Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Penulis:LARK COLE
GenreRomantis
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Maria adalah seorang aktris yang amat hebat. Dia bersikap seolah-olah dia sangat peduli dengan ide bisnis Alina.
Sambil mencengkeram bagian belakang bangku dengan erat, Alina mengambil nafas dalam-dalam dan berkata, "Aku mau menggunakannya sebagai kantor pusat untuk cabang-cabang salonku." Tidak ada alasan untuk menyembunyikannya. Salon kecantikan Alina sudah memiliki lebih dari selusin cabang di Kota Harapan dan dia berencana menjadikan toko di kawasan pusat bisnis ini sebagai kantor utamanya.
Meskipun Alina masih bersikap tenang dan nada suaranya terdengar datar, tapi di dalam hatinya dia menjerit marah. 'Enam tahun yang lalu aku melakukan kesalahan. Aku seharusnya membunuh Maria daripada membuatnya bisu!'
Maria membalas senyum Alina, "Kebetulan sekali! Aku juga berencana membuka salon kecantikan di sana. Jadi sayang sekali aku tidak mungkin bisa menyewakan toko itu padamu. Kamu akan menjadi sainganku."
Maria sudah selesai berbicara untuk saat ini, dia lalu berdiri dan berjalan ke pintu, tidak menghiraukan wajah Alina yang tampak masam. Asisten Alina menghalangi jalannya, tetapi Maria lalu mendorongnya ke samping.
"Maria, berhenti!" Tidak ada seorang pun yang pernah membuat Alina semarah ini. Maria telah memberikan iming-iming untuk Alina, namun dia mengambilnya kembali ketika Alina sudah sedekat ini. Dia telah merebut mimpi Alina dan menginjak-injaknya. Bagaimana Alina bisa membiarkan Maria pergi begitu saja seperti ini?
Maria mengabaikan Alina. Dia berhenti cukup lama di ambang pintu untuk berkata, "Apa yang kamu harapkan? Aku bahkan belum memulai apa-apa denganmu. Ini baru awalnya saja. Apa kamu ingat apa yang pernah kamu lakukan padaku? Bagaimana kamu membiusku? Bagaimana kamu menggoda James saat kami masih menikah? Kamu beruntung aku melepaskanmu semudah ini!"
Setelah mengatakan itu, Maria berjalan keluar dari ruang tunggu serta membanting pintu di belakangnya.
Brakk! Alina sungguh murka, dia menghempaskan cangkir teh yang ada di meja hingga membuatnya jatuh ke lantai. Alina sangat marah sehingga dia hampir tidak bisa bernafas. 'Dasar kamu sialan, Maria! Awas saja! Aku akan segera menikahi James. Kamu harus ingat bahwa Keluarga Wijaya sudah menendangmu ke pinggir jalan. Jadi kenapa aku harus takut lagi denganmu?' Dan pada saat itulah Alina mendapat suatu ide cemerlang. Dia tahu siapa yang bisa membantunya membalas dendam.
Dalam perjalanan kembali menuju mejanya, Maria mendengar suara di lobi namun dia mengabaikannya. Dia menghiraukan tatapan dari para rekan kerjanya dan kembali bekerja seperti tidak ada masalah.
Alina meninggalkan wilayah Grup HM dan berjalan ke kantor Grup HL. Dia cukup yakin kalau James masih sedang bekerja.
Alina naik lift ke lantai 66. Lorenzo yang melihat kedatangan Alina segera berdiri dan mengantarnya ke kantor CEO.
James sedang menelepon seseorang. Dalam perjalanannya ke sini, Alina terus mengusap matanya hingga terlihat seperti baru saja menangis. Dia duduk di bangku yang ada di seberang James dan menunjukan sikap angkuhnya yang biasa. Dia sedang mencari cara terbaik agar dapat meyakinkan James untuk membantunya.
James menutup telepon setelah beberapa menit. Dia melirik Alina tetapi tidak mengatakan apa-apa.
Alina sudah terbiasa dengan sikap James itu. Dia pun mulai mengeluh dengan suara tercekat, "James! Aku perlu bantuanmu."
Ini pertama kalinya Alina bertingkah sedih seperti sedang patah hati. Paling tidak di depan James. Biasanya dia bersikap lembut dan anggun, layaknya seorang artis terkenal. Dia tahu James membenci wanita yang menangis. Alina lalu memutuskan untuk menunjukkan pada James betapa parah deritanya.
James yang bersandar di bangkunya sedang menyilangkan tangan di depan perutnya. Dia lalu berkata, "Apa masalahmu?"
"Itu si Maria! Entah bagaimana caranya, dia ternyata merupakan pemilik toko yang kuinginkan. Dia tidak akan menjualnya padaku. Dia membatalkan janji untuk bertemu denganku dua kali berturut-turut, padahal aku berusaha mendiskusikan masalah sewa toko itu dengannya. Akhirnya hari ini dia muncul, tapi dia menolakku. Katanya dia ingin membuka salon kecantikan juga. Mungkin itu hanya untuk membuatku kesal!"
James hanya diam, tapi Alina yakin dia pasti mendengarkan. Alina menyeka air mata palsunya, dia terus memohon dengan wajah yang pahit, "Aku tidak terlalu peduli karena janji yang sudah dibatalkan. Lagi pula, dia itu sepupuku. Tapi kali ini dia sudah kelewatan, iya kan?"
Alina ingin James melakukan sesuatu pada Maria. James adalah pria paling kejam yang Alina kenal. Bukankah James harus berusaha membahagiakan Alina? Mereka akan segera bertunangan bukan? Bahkan jika James tidak melakukan apa yang Alina inginkan, tapi dia masih bisa menyuruh anak buahnya untuk membalas dendam. Namun jika James setuju, maka Alina bisa menonton saja.
"Maria bahkan bilang kalau dia itu kembali ke sini untuk membalas dendam pada kita! Pantas saja dia tidak disukai oleh keluarganya sendiri. Sekarang aku mengerti. Ya ampun, Maria! Aku benar-benar menginginkan toko itu. Toko itu berada di sebelah Grup HL, sangat dekat darimu," kata Alina, rona merah menyebar di pipinya. Matanya yang berlinang air mata menatap James dengan penuh harap.
James berhenti sejenak untuk memastikan Alina selesai berbicara, lalu dia mengangguk, "Oh begitu. Summer akan membantumu."
Alina yakin jika James membantunya, maka dia pasti bisa mendapatkan toko itu. Alina dibanjiri air mata kebahagiaan. Dia berdiri dan berjalan ke arah James dengan gembira. Alina berkata dengan nada menggoda sambil memegang lengan James, "James, kamu baik sekali! Terima kasih! Setelah kita menikah, aku akan berusaha keras untuk menjadi istri yang baik. Aku akan berusaha agar pantas menyandang gelar Nyonya Wijaya."
Parfum Alina aromanya terlalu menusuk hingga James diam-diam mengambil langkah mundur agar tidak terlalu dekat dengannya. James mengangkat telepon dan menekan tombol untuk masuk ke saluran internal, "Summer, tolong datang ke kantorku."
Summer mengetuk singkat pintu kantor dan masuk. Dia menyapa James dan Alina, "Tuan Wijaya, Nona Kurniawan. Tuan perlu bicara dengan saya?"
"Saya mau agar kamu membeli properti milik Maria di Jalan Mulia Selatan," jawab James.
Summer menjadi kaget dengan situasi yang mendadak ini. Tapi dia berpikir dengan cepat. Wanita itu melirik Alina lalu mengangguk, "Baik, Tuan Wijaya." Summer terus menerus berusaha mencari waktu untuk makan bersama Maria dan kesempatan ini sekarang berada di genggamannya. Sekarang dia bisa bertemu dengan Maria.
Kemudian pada hari itu Summer menelepon Maria. Maria sama sekali tidak terkejut. Dia mengangkat telepon setelah melihat siapa yang meneleponnya, "Hei, Summer! Kamu tahu tidak belakangan ini aku mengidam apa? Hotpot di Jalan Sungai Bambu itu, apa mereka masih buka?"
Summer tersenyum sambil memperhatikan kegembiraan di dalam nada suara Maria. "Aku tidak tahu. Mungkin kita harus mencari tahu. Memang kapan kamu ingin bertemu?"
"Secepatnya!" Mereka sepakat lebih baik untuk bertemu sekarang.
Restoran hotpot tersebut masih ada di sana. Dulu itu adalah salah satu restoran yang terkenal di Kota Harapan dan masih seperti itu hingga sekarang. Kedua wanita itu saling berpelukan saat bertemu satu sama lain. Summer terkesan dengan Maria, dia memegang tangan Maria dan memperhatikannya, "Apa kabarmu? Sudah lama sekali! Kamu sekarang jadi lebih seksi. Pantas saja semua orang cemburu."
Maria mencubit pipi Summer sambil tersenyum lebar. Kemudian mereka duduk berhadap-hadapan, "Ya ampun, apa sih! Kamu juga dari dulu selalu cantik. Sepertinya pipimu menjadi semakin merona. Jadi, ada kabar apa?"
"Aku sudah menikah dengan pacarku di saat kuliah!" Kilatan kebahagiaan muncul di mata Summer saat dia mengatakan hal itu. Summer melambaikan tangan kirinya dengan usil untuk menunjukkan berlian kecil yang berkilauan di jari manisnya.
Maria menghela nafasnya berlebihan, "Wah! Selamat ya! Kamu biasanya sangat sibuk bekerja, bagaimana bisa ada waktu?"
Summer tertawa ketika mendengarnya, "Mungkin kita harus memesan sesuatu!"
Mereka sudah berteman sejak Maria dan James dulu menikah. Summer adalah asisten khusus James. Dia telah membantu mereka dalam segala hal, baik umum maupun pribadi.
Awalnya, hubungan mereka hanya sebatas pekerjaan. Tapi dengan cepat Maria dan Summer kemudian berteman. Maria selalu baik dan murah hati. Summer sangat teratur dan memiliki ide-ide hebat. Mereka sudah tidak berhubungan selama enam tahun lamanya, tetapi mereka masih berteman.
Summer mengambil sepotong babat sapi yang dimasak dari panci mendidih dan meletakkannya di piring Maria, dia lalu bertanya, "Kenapa kamu datang dengan Norman di pesta ulang tahun Alina?"
"Aku ingin membuat James kesal," jawab wanita itu jujur dan tersenyum mengejek dirinya sendiri. "Tapi itu tidak berhasil. Sepertinya dia sama sekali tidak peduli padaku."
Maria bukan wanita bodoh. James mungkin tahu dia pergi ke Vila Harmoni setelah pesta itu. Dia membiarkannya berdiri di luar vila sepanjang malam.
'Dia bahkan lebih dingin daripada yang kukira,' pikir Maria dalam hati. Dia mengunyah makanannya dengan keras sambil membayangkan bahwa itu adalah tulang James yang digigitnya.
"Menurutku tidak begitu. Tuan Wijaya peduli padamu hingga membayar empat triliun rupiah. Tunjangan yang kamu dapatkan sebanyak itu kan?" James selalu bersikap masa bodoh dengan semua orang dan tidak ada yang tahu apa yang dia pikirkan. Namun, setelah bekerja untuknya selama beberapa tahun, Summer percaya bahwa James peduli pada Maria.
Putra mereka meninggal saat Maria merawatnya. Itulah mengapa James menyalahkan Maria.
Maria berhenti makan saat mendengar itu, masih memegang sumpit di tangannya. Dia memandang Summer dan bertanya, "Apa katamu? Empat triliun rupiah? Kamu dengar dari siapa aku mendapat uang sebanyak itu?" Enam tahun lalu, saat Maria meninggalkan Kota Harapan, dia hanya memiliki beberapa juta rupiah di bank.
Summer menjadi sedikit bingung dengan reaksi Maria, "Ada apa, Maria?"
Tapi Summer ada di sana saat itu. Dia mendengar sendiri James meminta Lorenzo untuk melakukannya. Jadi Maria harusnya mendapatkan empat triliun, 'kan?
Maria tidak bisa mempercayai apa yang didengarnya. "Summer, apa kamu yakin?"