Putri delapan tahun: Feniks terlahir kembali
Penulis:Gilang Nashiruddin
GenreSejarah
Putri delapan tahun: Feniks terlahir kembali
Di tengah malam, sesosok kecil diam-diam membuka pintu Istana Nichang, tubuhnya tertutup dalam jubah hitam, dan bergegas keluar.
Sosok itu menyelinap melalui bagian pelataran dalam, dan berhenti di sebuah halaman terpencil dan mengetuk pintu. Setelah cukup lama, sebuah suara yang lelah menjawab dari dalam, "Sebentar. Siapa itu?"
Pintu berderit terbuka dan seorang pelayan tua dalam gaun abu-abu melihat keluar. Sosok itu melepaskan tudung jubahnya dan menatap sang pelayan tua.
"Putri Yun Shang? Kenapa Putri ada di sini begitu larut malam?" Sang pelayan tua dengan cepat melihat sekeliling sebelum menarik Yun Shang masuk ke dalam.
Keadaan di dalam benar-benar suram. Tidak ada apa-apa selain sumur dan pohon di halaman, meskipun semuanya bersih dan tertata dengan baik. Yun Shang belum pernah masuk ke sini dalam kehidupan sebelumnya. Tetapi sekarang, setelah melihat dari dekat, dia ingin menangis.
Saat dia melihat sebuah bangunan kecil di halaman itu, dia melihat cahaya kuning redup dari lampu minyak berkilauan di dalamnya. Yun Shang berhenti, "Kalian belum tidur?"
Sang pelayan tua memperhatikan Yun Shang sejak dia masuk, dan saat Yun Shang bertanya, dia menjawab dengan suara lembut, "Kami kehabisan makanan. Selir Jin bermaksud membuatkan beberapa pakaian untuk para kasim Biro Shangshi*, untuk ditukarkan dengan makanan."
(*TN: Lembaga Tiongkok dan Korea kuno yang bertanggung jawab atas penyediaan makanan kerajaan.)
Yun Shang tidak bertanya lagi setelah mendengar jawaban itu. Dia berjalan menuju bangunan itu dan masuk ke dalam.
Di dalam kamar itu duduk seorang wanita muda yang sedang menyulam di bawah cahaya lampu minyak. Meskipun dia mengenakan pakaian yang sederhana berwarna biru kehijau-hijauan, tetapi dia masih terlihat sangat cantik. Saat pintu terbuka, dia bertanya dengan suara rendah, tanpa mengangkat kepalanya, "Pengasuh Zheng, siapa yang mengetuk pintu pada jam selarut ini?"
Yun Shang tidak bisa menahan rasa sedihnya. Dia melangkah maju, berlutut dan berbisik, "Ibu... Maafkan aku..."
Di kehidupan sebelumnya, sang permaisuri seolah-olah sangat menyukai Yun Shang. Dia selalu membenci ibu kandung Yun Shang, seorang selir di Istana Dingin*. Sejak kehilangan dukungan dari sang kaisar, tidak ada yang diizinkan berbicara tentang Selir Jin. Jika orang lain bertanya kepada Yun Shang tentang ibunya, dia selalu dengan bangga mengatakan, "Aku terlahir dengan darah bangsawan. Dan ibuku adalah Permaisuri. Tidak mungkin Selir Jin yang menjijikkan itu adalah ibu kandungku!"
(*TN: tempat di mana sang kaisar mengirim istri-istri yang tidak disukainya.)
Tetapi sekarang, dia mengerti bahwa kritikan menyakiti lebih dalam daripada sayatan sebuah pedang.
Wanita itu mendengar suara Yun Shang dan dengan cepat menoleh padanya. Dia tampak linglung saat melihat sang putri muda. Tetapi kemudian dia langsung berdiri, "Yun Shang! Kamu pasti Yun Shang!"
Yun Shang tersenyum dan mengangguk. Dia telah dipisahkan dari ibunya di masa kecil. Tidak heran ibunya tidak bisa mengenalinya.
Sebelum Yun Shang bisa berbicara, Selir Jin mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri. Saat dia melihat sang putri kecil bertelanjang kaki, dia berseru, "Bagaimana kamu bisa keluar dari istanamu pada jam seperti ini? Dan kamu bahkan tidak memakai sepatumu. Bagaimana jika kamu sakit karena kedinginan?"
Yun Shang menundukkan kepalanya. Matanya sembab karena air mata. Meskipun dia memperlakukan ibunya dengan buruk, Selir Jin tetap menyayanginya. Dia pun teringat dengan anaknya, yang dibuang Mo Jingran ke luar jendela. Putranya baru berusia enam bulan! Air mata mengalir di pipinya.
Selir Jin merasa khawatir saat dia melihat air mata Yun Shang. Dia segera mengangkat tangan untuk membantu sang putri muda menghapus air matanya, "Kenapa kamu menangis? Apa mereka memperlakukanmu dengan buruk? Tapi aku pernah mendengar bahwa Permaisuri memperlakukanmu seperti dia memperlakukan putri kandungnya sendiri."
Yun Shang menggertakkan giginya dan berkata, "Tidak, Ibu, mereka sangat mengerikan bagiku. Dari luar, mereka terlihat seperti memperlakukanku dengan baik. Tapi mereka memiliki tujuan tersembunyi. Dengan memanjakanku, perlahan mereka membentuk diriku untuk menjadi gadis yang sombong dan suka memerintah. Mereka mengatakan padaku bahwa Empat Seni* itu membosankan sehingga aku akan berhenti mempelajarinya. Mereka berpura-pura baik padaku untuk membuatku semakin tidak berguna. Semua pelayan dan pengasuhku sengaja dipilih oleh Permaisuri supaya dia bisa mengawasiku. Setiap hari mereka mengatakan padaku betapa baik dan murah hatinya sang Permaisuri, yang membuatku buta akan kesalahannya. Setiap hari mereka juga mengatakan bagaimana guru dari Putri Hua Jing menghukumnya. Jika aku berperilaku baik, Permaisuri yang berhati baik akan datang dan mengatakan padaku bahwa aku bisa melakukan apa pun yang kuinginkan, aku bahkan bisa memukul atau membunuh para pelayanku jika mereka membuatku tidak senang. Dia juga meyakinkan bahwa aku akan selalu berada di bawah perlindungannya. Ibu, apa menurut Ibu aku masih orang yang baik? Usiaku sudah delapan tahun sekarang, tapi aku masih belum bisa menulis, menggambar, atau memainkan alat musik. Sedangkan Putri Hua Jing sudah terkenal di Kota Kekaisaran karena bakatnya."
(*TN: Di Tiongkok kuno, wanita bangsawan diharuskan menguasai keterampilan dalam musik, catur, kaligrafi, dan melukis.)
Selir Jin terdiam untuk waktu yang lama, dan menghela napas, "Ini semua salahku."
Sebelum dia bisa berbicara lebih banyak, bel berbunyi. Yun Shang bangkit dengan tergesa-gesa, "Ibu, aku harus pergi sekarang. Aku hanya ingin berkunjung hari ini. Beberapa hari yang lalu, aku jatuh dan mengalami koma selama beberapa hari. Setelah aku bangun, aku berbohong dengan mengatakan bahwa aku bermimpi buruk setiap malam dan melarang para pelayanku untuk mendekat. Setiap kali para kasim dan pelayan mendekat, aku berteriak marah pada mereka. Sekarang, mereka tidak berani datang dan memeriksaku. Akhirnya aku mendapat kesempatan untuk mengunjungi Ibu. Tapi sekarang mereka akan bangun, dan aku tidak bisa mengambil risiko tinggal di sini lebih lama lagi. Aku tidak bisa membiarkan Ibu dihukum karena aku." Setelah mengucapkan kata-kata ini, Yun Shang bergegas ke pintu.
"Yun Shang..." Yun Shang berhenti dan menurunkan matanya saat dia mendengar ibunya memanggil. Dia berbalik, melepaskan gelang emas dari pinggangnya dan menyerahkannya kepada Selir Jin, "Ibu, aku keluar dengan terburu-buru tadi, dan tidak menyiapkan apa pun untuk Ibu. Ibu bisa mengambil gelang ini untuk ditukar dengan beberapa makanan. Para pelayan di istana semuanya serakah dan tidak berperasaan. Aku sangat menyesal bahwa Ibu harus menderita seperti ini. Aku akan menemukan kesempatan lain untuk mengunjungi Ibu lagi!" Setelah mengatakan itu, Yun Shang menutup kepalanya dengan tudung jubah dan bergegas menuju ke kegelapan di luar.
Selir Jin duduk di bangku dan melihat Yun Shang pergi. Dia tidak mengatakan apa pun untuk waktu yang lama.
Pengasuh Zheng bertanya, "Nyonya, apa tujuan sang Putri?"
Selir Jin pun menghela napas dan mengangkat matanya yang berkaca-kaca, "Pengasuh Zheng, apa aku terlalu egois? Pada awalnya, aku tidak ingin melihat sang Kaisar membawa selir-selir baru ke dalam istananya. Aku tidak ingin melihatnya jatuh cinta dengan wanita lain. Jadi aku memilih untuk bersembunyi di sini, tidak ingin tahu tentang segalanya. Aku mengira bahwa aku telah selamat dari masa-masa yang sulit. Tapi aku melupakan Yun Shang kecilku, dia adalah darah dagingku, dia masih terlalu muda untuk melindungi dirinya sendiri dari yang lain..."
Pengasuh Zheng terdiam beberapa saat, dan berkata, "Nyonya, Istana Belakang memang selalu jahat dan berbahaya. Anda membenci perselisihan yang tidak berarti sejak kecil, dan Anda melakukan hal yang benar dengan menjauhi keburukan. Untuk sang Putri, saya akan mencoba mencari seseorang untuk melindunginya besok. Nyonya sangat baik kepada banyak orang sebelum pindah ke sini. Saya yakin saya akan menemukan seseorang yang bersedia membantu Anda. Akan lebih baik jika sang Putri memiliki seseorang di sisinya."
Selir Jin mengangguk dengan sedikit linglung.
Yun Shang menghela napas lega saat dia menyelinap kembali ke Istana Nichang tanpa diketahui. Dia berhenti di gerbang dan mengerutkan kening saat sebuah pikiran muncul di benaknya. Dia hampir tidak tahu apa-apa tentang ibu kandungnya dan belum pernah melihat atau bertanya tentang dirinya sebelumnya. Yun Shang hanya bisa mengingat bahwa di kehidupan sebelumnya, ibunya sakit parah dan meninggal sebelum Upacara Pendewasaannya*. Yun Shang tidak tahu apakah kunjungannya akan mengubah nasib ibunya atau tidak. Tetapi itu tidak masalah. Sebanyak apa pun waktu yang dia miliki bersama ibunya, Yun Shang bersumpah untuk memperlakukan ibunya dengan baik kali ini.
(*TN: Di Tiongkok kuno, ketika wanita berusia 15 tahun, mereka menggunakan jepit rambut dan mengikat rambut mereka untuk menunjukkan bahwa mereka telah mencapai usia dewasa.)
Kembali ke kamarnya, Yun Shang memasukkan jubah hitam itu ke dalam sebuah peti, lalu duduk di tempat tidurnya. Dia memikirkan sebuah ide, dan dalam kegembiraannya, Yun Shang berlari ke aula dalam, tanpa alas kaki. Yun Shang menyipitkan matanya dan menatap ke arah lampu. Dia kemudian mengangkat tangannya dan mendorong lampu itu ke karpet. Yun Shang bergegas kembali ke kamarnya dan berbaring di tempat tidurnya untuk berpura-pura tidur.
"Kebakaran! Kebakaran!" Jeritan panik pun terdengar. Tak lama kemudian, kekacauan menyerbu Istana Nichang.
Sebuah suara berteriak, "Cepat! Sang Putri masih di kamarnya!"
"Temukan sang Putri!"
Yun Shang bangkit dari tempat tidurnya. Berdiri di pintu kamarnya, dia melihat api yang menyala sambil tersenyum. Dia mengira bahwa dia mati dengan penyesalan di kehidupan masa lalunya. Tetapi dia telah terlahir kembali.
Karena Tuhan telah memberikan Yun Shang kesempatan kedua untuk hidup kembali, dia tidak akan pernah membiarkan siapa pun untuk mempermainkan dirinya lagi. Bukankah kedua wanita itu terobsesi dengan kekuasaan dan kekayaan? Dia akan mengambil apa yang mereka miliki sekarang, sedikit demi sedikit.