Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sambil menatap kunci yang memiliki kode, Maria memutuskan untuk mencoba kata sandi asli yang dia buat enam tahun lalu. Dia harus menggunakan cara lain jika itu tidak berhasil. Kata sandinya adalah 361110. 6 Maret adalah hari ulang tahun Arthur, sementara 10 November adalah hari ulang tahun James.
Maria terkejut karena setelah memasukkan semua enam digit nomor, suara bip yang menggembirakan kemudian terdengar. Dia mencoba membuka pintu yang berat itu dan sangat senang karena ternyata kuncinya sudah terbuka.
Tangan Maria gemetar. Dia sedang berdiri di pintu ruang tamu sambil membeku seperti patung. Maria sudah penuh persiapan untuk datang ke sana. Di dalam ranselnya terdapat banyak peralatan, salah satunya adalah alat yang bisa digunakan untuk meretas kunci elektronik, tapi sepertinya sia-sia saja dia membawa itu semua.
Kemudian Maria tiba-tiba mengalami rasa pedih penuh penyesalan. Jika Maria sebelumnya tahu bahwa kode sandi pintu itu masih sama, dia pun tidak akan pernah mengorbankan martabatnya dan meminta izin James untuk datang ke sini. Dia akan datang dan membukanya. Semua yang dia lakukan—bertemu dengan James, menanggung hinaan, serta meminum tiga botol minuman keras itu hanya bertujuan untuk membawanya ke titik ini.
Saat Maria tersadar dari lamunannya, dia pun tahu apa yang harus dia lakukan selanjutnya.
Dia meletakkan ranselnya di dekat pintu dan mengambil senter dari sana. Maria melepas sepatunya dan berjalan ke ruang tamu tanpa alas kaki.
Sinar senter berzig-zag di sekitar ruangan yang sunyi senyap. Maria melihat sekelilingnya dengan hati-hati. Sepertinya vila itu tidak berubah sedikit pun pada pandangan pertama, tetapi perlahan-lahan Maria memahami bahwa sebenarnya ada perubahan yang tak begitu kentara.
Foto besar yang dia gantung di dinding yang diambil saat Arthur masih berusia satu bulan sudah hilang.
Semua perabotan sudah ditutupi dengan kain berwarna putih. Maria mengulurkan tangannya untuk menyentuh suatu sudut. Jemarinya penuh dengan debu sekarang. Dia tahu bahwa sudah lama sekali tidak ada seorang pun yang tinggal di sini.
Maria menginjak lantai yang dingin lalu berjalan ke sudut ruang tamu. Dulu di sana ada lemari, tapi sekarang juga sudah tidak ada.
Enam tahun yang lalu, Arthur mengalami kecelakaan di sana. Maria mendengar Arthur berteriak dan melihat darah di lantai.
Adegan yang amat tragis itu terulang kembali di dalam benak Maria. Maria mengepalkan senter di tangannya lalu napasnya semakin memburu. Dahinya penuh dengan keringat dan dia merasa jantungnya akan meledak.
Di bayangannya, Maria kembali melihat Arthur dengan senyumnya yang manis. Suara Arthur yang memanggilnya "Mama" bergema di telinganya.
Maria mengulurkan tangannya dan memanggilnya dengan lembut, "Arthur... Mama sudah kembali." Dia melihat Arthur merentangkan lengannya yang gemuk untuk dipeluk.
"Arthur, Mama rindu sekali denganmu!"
Maria ingin menyentuh wajah bocah itu, tetapi Arthur menghilang dalam sekejap mata.
Di depannya hanya ada lantai yang kosong. Suara Arthur hilang lagi. Maria dikelilingi oleh keheningan yang mencekam.
Dia menutupi hatinya yang sakit dengan tangannya, air mata membasahi wajahnya yang cantik. 'Arthur, Arthur-ku!'
Setelah beberapa lama, Maria mulai tenang dan berjalan menaiki tangga dengan langkah berat.
Tidak banyak yang berubah di lantai dua. Maria masih berjalan tanpa alas kaki di sepanjang karpet lembut menuju pintu ruang terdalam. Itu adalah kamar tidur utamanya, kamar yang dia lihat dari gerbang vila pada malam pertama dia kembali ke Kota Harapan.
Maria meletakkan tangannya di kenop pintu dan membuka pintu kamar itu dengan lembut.
Meskipun masih ada perabotan di dalamnya, namun kamar tidur yang luas itu tampak kosong.
Ada ranjang besar di tengah yang ditutupi oleh kain. Tempat tidur bayi di samping ranjang serta foto pernikahannya dan James di dinding enam tahun lalu juga hilang.
Maria telah menghabiskan sebagian besar waktunya bersama Arthur di sini, meskipun ruangan ini adalah kamar tidur utama. Dia masih bisa mencium aroma yang dipancarkan oleh putranya. Atau itu hanya imajinasinya?
Maria berjalan ke kamar di seberang kamar tidur utama. Itu seharusnya adalah kamar tidur Arthur, tapi tidak pernah digunakan.
Dekorasi ruangan itu masih sama seperti enam tahun yang lalu, kertas dindingnya dihiasi dengan binatang-binatang kartun kecil. Tapi foto-foto itu telah dilepas dan tempat tidur Arthur dipindahkan ke sini. Maria melihat sekeliling ruangan itu dengan hati-hati lalu menemukan semua fotonya dan Arthur yang ditempatkan di dalam sebuah kotak.
Maria membuka kotak itu dan mengambil satu foto. Itu adalah foto mendiang putranya. Air mata menggenang di matanya. Maria berusaha keras untuk tidak menangis sambil menutup mulutnya dengan erat.
'Arthur, Mama di sini. Mama rindu sekali denganmu!'
Pada saat itu, Maria tidak bisa melakukan apa-apa selain memegang foto putranya dan menangis. Tubuhnya bergerak maju mundur sambil menangis dalam kesedihan.
Di luar vila, ada seorang satpam yang melintas. Satpam itu ketakutan saat dia mendengar suara tangisan. Dia ingat salah satu temannya pernah bilang bahwa ada seseorang yang meninggal di sini enam tahun yang lalu. Dia bertanya-tanya siapa atau apa yang membuat suara itu.
Ketika dia berhenti untuk mencoba mendengarkan, namun tangisan itu tampaknya telah memudar. Mungkin itu hanya imajinasinya. Dia mengumpulkan keberaniannya dan berjalan beberapa langkah menuju gerbang vila. Kemudian dia berhenti lagi dan berusaha mendengarkan sebentar, tetapi dia masih tidak mendengar apa-apa.
Dia pun yakin kalau dia sebelumnya hanya salah dengar. Satpam itu hampir pergi ketika tangisan seorang wanita kembali terdengar dari dalam vila.
Kali ini, satpam itu sungguh ketakutan sehingga kakinya menjadi lemas dan dia hampir kencing di celana. Dia tidak cukup berani untuk masuk dan melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi di dalam vila. Sebaliknya, dia malah kabur dengan perasaan aneh.
Satpam itu berlari ke ruang pemantauan sambil terengah-engah. Para satpam lainnya kemudian menatapnya. Kedua matanya tertuju pada layar monitor, tetapi dia tidak bisa melihat apa pun dalam dua jam berikutnya. Satpam itu menjadi semakin ketakutan. Dia akan selalu menghindari vila itu mulai malam ini karena dia takut akan melihat sesuatu yang mistis.
Sebelum matahari terbit, Maria telah mengembalikan semua barang yang ada di Vila Harmoni ke tempat semula dan pergi diam-diam sebagaimana dia masuk.
Anak panah berujung pemutup lensa yang dia gunakan akhirnya kehilangan daya hisapnya serta jatuh ke tanah tidak lama setelah Maria pergi. Layar monitor menjadi normal kembali.
Grup HM telah setuju untuk mempekerjakan Maria sebagai sekretaris di sana. Manakah tempat persembunyian yang lebih baik daripada di depan mata? Maria tidak peduli meskipun pekerjaan itu bukan posisi penting dengan gaji yang rendah. Dia hanya perlu menetap di Kota Harapan agar bisa menjalankan rencananya selangkah demi selangkah.
Maria menjadi lebih berani karena dia sudah masuk ke Vila Harmoni dan menginap di sana semalaman tanpa diketahui siapa pun.
Malam itu dia pergi ke sana lagi melalui rute yang sama. Kali ini, Maria membawa beberapa perlengkapan hariannya yang sederhana. Untungnya, saat ini masih musim panas sehingga Maria tidak perlu membawa terlalu banyak. Maria tinggal di sana sepanjang minggu, dia membenamkan dirinya dalam ingatannya tentang Arthur.
Itu adalah malam musim panas yang terik. Ada seorang pria yang muncul di pintu Vila Harmoni, setelah beberapa detik kunci pun berbunyi, membiarkan pengunjung misterius itu masuk. Sepatu kulit hitamnya yang baru bersinar di bawah sinar bulan. Matanya yang dingin mengamati kegelapan di sana, lalu dia melangkah masuk ke ruang tamu.
Lantai pertama vila itu memang sunyi senyap seperti biasanya. Pria itu berdiri diam di lantai bawah selama beberapa menit, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Akhirnya dia melonggarkan dasinya dan menaiki tangga ke lantai dua.
Karpet koridor di lantai dua yang berwarna putih terlihat bersih seperti baru. Dia masih mengenakan sepatunya dan berjalan di atas karpet itu.
Pria itu tiba-tiba merasa seperti ada sesuatu yang salah ketika dia mendekati kamar utama. Ada sebuah petunjuk dari sesuatu yang aneh. Dia berhenti di depan pintu. Meskipun pintunya tertutup, namun pintu itu tidak terkunci seperti seharusnya.
Enam bulan telah berlalu sejak James terakhir kali berada di sini. Dia ingat bahwa dia menutup pintu itu ketika dia pergi. Tidak ada orang lain yang bisa masuk ke sini tanpa izinnya. Dia mulai melihat sekeliling ruangan itu sambil bertanya-tanya.
Namun tepat pada saat itu, mata Maria terbuka. Dia hampir tertidur tapi dia tahu ada yang tidak beres. Dia merasa ada seseorang di luar pintu. Maria kemudian duduk dan terdiam.
'Ini jam 1 pagi. Siapa yang datang ke sini selarut ini?' Maria bertanya-tanya dalam hati.
Dia bisa mendengar kenop pintu yang diputar perlahan. Maria tidak punya waktu untuk menebak siapa itu di luar sana. Dengan cepat dia turun dari tempat tidur dan bersembunyi di balik tirai tebal. Maria meninggalkan selimut tipis dan bantal di ranjang besar itu.
Untungnya Maria tidak menutup tirai sebelum dia pergi tidur karena dia tidak ingin menarik perhatian para satpam. Sinar matahari yang akan membangunkannya dari tidur. Maria setenang tikus, indranya waspada dan tubuhnya tegang. Dia menahan nafasnya dan mencoba untuk membuat dirinya tidak terlihat.
Pengunjung misterius itu kemudian membuka pintu. Tapi dia tidak masuk ke kamar. Mata elangnya menyapu seluruh ruangan. Dia tidak melihat siapa pun di sana tetapi dia mencium aroma yang samar.
Dia mengendus-endus. 'Parfum? Seorang wanita?'
Kemudian dia masuk ke kamar dan melihat bahwa kain di ranjang besar itu telah dilepas. Di bawah sinar bulan yang masuk melalui jendela, dia bisa melihat bantal dan selimut yang kusut. Terlihat jelas bahwa seseorang telah menggunakan ranjang ini.
Pria itu berjalan menuju ranjang dengan tenang. Perlahan-lahan wajahnya terlihat di bawah sinar bulan. Ternyata orang itu adalah James. 'Di mana dia?' James memegang ranjang yang masih terasa hangat itu. Artinya penyusup itu tidak mungkin pergi jauh.
James juga tidak tahu sudah berapa lama orang itu berada di sini. Maria bisa mendengarnya bahkan di karpet lembut itu. Itu berarti dia tidak berurusan dengan penyusup biasa.
Dalam kegelapan, bibir pria itu membentuk senyuman yang tak dapat diduga. Dia melihat jendela ruangan itu yang masih tertutup, dan tidak ada banyak perabotan, ini berarti orang itu mungkin masih ada di sini.
James terus mencari dan matanya yang tajam akhirnya jatuh ke tirai di sudut. Itulah satu-satunya tempat penyusup ini bisa bersembunyi. James kemudian berhenti untuk bergerak maju. Dia tidak terburu-buru untuk mengambil langkah berikutnya karena dia yakin di situlah penyusup tersebut berada. Dia harus bersabar, seperti ular yang sedang mengintai tikus.
Maria tidak bisa melihat apa-apa dari balik tirai tebal itu. Dia mencoba mendengarkan suara untuk mencari tahu apakah orang itu masih di sana, tetapi dia hanya bisa mendengar detak jantungnya sendiri. Maria mulai menjadi sangat gelisah dan bibirnya pun kering.