Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Penulis:LARK COLE
GenreRomantis
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Di pagi hari, para karyawan bergegas pergi bekerja, begitu pula dengan Maria. Maria berlari menuju lift Grup HM di lantai pertama dengan rambut panjang bergelombang yang tergerai.
Ketika Maria melihat bahwa pintu salah satu lift akan ditutup, dia pun berseru, "Tunggu!" Maria menekan tombol lift tepat pada waktunya untuk menghentikan lift itu naik.
Ada tiga orang yang sedang berdiri di dalam lift. Seorang pria berusia empat puluhan yang berdiri di depan dan dua orang lain yang berdiri di belakangnya, mereka terlihat seperti asisten pria itu. Mereka bertiga menatap Maria, tapi Maria tampaknya tidak memperhatikan tatapan mereka ataupun suasana canggung di dalam lift. Sambil tersenyum meminta maaf, Maria berkata kepada mereka, "Maafkan aku, jika tidak begini maka aku akan terlambat kerja."
Maria melangkah masuk lift dengan sepatu hak tingginya, dia lalu berbalik dan menekan tombol untuk menutup pintu.
Detik berikutnya, dia menekan tombol lantai 22, di mana Departemen Sekretaris berada.
Wanita yang berdiri di belakangnya memecah kesunyian sambil bertanya dengan tegas, "Kamu berasal dari departemen mana?"
Maria menoleh padanya dengan bingung. "Apakah kamu sedang bertanya padaku?"
Wanita itu mengangguk dengan datar.
Maria merapikan rambutnya yang panjang dan menjawab dengan sopan, "Oh, aku dari Departemen Sekretaris. Aku baru bekerja di sini."
Kecurigaan wanita itu terbukti dan dia pun berkata, "Tidak heran. Nona, hati-hati lain kali. Ini adalah lift eksklusif CEO. Kamu tidak boleh menaiki lift ini."
"Ups! Aku minta maaf. Terima kasih karena sudah memberitahuku!" Maria menutup mulutnya dengan tangan karena terkejut. Kemudian lift itu menjadi sunyi lagi, Maria berpikir sebentar lalu menatap pria yang berdiri di depannya sebelum berkata dengan lembut, "Permisi, Pak. Apakah Anda adalah Tuan Galendra, CEO dari Grup HM ini?"
Pria itu mengangguk dengan sedikit rasa geli di matanya. "Tidak apa-apa. Kamu kan tidak tahu. Tapi lain kali harus lebih berhati-hati."
Maria melepaskan tangannya yang menutupi mulutnya dan memperlihatkan bibir merahnya yang indah sekali lagi. Dia memandang pria itu dengan penuh kekaguman, "Tuan Galendra, Anda benar-benar baik hati! Omong-omong, saya tidak menyangka Anda masih begitu muda! Saya kira seseorang yang mengelola perusahaan sebesar ini sudah berusia lima puluhan, tetapi Anda terlihat paling tidak masih berusia tiga puluhan. Luar biasa sekali!"
Semua orang tahu bahwa Maria sengaja menyanjung Colby Galendra, tetapi intinya Maria bisa terdengar normal seakan dia mengatakan yang sebenarnya. Terlebih lagi, Maria adalah wanita yang menarik, jadi perkataannya tadi terdengar cukup menyenangkan di telinga Colby.
Colby pun tertawa. "Terima kasih. Saya sangat tersanjung. Sebaiknya Anda bekerja di Departemen Humas saja!" Colby mengamati Maria dari sudut matanya, mulai dari kepala hingga kaki, dia pun menyadari bahwa Maria memiliki lekuk tubuh yang bagus dan secara keseluruhan sangat menarik. Sayang sekali dia tidak bekerja di Departemen Humas.
Maria mengangguk dan pipinya merona merah. Maria ingin mengatakan beberapa kata lagi, tapi dia hampir tiba di lantai 22, jadi Maria mencoba menyimpulkan semuanya secepat mungkin, "Tuan Galendra, terima kasih banyak karena telah mengizinkan saya naik lift ini. Saya harap saya tidak membuang terlalu banyak waktu Anda. Saya berjanji tidak akan membuat kesalahan seperti itu lagi. Saya akan bekerja keras agar bisa berkontribusi sebanyak mungkin untuk perusahaan ini! Senang berkenalan dengan Anda."
Colby mengangguk senang mendengar perkataan tulus Maria. "Bagus! Teruskan kerja kerasmu!"
Maria meninggalkan lift itu dengan elegan dalam sepatu tingginya, dia pun segera menghilang dari pandangan ketiga orang itu.
Senyum di wajah Maria berangsur-angsur memudar saat pintu lift itu tertutup. Gosipnya istri Colby saat ini masih berusia dua puluhan. Mana mungkin wanita muda seperti itu mau menikahi pria tua yang jelek jika bukan karena uangnya?
'Apa itu cinta sejati? Yang benar saja! Aku tidak percaya!' Bibir Maria melengkung membentuk suatu seringai.
Maria sudah mengalami apa yang disebut cinta sejati dari sudut pandang keluarga kaya raya dan mendapatkan masalah karenanya. Oleh karena itu, dia mengingatkan dirinya sendiri, 'Maria, orang yang paling harus kamu cintai dan hargai di dunia ini adalah dirimu sendiri!'
Alina tidak meminta bertemu pemilik toko yang ingin dia sewa untuk yang ketiga kalinya di Kafe Miracle karena sudah dua kali mereka gagal bertemu. Sebaliknya, dia ingin menemui pemilik toko itu di rumahnya.
Tapi si pemilik toko menyuruh Alina untuk menemuinya di Grup HM, tempat dia bekerja sebagai sekretaris. Grup Kurniawan dan Grup HM keduanya sama-sama berpengaruh di Kota Harapan. Maka dari itu tidak sulit bagi Alina untuk mengetahui posisi dan gaji si pemilik toko. Dia tidak bisa menahan perasaan bingungnya. Bagaimana bisa seorang wanita yang memiliki toko di kawasan pusat bisnis masih harus bekerja? Untuk apa dia melakukan pekerjaan dengan bayaran rendah seperti itu?
Meski tidak masuk akal, namun Alina tetap pergi ke Grup HM dengan asistennya sesuai jadwal. Jika janji ini dibatalkan lagi, maka dia akan membuat si pemilik toko menderita.
Di ruang tunggu Departemen Sekretaris, segera setelah Alina duduk, para karyawan membawakan teh dan makanan penutup untuknya. Kebetulan semua orang di situ tahu siapa Alina dan karena itulah mereka ingin memanjakannya.
Untungnya, sang pemilik toko muncul tepat waktu. Beberapa menit setelah Alina duduk, asistennya masuk dan melaporkan, "Nona Kurniawan, sang pemilik toko sudah ada di sini."
Alina menghela nafas lega. Akhirnya dia bisa bertemu dengan orang itu. Namun detik berikutnya, kemarahan Alina karena janji yang dibatalkan dua kali lalu muncul kembali. 'Aku harus memberi wanita ini pelajaran!' pikir Alina.
Segera saja pintu ruang tunggu didorong terbuka dan seorang wanita yang mengenakan setelan jas masuk. Asisten Alina mengikutinya dan menutup pintu. Begitu Alina menatap orang itu, dia langsung menganga.
Selanjutnya dia berujar, "Maria, apa yang kamu lakukan di sini?" Alina ingin tahu sejak kapan Maria keluar dari rumah sakit.
Maria masuk sambil tersenyum dan tidak berkata apa pun hingga dia duduk di seberang Alina. "Aku di sini untuk mendiskusikan masalah sewa toko denganmu, Kakak sepupuku tersayang."
"Sewa toko? Memang kamu siapa? Aku di sini untuk berbicara dengan pemilik toko itu sendiri!" Alina menyilangkan tangannya di dada dan menatap Maria dengan bingung.
Maria menatap balik Alina sambil menekankan setiap suku kata. "Aku adalah sang pemilik toko."
"Mustahil!" Alina yang diliputi perasaan bingung segera berubah menjadi amat kaget. "Bagaimana kamu bisa membeli toko di lokasi yang harganya sungguh mahal? Tidak mungkin!"
Maria senang melihat Alina yang keheranan. "Kamu tidak salah dengar, Alina. Toko itu memang milikku!" Pada saat itu Maria mengeluarkan ponselnya. Dia menggulir ke bawah layar dan menemukan gambar sertifikat kepemililkan tokonya sambil menunjukkannya kepada asisten Alina.
Asisten itu memperbesar gambar sertifikat dan meletakkannya di depan mata Alina. Sekarang dia bisa dengan jelas membaca nama Maria sebagai sang pemilik properti.
Alina langsung tak bisa menguasai dirinya. "Bagaimana mungkin seorang wanita miskin sepertimu mampu membayar properti ini? Oh, sebentar! Aku mengerti! Apakah Norman yang memberikannya padamu?" Alina segera berhitung dengan cekatan di otaknya. Harga properti komersial di kawasan pusat bisnis Kota Harapan rata-rata sekitar 300 juta rupiah per m2, dan luas toko itu adalah 500 m2, yang berarti harganya setidaknya 150 Miliar rupiah seluruhnya.
Alina memandang Maria dengan rasa jijik. Tidak mungkin dia bisa membelinya. Pasti Norman yang membeli toko itu untuknya.
Maria berdiri dan berjalan ke arah Alina sambil mengambil kembali ponselnya. Dia mengingatkan Alina dengan tenang, "Tidak masalah apakah Norman yang memberikannya kepadaku atau bukan. Intinya aku adalah pemilik toko yang ingin kamu sewa. Sekarang terserah padaku apakah aku akan menyewakannya padamu atau tidak."
Alina melihat Maria dari ujung kepala hingga kakinya lagi. Meskipun Maria hanya mengenakan setelan biasa, namun dia bersikap sebagai wanita pengusaha yang sesungguhnya. Dia benar-benar berbeda dari wanita enam tahun yang lalu. Saat itu, Alina mulai menyadari bahwa asumsinya bisa jadi benar, bahwa Maria itu tidak sepolos kelihatannya dan tujuan sebenarnya di balik kepulangannya itu memang tidak begitu sederhana. "Jadi, kamu sengaja membatalkan janji denganku dua kali?" Alina bertanya dengan sadar.
Sambil bersandar di meja di sebelah Alina, Maria membungkuk dan berbisik di telinganya, "Betul sekali, itulah yang kulakukan!"
Tidak ada seorang pun yang berani melawan Alina dengan cara seperti ini. Terlebih lagi, orang yang menentangnya adalah Maria, yang dulu selalu dia anggap sebagai seorang pengecut. Wajah Alina menjadi gusar saat dia berdiri, dia mengangkat tangannya untuk menampar wajah sepupunya itu.
Namun, Maria sudah memegang lengan Alina sebelum dia bisa menyentuhnya dan menasihati dengan santai, "Kalau kamu mau menyewa toko itu, kamu harus sopan dan berbicara denganku dengan hormat. Jangan berani-berani menyentuhku, atau kamu bisa pergi!" Kemudian, Maria mengibaskan lengan Alina sambil melepaskannya dengan agak kuat.
Alina langsung terhuyung-huyung karena kehilangan keseimbangan. Asistennya berada terlalu jauh untuk menolongnya. Alina sudah akan jatuh ke lantai jika saja dia tidak memegang bangku di sebelahnya. Dipenuhi rasa malu dan marah, Alina mengusap lengannya yang sakit sambil berteriak, "Maria, apa kamu sudah gila?"
Dahulu Maria merupakan anggota Keluarga Setiadi yang paling tidak disukai. Setelah dia menikahi James, ibu tiri Maria tidak pernah menyukainya. Dulu Maria selalu bersikap patuh dan lembut; dia belum pernah bertindak kasar kepada Alina sebelumnya.
Asisten Alina yang sadar bahwa Alina berada dalam posisi yang merugikan kemudian berdiri di depannya dengan protektif dan memperingatkan Maria, "Nona Setiadi, jika Nona tidak berhenti, maka jangan salahkan kami karena kami bersikap kasar!"
Maria mengabaikan asisten itu dan langsung bertanya kepada wanita yang merasa malu di belakangnya, "Alina, apa yang mau kamu lakukan dengan tokoku setelah kamu menyewanya? Ayo lihat apakah kamu suka dengan tata letaknya atau tidak."