Putri delapan tahun: Feniks terlahir kembali
Penulis:Gilang Nashiruddin
GenreSejarah
Putri delapan tahun: Feniks terlahir kembali
Dua hari kemudian, seperti yang diharapkan, sang permaisuri membawa beberapa orang ke istana. Dia mengatakan bahwa Yun Shang kerasukan, karena dalam waktu singkat, ada dua peristiwa aneh yang terjadi. Pertama, dia jatuh dari loteng dan kemudian, istana tempat dia tinggal terbakar. Sang permaisuri mengirim seseorang untuk memanggil seorang biksu yang ahli dari Kuil Lingyun agar mengadakan pengusiran roh jahat untuk Yun Shang.
Sang permaisuri tiba tepat saat Yun Shang baru saja menyelesaikan sarapannya. Memutuskan untuk tidur siang, sang putri muda pun meninggalkan meja. Saat dia berjalan melewati jendela, dia melihat para pelayan sedang membungkuk untuk memberi hormat kepada permaisuri. Yun Shang menguap dan mengedipkan mata pada Qin Yi. Qin Yi diam-diam meninggalkan istana.
Yun Shang berjalan keluar dari istana dan menghampiri sang permaisuri. "Ibu, apa yang Ibu lakukan di sini? Ini terlalu berisik. Aku ingin tidur siang, tapi sekarang aku tidak bisa tidur." Dia menguap lagi untuk menekankan maksudnya.
"Adikku, kamu adalah Putri yang lebih muda. Bagaimana bisa kamu mengabaikan sopan santunmu di hadapan begitu banyak pelayan dan kasim? Kamu harus berhati-hati. Tidak baik dilihat oleh para pengasuh yang akan memberikanmu pelatihan untuk tata krama," ucap Putri Hua Jing.
Saat Yun Shang berbalik, dia melihat Hua Jing berdiri di belakang permaisuri. Hua Jing mengenakan gaun biru muda dengan sulaman kelopak bunga persik di sudut roknya, jepit rambut giok di kepalanya, dan jumbai manik-manik perak yang tergantung di jepit rambut itu. Semakin dia beranjak dewasa, tubuhnya terbentuk layaknya wanita dewasa. Yun Shang memperhatikan penampilan kakaknya yang memiliki pinggang ramping, bahu yang indah, pipi yang merona, dan mata yang cerah.
Yun Shang pun tersenyum. Tidak diragukan lagi bahwa Hua Jing benar-benar cantik. Tidak heran suaminya dari kehidupan sebelumnya memperlakukan Yun Shang dengan buruk dan memilih untuk bersama dengan Hua Jing.
Yun Shang berkata sambil tersenyum, "Kakakku juga ada di sini rupanya......"
Hua Jing mengangguk dan melangkah ke depan untuk meraih tangan Yun Shang. "Kudengar ritual pengusiran roh jahat lebih menakjubkan dan menarik daripada akrobat rakyat. Aku sengaja datang ke sini untuk melihatnya. Kamu sudah di luar. Ayo kita melihatnya bersama!"
Saat Hua Jing menyentuh tangannya, Yun Shang memaksakan sebuah senyuman. Mendengar Hua Jing berbicara dengannya dengan penuh kasih sayang, membuat Yun Shang marah. Dia berpikir bahwa Hua Jing pasti senang melihatnya menderita.
Yun Shang tidak menunjukkan emosinya. Sebaliknya, dia berkata, "Baiklah, aku akan pergi bersamamu. Apa yang menurut Kakak menarik, itu pasti menarik. Aku tidak ingin melewatkannya." Yun Shang berbalik untuk melihat sang permaisuri. Dia terlihat anggun dan cantik dalam jubah feniks. Roknya terbentang di belakangnya; warna-warna berkilauan di bawah sinar matahari pagi. Sang permaisuri sedang menatap Yun Shang dan Hua Jing dengan senyum lembut. Dia benar-benar terlihat seperti seorang ibu yang ramah dan baik hati.
Yun Shang pun tersenyum dan berbalik. "Ritual ini pasti akan memakan waktu cukup lama. Kalian akan kelelahan jika terus berdiri di sini. Pelayan, pergilah ke istana dan bawakan tiga kursi."
Setelah para kasim mengeluarkan kursi, Yun Shang berkata, "Silakan duduk, Ibu dan Kakak. Mari kita duduk dan menonton ritualnya." Setelah itu, dia duduk terlebih dahulu.
Yun Shang memperhatikan bahwa sang permaisuri mengerutkan kening karena melihat sikapnya yang kurang sopan. Tetapi itu hanya sesaat dan ekspresinya berubah normal dalam sekejap hingga Yun Shang bertanya-tanya apakah dia hanya membayangkannya. Dia tersenyum kemudian berbalik dan melihat bahwa Qin Yi berdiri di dekatnya. Merasakan sorot mata Yun Shang yang menyapu ke arahnya, Qin Yi menggelengkan kepalanya sebelum pergi.
Yun Shang pun mengerutkan kening. Kemudian dia melihat bahwa para kasim telah menyiapkan tempat lilin. Sang biksu Tao membuat gerakan dengan tangannya yang menyiratkan bahwa ritual telah dimulai. Dia mengeluarkan pedang dan menghunuskannya di depan tempat lilin, menutup matanya dan menggumamkan mantra. Setelah itu, sang biksu mengambil lonceng dan mulai melantunkan kalimat dan bergoyang mengikuti irama lonceng.
"Godaan mungkin menguasai seseorang untuk sementara waktu. Tapi manusia harus ingat untuk mengikuti jalan yang benar. Mereka yang memilih jalan kebajikan akan menghargai kehidupan, sementara mereka yang memilih jalan kejahatan akan mengabdikan diri sendiri untuk mencegah hal-hal baik. Mereka yang berada di jalan kebajikan dan welas asih akan menjalani kehidupan yang bahagia dan memuaskan, sementara mereka yang mengikuti jalan kejahatan akan menemukan diri mereka terperangkap dalam lingkaran ketidakbahagiaan, keserakahan, dan keegoisan..." Sang biksu menggumamkan mantra sebelum menyesap air dari mangkuk yang diletakkan di dekat tempat lilin. Dengan pedangnya, dia mengambil beberapa kertas jimat*. Sambil terus mengucapkan mantra, dia membawa kertas-kertas jimat itu ke lilin. Setelah ujung kertas terkena api, dia memercikkan air pada kertas-kertas jimat itu. Kertas-kertas jimat mulai terbakar, mengeluarkan aroma kayu cendana yang kuat.
(*TN semacam kertas kuning dengan tulisan mantra, yang dianggap memiliki kekuatan sihir dan dianggap membawa keberuntungan.)
Yun Shang menutup matanya dan menarik napas dalam-dalam. Tiba-tiba tubuhnya tersentak. Dia menyadari bahwa sang biksu Tao tidak menggunakan kayu cendana.
Di kehidupan sebelumnya, dia menyempatkan waktunya untuk belajar tentang agama Buddha demi menyenangkan ibu mertuanya, seorang penganut agama Buddha. Meskipun dia bukan ahli dalam agama Buddha, dia tahu bahwa umat Buddha menggunakan kayu cendana sementara penganut Taoisme menggunakan kayu gaharu. Dia yakin bahwa yang tercium olehnya adalah aroma kayu cendana. Dia tidak akan pernah salah mengenali aromanya yang khas.
Yun Shang melihat Qin Yi muncul kembali. Dia berdiri di antara sekelompok pelayan yang menunggu. Saat Yun Shang melihat padanya kali ini, Qin Yi menganggukkan kepalanya. Yun Shang pun tersenyum untuk beberapa saat. Dari sudut matanya, Yun Shang menyadari bahwa Hua Jing memperhatikannya sejak kayu cendana itu mulai berasap.
Untuk beberapa alasan, aroma yang tercium adalah kunci untuk ritual itu.
Yun Shang mendengar beberapa suara aneh datang dari luar istana. Memikirkan hal-hal ini, dia bisa memperkirakan apa yang akan terjadi selanjutnya. Tetapi dia tidak tahu bagaimana sang permaisuri yang berpura-pura berhati baik dan Putri Hua Jing yang terlihat sopan akan bereaksi.
Yun Shang meletakkan tangannya di dahinya sambil berpikir. Begitu tangannya menyentuh alisnya, Hua Jing berbicara, "Adikku, apa kamu baik-baik saja? Apa kamu merasa sakit?"
Yun Shang mengangguk dan berkata, "Aku tidak tahu mengapa, tapi aroma ini membuatku mual dan aku merasa kepalaku berdengung." Yun Shang berkata kepada sang permaisuri dan Hua Jing dengan senyum yang dipaksakan, "Aku merasa tidak enak badan. Aku akan pergi ke kamarku untuk beristirahat."
Sang permaisuri mengangguk. Tetapi, Hua Jing tidak bisa melewatkan kesempatan ini untuk mempermalukan Yun Shang di depan umum. "Biksu Tao belum menyelesaikan ritualnya. Tetaplah bersamaku sebentar lagi."
Yun Shang memandang Hua Jing dan melambaikan tangannya. Dia berbicara dengan berpura-pura kesakitan. "Tidak, aku tidak bisa. Kepalaku pusing sekali dan sebaiknya aku beristirahat sekarang." Setelah mengucapkan itu, dia memberi isyarat kepada Qin Yin. Sang pelayan dengan cepat melangkah maju untuk memegang lengan sang putri muda.
Saat mereka menuju ke aula dalam, sang biksu berseru, "Singkirkan roh-roh jahat, maka kehidupan dapat diselamatkan. Dengan hati yang murni, Anda akan memiliki pikiran yang damai. Mereka yang terus mengamalkan ajaran Tao, akan memiliki jiwa yang abadi. Pergilah roh jahat!"
Tepat saat sang biksu menyelesaikan kata-katanya, Yun Shang merasakan semburan angin menyapu wajahnya. Sebelum dia bisa mengerti apa yang terjadi, sebuah pedang menghentikan jalannya.
Yun Shang hanya mengerutkan kening sementara Qin Yin kehilangan kesabaran dan berkata, "Beraninya kamu melakukan itu? Apa kamu akan membunuh Putri Yun Shang kami?"
Seruan Qin Yin menyadarkan kembali orang-orang yang menonton, tetapi tidak ada yang berani untuk menghentikan sang biksu. Tidak lama kemudian, sang permaisuri berkata, "Biksu Tao, apa kamu menemukan sesuatu yang tidak biasa?"
Sang biksu menatap Yun Shang dengan dingin sambil mendengus. Dia mengambil kertas jimat dari meja, dan menempelkannya di dahi Yun Shang. "Istana Qingxin akan tenang jika Putri Yun Shang tidak dihantui oleh roh jahat. Saya baru saja menempelkan kertas jimat untuk menahan roh jahat itu. Dan saya akan mengusirnya dari sang Putri dengan ritual pengusiran roh jahat…"
Kertas jimat itu pasti mengandung kayu cendana karena begitu ditempelkan di dahi Yun Shang, aromanya semakin kuat tercium. Yun Shang tersenyum. Dia melepas kertas jimat di dahinya, dan melemparkannya ke sang biksu. "Aku tidak kerasukan dan ritual ini palsu. Aku akan meminta ayahku untuk menyelidiki bisnis ini. Dari mana asalmu? Ibuku yang cantik, jangan tertipu oleh biksu Tao yang licik dan palsu ini..."
Sebelum Yun Shang selesai berbicara, suara keributan yang datang dari luar menarik perhatiannya. Orang-orang tidak mendengarnya karena mereka menatap Yun Shang. Tetapi saat suara itu semakin keras, semua orang berbalik untuk melihat. Karena pintunya terbuka, mereka bisa melihat langsung ke luar halaman. Beberapa sosok tampak bergegas ke arah mereka. Melihat ini, Qin Yi meraih lengan Yun Shang dan membantunya bersembunyi di balik pohon terdekat.