Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Waktu yang ditunggu-tunggu oleh semua orang akhirnya telah tiba. Seleksi beasiswa ke luar negeri akan dilaksanakan besok pagi di gedung Ganesha di kota Jakarta. Banyak murid dari lulusan SMA dan SMK bahkan dari kalangan mahasiswa akan mengikuti seleksi ini. Mereka yang lolos pada tahap bahasa asing telah bersaing dengan ratusan ribu orang untuk mendapatkan kursi ekslusif yang semakin dekat dengan berbagai universitas di luar negeri.
Marsha Zachira, perempuan yang baru saja lulus dari SMA tahun ini ikut menjadi salah satu dari beberapa orang yang beruntung karena telah berhasil lolos pada tahap bahasa asing. Ia sudah mempersiapkan dengan matang sejak SMA untuk mendapatkan beasiswa kedokteran di luar negeri. Berbagai usaha telah ia lakukan untuk bisa lolos pada tahap bahasa asing ini. Kini Marsha hanya tinggal mengerahkan semua usaha yang telah ia dapatkan untuk bisa lolos pada tahap akhir.
Hari ini kegiatan yang dilakukan oleh Marsha sebelum besok menghadapi ujian adalah me-review semua materi yang ada di bukunya. Berbagai macam buku sudah tergeletak di atas mejanya sejak pagi hari. Marsha mulai membaca satu per satu buku yang ada di hadapannya dari pagi hingga sore hari dan hanya tinggal tersisa dua buku lagi yang belum ia baca ulang. Sebelum mulai membaca bukunya lagi, Marsha beranjak ke dapur untuk menyiapkan kopi yang akan menemaninya ketika sedang membaca. Namun, saat mencari kopi di rak, ia tidak menemukan satu bungkus pun kopi di sana. Marsha kemudian memutuskan untuk pergi ke minimarket yang berada tidak jauh dari apartemennya.
Sejak berada di kelas 12 SMA, Marsha mulai hidup sendiri di apartemennya. Orangtuanya memberikan kebebasan untuk memilih tinggal sendiri demi melatih kemandirian anak semata wayangnya. Marsha pun memilih untuk tinggal di apartemen yang jaraknya tidak jauh dari sekolahnya saat SMA. Kini, ia pun sudah terbiasa untuk melakukan semuanya sendiri tanpa bantuan orangtuanya.
Setelah selesai membeli kopi dan perlengkapan lainnya di minimarket, Marsha bergegas kembali menuju apartemennya. Hari sudah mulai gelap dan banyak orang berlalu-lalang di jalanan. Marsha kemudian menekan angka sebagai sandi yang ada di pintu masuk ke dalam apartemennya. Ia segera masuk ke dalam dan beranjak ke dapur untuk menyeduh kopinya.
Marsha kembali duduk ke bangkunya untuk melanjutkan membaca buku yang hanya tersisa dua buku lagi. Ia perlahan meniup lalu menyeruput kopi yang masih panas. Beberapa detik kemudian, perutnya mulai mengeluarkan suara layaknya orang kelaparan. Akan tetapi, baru satu jam yang lalu Marsha makan. Ia kemudian merasakan mual yang berasal dari perutnya. Marsha segera menuju ke dapur untuk mengambil air putih. Tubuhnya kini berkeringat dan Marsha mulai merasakan pusing di kepalanya.
Ia segera mencari obat masuk angin di lemari karena Marsha pikir ia baru saja terkena masuk angin setelah pergi ke minimarket tanpa menggunakan jaket. Setelah meminum obat, perut Marsha justru lebih terasa mual. Ia beranjak ke wastafel untuk memuntahkannya tetapi tidak ada yang keluar dari mulutnya. Marsha kemudian segera mencari ponselnya untuk menelpon seseorang dan hanya satu orang yang terlintas di benaknya. Namun, sudah hampir lima kali panggilannya tidak diangkat oleh orang tersebut. Ia panik tetapi ia tetap berusaha menjernihkan pikirannya.
“Nggak mungkin aku hamil, nggak mungkin,” ucapnya bermonolog sendiri. Marsha berusaha untuk mengingat kejadian yang pernah ia alaminya dengan seseorang.
“Aku yakin waktu itu dia pakai pengaman. Nggak, nggak mungkin aku hamil.” Perlahan air mata Marsha mulai jatuh.
Untuk meyakinkan bahwa dirinya tidak hamil, ia bergegas menuju ke apotek terdekat untuk membeli test-pack. Marsha yakin bahwa ia tidak mungkin hamil hanya karena kecerobohannya dengan seseorang. Segera setelah membeli barang tersebut, Marsha pergi ke toilet untuk mengecek kehamilan dengan menggunakan urinenya. Beberapa saat kemudian hasil yang ada di test-pack langsung keluar. Di dalam test-pack terlihat jelas menunjukkan dua garis yang artinya Marsha positif hamil.
Marsha langsung menangis dalam diam dan menyesali perbuatan hina yang telah dilakukan dengan seseorang itu. Hatinya hancur berkeping-keping. Mimpi yang sudah ia idamkan sejak SMA tidak akan pernah bisa terwujud lagi. Ini semua adalah akibat dari kecerobohannya.
Marsha mencoba untuk menelpon orang itu sekali lagi. Namun, hasilnya nihil. Tidak ada satupun panggilan yang diangkat olehnya. Bahkan Marsha mencoba untuk memberikan pesan lewat whatsapp tetapi hanya berakhir dengan tanda centang. Marsha kemudian menelpon kerabat dekat yang kenal dengan orang tersebut dan menanyakan di mana keberadaannya sekarang. Akan tetapi, kerabat dekatnya pun tidak mengetahui di mana ia berada. Kerabat dekatnya bahkan sudah tidak bertemu dengan orang tersebut hampir satu minggu dan ia juga tidak memberikan kabar kepadanya.