Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Penulis:LARK COLE
GenreRomantis
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
"Ya. Aku mendengar Lorenzo berbicara dengan Tuan Wijaya. Dia bilang uang itu sudah ditransfer ke rekeningmu. Apa yang terjadi, Maria? Kamu sama sekali tidak pernah menerima uang itu, ya? Ya Tuhan!" Summer tercengang dan sulit bernafas.
Maria hanya mengangguk. Hatinya dipenuhi oleh perasaan rumit saat ini. Dia tidak tahu James telah memberinya 4 triliun rupiah. 'Jadi, apa maksudnya melakukan itu? Apakah dia peduli padaku? Meski hanya sedikit?'
Summer meletakkan sumpitnya dan bergumam, "Lalu ke mana perginya uang itu?"
'Pertanyaan bagus!' pikir Maria. Maria juga memeras otaknya untuk mencari jawaban dari pertanyaan Summer. Setelah beberapa saat, Maria akhirnya menyimpulkan sesuatu dengan serius, "Aku yakin itu pasti ulah Lorenzo. Judy juga pasti terlibat dalam hal ini! Sudah kuduga!"
Judy Putra merupakan ibu tiri James, yang juga mantan ibu mertua Maria. Judy tidak pernah menyukai Maria dan hanya menantikan suatu alasan agar bisa mengusirnya dari Keluarga Wijaya.
"Yang benar? Jadi Lorenzo berbohong kepada James dan mencuri 4 triliun! Berani juga orang itu." Summer berusaha untuk tetap tenang. Napas Summer sudah memburu, dia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
Maria mengambil sumpitnya dan mulai makan lagi, "Biarkan saja. Nanti aku akan menyelidiki misteri ini. Untuk saat ini kita lupakan saja hal itu, Summer. Aku lapar sekali!" 'Tidak peduli siapa pun yang mengambil uang itu, aku akan membuat mereka membayar harganya!' Maria sudah membuat keputusan. Kali ini dia tidak bisa mengandalkan Summer karena pencurinya adalah keluarga James sendiri. James mungkin tidak akan mempercayai Maria jika dia memberitahunya. Dia perlu bukti untuk ini.
Summer menghabiskan makanannya dan mengucapkan selamat tinggal pada Maria, dia pulang ke rumah untuk berganti pakaian sebelum kembali bekerja. Kemudian, dia melapor kepada James mengenai hal yang dia dan Maria telah sepakati, "Tuan Wijaya, saya minta maaf. Saya tidak bisa meyakinkan Nona Setiadi untuk menjual properti miliknya. Nona Setiadi berkata dia ingin mendiskusikannya dengan Tuan secara langsung."
James diam saja sambil menatap Summer. Summer merasa sedikit gugup di bawah tatapan James, tetapi dia masih memaksakan dirinya untuk bisa berdiri tegak dan melihat lurus ke arah James. Sebenarnya, dia bahkan tidak membicarakan hal ini dengan Maria sama sekali. Dia terlalu menikmati hotpot. Sebelum mereka kembali bekerja, Maria sudah memberi tahu Summer mengenai apa yang harus dia katakan pada James.
Itu hanya berlangsung beberapa detik tapi terasa seperti tiada akhir. James masih menatap Summer, lalu memberi dia perintah lain padanya, "Katakan pada semua orang, tidak ada seorang pun di Kota Harapan yang boleh mempekerjakan Maria."
Jantung Summer berdetak kencang setelah mendengar titah James. Dia memandang James dan ingin membela Maria, "Tuan Wijaya, saya khawatir..." James menatap Summer dengan pandangan mematikan yang membuat Summer menahan kata-katanya.
'Maafkan aku, Maria. Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Tuan Wijaya adalah orang yang menggajiku.' Summer menunduk, dia merasa bersalah.
Tidak ada seorang pun yang berani menentang James.
Malam itu, Grup HM memecat Maria. Mereka memecatnya dengan sebuah alasan yang dibuat-buat. Maria tidak tahu hal itu sampai dia muncul keesokan paginya untuk bekerja.
Kepala Departemen datang mencarinya secara pribadi. Dia mengelilingi Maria dengan wajah serius sambil menatapnya dari atas ke bawah, pada akhirnya dia berkata, "Maria, kamu tidak memasang kancing terakhir pakaianmu dengan rapih. Karena kamu tidak peduli dengan citramu sendiri, maka kamu saya pecat! Bersihkan mejamu dan pergi dari kantor ini!"
Maria terdiam karena merasa alasan pemecatannya itu sungguh konyol. Rasanya hampir seperti suatu lelucon.
Dia belum pernah mendengar hal sekonyol itu sebelumnya. Maria sungguh merasa kesal dan segera melemparkan foldernya ke atas meja, "Itu konyol sekali! Bagaimana dengan orang-orang yang tidak memasang dua atau tiga kancing mereka?"
Semua orang di kantor ketakutan dan menundukkan kepala untuk memeriksa apakah kancing mereka sudah terpasang dengan baik.
Kepala Departemen menjadi panik saat melihat reaksi Maria. Dia tidak menyangka Maria akan melawan. Dia menggaruk dahinya dengan jari kelingkingnya dan berkata sambil cemberut, "Begini, kamu itu anak baru di sini dan masih dalam masa percobaan. Saya yang memutuskan apakah kamu lanjut bekerja atau selesai. Sudah jangan mempersulit situasi ini. Kemasi saja barang-barangmu."
Maria masih tidak mau menyerah. "Saya sudah bekerja di sini selama sepuluh hari dan pekerjaan saya amat bagus. Saya perlu alasan yang sebenarnya, bukan alasan yang dibuat-buat!" Maria menyilangkan tangannya di depan dadanya sambil menatap Kepala Departemen.
Kepala Departemen hanya menjalani perintah. Itu bukan masalah pribadinya. Dia merasa kesulitan untuk sejenak, kemudian dia mendekati Maria sambil melihat sekeliling untuk memastikan tidak ada yang mengawasinya. "Dengar ya," bisiknya. "Kamu membuat seseorang marah atau bagaimana?"
Bosnya mengatakan kepadanya bahwa Maria telah membuat James marah. Tapi dia tidak akan membiarkan Maria mengetahuinya.
Maria adalah wanita yang pintar. Dia langsung paham dan tahu persis apa yang sedang terjadi. Maria tidak marah pada Kepala Departemen karena dia hanyalah sebuah pion catur di permainan ini, "Baik, saya mengerti. Saya akan mengemasi barang-barang saya. Ini bukan salah Bapak."
'Jadi James adalah biang keladinya. Bagus sekali James!' Maria mengangguk.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Maria mulai mengemasi barang-barangnya dan pergi meninggalkan kantor itu.
Kepala Departemen menghela nafas lega setelah selesai menangani kejadian yang menantang itu. Dia menyeka keringat yang membanjiri dahinya.
Sekembalinya Maria di kamar hotelnya, dia lalu mengirimkan resume ke perusahaan-perusahaan lain melalui aplikasi mereka. Tapi mereka semua langsung menolaknya.
Jika ini semua adalah ulah James, maka dia benar-benar serius. James tidak hanya ingin Maria dipecat, namun juga terusir dari Kota Harapan. Maria tersenyum karena merasa tak berdaya.
'Paling tidak aku sudah bertemu Colby Galendra, ' pikir Maria.
Alina sedang berada di spa bersama Stella saat dia mendengar berita itu. Masker tanah liat di wajahnya hampir pecah ketika dia tersenyum bahagia. Ini semua sungguh luar biasa bagusnya. Asistennya berkata bahwa James sudah mengatur segalanya sehingga Maria tidak akan bisa menemukan pekerjaan apa pun di Kota Harapan. Alina menjadi amat senang.
Dia merasa jauh lebih baik karena tindakan James itu. Dia pun tidak marah lagi, itu membuktikan betapa James sangat menyayanginya.
Stella melihat Alina dengan penuh kekaguman lalu berkata, "Alina, Tuan Wijaya benar-benar mencintaimu! Aku dengar Maria dipecat dari kantornya. Rasakan! Dia benar-benar mampus!"
"Maria terlalu percaya diri dan sombong. Bisa-bisanya dia berharap untuk menjadi yang teratas? Dia itu terlalu naif!" Nada suara Alina terdengar penuh dengan rasa puas. Dia yakin bahwa James bisa membantunya untuk mendapatkan toko yang dia inginkan, 'Toko itu akan jadi milikku!'
"Benar sekali! Dia pikir dia itu siapa?" Stella mengangguk bersemangat dan yakin bahwa dia berada di pihak yang benar dengan Alina. Setelah Alina menikahi James, maka James juga akan lebih mengurus Keluarga Gunardi demi Alina.
Suasana hati Alina sepanjang hari sungguh baik. Setelah meninggalkan salon kecantikan, dia membeli sebuah tas tangan untuk Stella yang berharga lumayan mahal, harganya sekian miliar rupiah.
James menunggu Maria untuk menyerahkan propertinya dengan suka hati karena James telah menghancurkan karir Maria. Menurut James, Maria akan segera kehabisan pilihan dan harus meninggalkan Kota Harapan.
Namun sayangnya, hal itu tidak berjalan seperti yang James rencanakan. Alih-alih memohon belas kasihan atau meninggalkan Kota Harapan, Maria malah menyewa seorang desainer untuk tokonya. Pembangunan interior toko itu dimulai beberapa hari kemudian. James mendengar berita itu saat dia menanyakannya pada Summer.
James mampir ke daerah tersebut sepulang kerja. Di dalam keheningan malam, James memarkir mobil dan menatap melalui jendela depannya yang transparan. Summer memang benar. Ada seseorang yang sedang bekerja di dalam toko itu.
James bersandar di bangku mobilnya sambil menggosokkan kedua tangannya, 'Kenapa ini lama sekali? Aku sudah menghancurkan semua orang yang menantangku.' James sudah lupa bagaimana dia harus berurusan dengan orang-orang yang menentangnya karena itu sudah lama sekali.
Maria sungguh keras kepala. James harus melakukan sesuatu. James tidak peduli apakah dia seorang wanita atau bukan. Sudah waktunya untuk melakukan suatu tindakan yang lebih drastis.
Mobil Harkim hitam itu kemudian berjalan pergi namun tiba-tiba berhenti di sebuah persimpangan. Lorenzo berbalik dan menjelaskan situasinya kepada James, "Maaf saya berhenti tiba-tiba, Tuan Wijaya. Maria sedang berdiri di tengah jalan. Saya tidak bisa menabraknya begitu saja."
James berkata tanpa mengangkat kepalanya, "Lucu sekali, aku baru saja ingin menyuruhmu untuk melakukan hal itu. Lakukan saja."
Lorenzo mengangguk, "Baik, Tuan Wijaya." Di wajahnya lalu muncul suatu senyum jahat. Mungkin dia akan menyingkirkan Maria untuk selamanya.
Lorenzo hampir melakukannya ketika terdengar sebuah ketukan di jendela belakang mobil. Itu adalah Maria. "James, buka pintunya! Ayo kita bicara."
Suara Maria agak teredam oleh kaca di antara mereka, tapi semua orang di dalam mobil masih bisa mendengarnya.
Lorenzo tidak menghiraukan Maria dan hendak mempercepat laju mobil untuk pergi, tetapi pria di kursi belakang memberi isyarat padanya agar dia berhenti. James menurunkan jendela lalu melirik Maria sekilas, kemudian mengabaikannya demi sebuah dokumen yang sedang dia kerjakan.
Embusan udara terik yang menerpa mereka membuat mereka merasa semakin tidak nyaman, "Aku tahu kamu menginginkan tempat itu, James. Aku bisa memberikannya padamu."
"Balasannya apa?" James bertanya sambil menutup folder dokumen tanpa mengangkat kepalanya.
Maria tidak langsung menjawab pertanyaan James. Dia tersenyum lalu bertanya, "Di sini panas sekali. Tolong bantu aku dan kita bisa bicarakan ini di dalam mobil."
Mata James menjadi gelap dan dia tampak sedikit tidak senang, tetapi pada akhirnya dia berkata, "Masuklah."
Dia mengira Maria akan masuk ke mobil dari sisi lain, tapi ternyata tidak. Maria masuk ke mobil dari sisi James setelah Lorenzo membuka kunci pintu mobil. Kemudian Maria mencoba bergeser, "Minggir. Aku memang lumayan kurus, tapi ini tidak muat!"
Tubuh halus Maria menempel di tubuh James. Tanpa diduga, James mencium wangi tubuh Maria yang familier, dia lalu mengerutkan keningnya. Maria terus mendorong James seakan tidak menyadari situasi yang canggung itu. Wajah James menjadi semakin gelap, "Kamu tidak bisa mencari tempat duduk? Kalau begitu keluar dari sini!"