Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
"Ya. Aku mendengar Lorenzo berbicara dengan Tuan Wijaya. Dia bilang uang itu sudah ditransfer ke rekeningmu. Apa yang terjadi, Maria? Kamu sama sekali tidak pernah menerima uang itu, ya? Ya Tuhan!" Summer tercengang dan sulit bernafas.
Maria hanya mengangguk. Hatinya dipenuhi oleh perasaan rumit saat ini. Dia tidak tahu James telah memberinya 4 triliun rupiah. 'Jadi, apa maksudnya melakukan itu? Apakah dia peduli padaku? Meski hanya sedikit?'
Summer meletakkan sumpitnya dan bergumam, "Lalu ke mana perginya uang itu?"
'Pertanyaan bagus!' pikir Maria. Maria juga memeras otaknya untuk mencari jawaban dari pertanyaan Summer. Setelah beberapa saat, Maria akhirnya menyimpulkan sesuatu dengan serius, "Aku yakin itu pasti ulah Lorenzo. Judy juga pasti terlibat dalam hal ini! Sudah kuduga!"
Judy Putra merupakan ibu tiri James, yang juga mantan ibu mertua Maria. Judy tidak pernah menyukai Maria dan hanya menantikan suatu alasan agar bisa mengusirnya dari Keluarga Wijaya.
"Yang benar? Jadi Lorenzo berbohong kepada James dan mencuri 4 triliun! Berani juga orang itu." Summer berusaha untuk tetap tenang. Napas Summer sudah memburu, dia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
Maria mengambil sumpitnya dan mulai makan lagi, "Biarkan saja. Nanti aku akan menyelidiki misteri ini. Untuk saat ini kita lupakan saja hal itu, Summer. Aku lapar sekali!" 'Tidak peduli siapa pun yang mengambil uang itu, aku akan membuat mereka membayar harganya!' Maria sudah membuat keputusan. Kali ini dia tidak bisa mengandalkan Summer karena pencurinya adalah keluarga James sendiri. James mungkin tidak akan mempercayai Maria jika dia memberitahunya. Dia perlu bukti untuk ini.
Summer menghabiskan makanannya dan mengucapkan selamat tinggal pada Maria, dia pulang ke rumah untuk berganti pakaian sebelum kembali bekerja. Kemudian, dia melapor kepada James mengenai hal yang dia dan Maria telah sepakati, "Tuan Wijaya, saya minta maaf. Saya tidak bisa meyakinkan Nona Setiadi untuk menjual properti miliknya. Nona Setiadi berkata dia ingin mendiskusikannya dengan Tuan secara langsung."
James diam saja sambil menatap Summer. Summer merasa sedikit gugup di bawah tatapan James, tetapi dia masih memaksakan dirinya untuk bisa berdiri tegak dan melihat lurus ke arah James. Sebenarnya, dia bahkan tidak membicarakan hal ini dengan Maria sama sekali. Dia terlalu menikmati hotpot. Sebelum mereka kembali bekerja, Maria sudah memberi tahu Summer mengenai apa yang harus dia katakan pada James.
Itu hanya berlangsung beberapa detik tapi terasa seperti tiada akhir. James masih menatap Summer, lalu memberi dia perintah lain padanya, "Katakan pada semua orang, tidak ada seorang pun di Kota Harapan yang boleh mempekerjakan Maria."
Jantung Summer berdetak kencang setelah mendengar titah James. Dia memandang James dan ingin membela Maria, "Tuan Wijaya, saya khawatir..." James menatap Summer dengan pandangan mematikan yang membuat Summer menahan kata-katanya.
'Maafkan aku, Maria. Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Tuan Wijaya adalah orang yang menggajiku.' Summer menunduk, dia merasa bersalah.
Tidak ada seorang pun yang berani menentang James.
Malam itu, Grup HM memecat Maria. Mereka memecatnya dengan sebuah alasan yang dibuat-buat. Maria tidak tahu hal itu sampai dia muncul keesokan paginya untuk bekerja.
Kepala Departemen datang mencarinya secara pribadi. Dia mengelilingi Maria dengan wajah serius sambil menatapnya dari atas ke bawah, pada akhirnya dia berkata, "Maria, kamu tidak memasang kancing terakhir pakaianmu dengan rapih. Karena kamu tidak peduli dengan citramu sendiri, maka kamu saya pecat! Bersihkan mejamu dan pergi dari kantor ini!"
Maria terdiam karena merasa alasan pemecatannya itu sungguh konyol. Rasanya hampir seperti suatu lelucon.
Dia belum pernah mendengar hal sekonyol itu sebelumnya. Maria sungguh merasa kesal dan segera melemparkan foldernya ke atas meja, "Itu konyol sekali! Bagaimana dengan orang-orang yang tidak memasang dua atau tiga kancing mereka?"
Semua orang di kantor ketakutan dan menundukkan kepala untuk memeriksa apakah kancing mereka sudah terpasang dengan baik.
Kepala Departemen menjadi panik saat melihat reaksi Maria. Dia tidak menyangka Maria akan melawan. Dia menggaruk dahinya dengan jari kelingkingnya dan berkata sambil cemberut, "Begini, kamu itu anak baru di sini dan masih dalam masa percobaan. Saya yang memutuskan apakah kamu lanjut bekerja atau selesai. Sudah jangan mempersulit situasi ini. Kemasi saja barang-barangmu."
Maria masih tidak mau menyerah. "Saya sudah bekerja di sini selama sepuluh hari dan pekerjaan saya amat bagus. Saya perlu alasan yang sebenarnya, bukan alasan yang dibuat-buat!" Maria menyilangkan tangannya di depan dadanya sambil menatap Kepala Departemen.
Kepala Departemen hanya menjalani perintah. Itu bukan masalah pribadinya. Dia merasa kesulitan untuk sejenak, kemudian dia mendekati Maria sambil melihat sekeliling untuk memastikan tidak ada yang mengawasinya. "Dengar ya," bisiknya. "Kamu membuat seseorang marah atau bagaimana?"
Bosnya mengatakan kepadanya bahwa Maria telah membuat James marah. Tapi dia tidak akan membiarkan Maria mengetahuinya.
Maria adalah wanita yang pintar. Dia langsung paham dan tahu persis apa yang sedang terjadi. Maria tidak marah pada Kepala Departemen karena dia hanyalah sebuah pion catur di permainan ini, "Baik, saya mengerti. Saya akan mengemasi barang-barang saya. Ini bukan salah Bapak."