki-laki, ketika dia baru saja keluar dari masjid. Beruntung, keduanya langsung bisa menahan langkah kaki mereka masing-masing dengan cepat.

Dan kini, keduanya pun saling menatap satu sama lain dengan tatapan yang tidak biasa.

***

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Yunabee

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku