Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Malam Minggu, adalah malam yang sangat keren bagi Dira. Karena ia bisa bertemu dan kencan dengan Leo, yang saat ini berstatus sebagai kekasihnya.
Ya, mereka memang bisa di katakan bertemu setiap hari di kampus. Tapi, sikap Leo padanya akan berbeda 400 derajat jika berada di kampus. Luar binasa, bukan. Yang jelas, kalau hanya berdua dengan Dira, sikap manis Leo akan muncul. Tapi, kalau sudah ada orang ketiga, setan di dalam dirinyalah yang mendominasi.
"Sekarang kita kemana lagi?" tanya Leo saat keluar dari cafe setelah makan malam berdua dengan Dira.
"Shooping," jawab Dira langsung bersemangat.
Leo langsung menghentikan langkah kakinya saat mendengar kalimat itu.
"Kenapa?" tanya Dira. " Nggak mau nemenin?"
"Ada yang lain, nggak? Shooping itu membuang-buang waktu, membuang-buang uang ... mending kita ke toko buku aja. Baca buku, bisa nambah ilmu," jelasnya panjang memberi solusi.
Dira mendengus mendengar pernyataan Leo. Haruskah hidupnya juga ikut bergelut dengan buku seperti cowoknya ini?
"Leo," panggil Dira.
Jujur saja, Leo sedikit tersentak saat Dira menyebut namanya. Pasalnya, biasanya Dira pasti akan memanggilnya dengan embel-embel, Bapak, Pak, atau apalah itu.
"Saat ini, di waktu ini, status kamu itu adalah pacar aku. Jadi, jangan bersikap seperti seorang dosen. Ntar, di kampus nggak apalah bersikap kayak gitu."
"Tapi, Ra ..."
Dira langsung saja menarik tangan Leo untuk pergi dari sana. Baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba saja seseorang menabraknya. Gilanya lagi, segelas minuman yang ada di tangan orang tersebut malah mengguyur kepalanya.
"Kyaaaa!!!" teriaknya histeris. Dikira ia belum mandi apa, pake diguyur segala.
"Maaf, Mbak. Saya nggak sengaja," ucap orang tersebut meminta maaf. "Tapi, Mbak juga, sih, yang salah ... jalan nggak lihat-lihat,'' tambahnya lagi dan berlalu pergi begitu saja.
Kutu kupret, ingin rasanya Dira berkata kasar saat itu juga. Awalnya dia minta maaf, tapi ujung-ujungnya malah nyalahin dirinya juga? Andai saja Leo tak ada di sampingnya, mungkin ia akan hajar tu orang habis-habisan. Sampai bayangannyapun nggak bakal balik ke badannya.
"Kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Leo memastikan.
"Nggak apa-apa gimana, kamu nggak liat orang udah basah kuyup gini?" tanya Dira terus mengoceh.
"Lihat," jawab Leo. "Makanya aku nanya keadaan kamu. Ada yang sakit atau gimana?" tanya Leo sambil mengelap wajah Dira yang sudah cemong terkena guyuran segelas capuccino.
Ya, Dira tahu kalau yang mendarat di kepalanya barusan adalah segelas capuccino ... ada yang menetes ke bibirnya dan itu rasa capuccino. Manis.
"Iya, hati aku sakit banget sama tu orang," geram Dira masih belum terima.
"Jadi gimana ... masih mau shooping?" tanya Leo sedikit menahan senyumnya.
"Ya enggaklah, Bapak. Nggak lihat, kekasihmu ini udah kayak gini," dengus Dira kesal. "Bentar, aku ke toilet dulu. Tunggu aja di mobil." Dira berjalan meninggalkan Leo menuju toilet cafe.
Oke, sepertinya ini memang hari sialnya. Karena apa? Si toilet ternyata lagi bermasalah. Jadilah, ia kembali ke mobil masih dengan tampang lepek, kucel dan berlepotan.
"Kok masih jelek aja?" tanya Leo saat Dira kembali dengan wajah dan ekspressi yang masih sama. "Eh, maksud aku bukan gitu ..." Ia segera meralat ucapannya. Sebenarnya ia tak ingin mengatakan itu, tapi tiba-tiba saja bibirnya malah mengucapkan itu. Jadi, apalah dayanya.
"Jangan meledek," dengus Dira langsung saja masuk ke dalam mobil yang pintunya sudah di bukakan Leo.
Di dalam mobil, Dira terus saja mengumpat karena tak tahan dengan rambut dan wajahnya yang lengket.