Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Dua wanita sedang berada di dalam sebuah apartemen dengan saling menatap penuh arti. Rasa rindu yang bercampur dengan kesal teraduk menjadi satu di dalam hati sang wanita yang berpenampilan bagai seorang karyawan eksekutif sebuah perusahaan ternama. Berbeda dengan wanita yang berpenampilan lebih casual, dirinya pun juga menahan rindu namun ada perasaan bersalah juga yang menyelimuti hatinya. Ini adalah pertemuan mereka setelah satu bulan lamanya mereka tidak berjumpa. Sebuah pertemuan yang tidak disangka akan sangat menguras emosi di antara keduanya.
"Bii, aku ingin jadi prioritas di dalam hidup kamu!" Ucap Indri, sosok wanita yang berpenampilan seperti eksekutif muda tersebut.
"Kamu sudah menjadi prioritas aku, sayang!" Jawab Bianca, wanita yang berpenampilan casual.
"Kapan aku jadi prioritas kamu? Kita bertemu saja sebulan hanya satu hingga dua kali saja. Bahkan di saat aku butuh kamu, banyak alasan yang ku buat. Jadi dimana letak prioritas aku di mata kamu?" Lanjut Indri.
"Sayang, maafkan aku. Tapi kamu tahu sendiri kan, aku nggak bisa semudah itu meninggalkan semua begitu saja tanpa sebuah alasan yang masuk akal!" Jawab Bianca dengan nada yang sangat sedih dan kecewa akan dirinya sendiri.
"Itu bukan prioritas namanya, Bii! Apakah kamu tahu arti prioritas itu apa?" Lanjut Bianca
"Iya aku tahu. Maaf atas segala sikap dan salahku selama 2 tahun terakhir ini. Aku tidak bermaksud begitu terhadap kamu, sayang, dan kaku pun tahu akan hal itu bukan?" Balas Bianca.
"Bii, ku mohon!" Indri mulai menitikan sedikit air matanya.
"Maaf, kalau selama ini aku tidak bisa selalu ada di saat kamu membutuhkan aku!" Lanjut Bianca.
"Bii, mau sampai kapan kita akan seperti ini? Aku nggak bisa hubungan kita hanya di belakang terus menerus. Please, aku mau kamu seutuhnya!" Indri menangis sembari memeluk sang kekasih, Bianca Novela.
"Iya, aku pun juga menginginkan sebuah hubungan yang seutuhnya denganmu, tetapi keadaan yang tidak bisa aku lepaskan begitu saja. Bisakah kamu dapat menunggu lagi? Beri aku waktu untuk ini semua. Aku akan memperjuangkan kamu untuk kali ini." Jawab Bianca yang sebenarnya sedang bingung dengan posisinya saat ini.
"Aku sudah menunggu setidaknya 2 tahun, Bii! Harus berapa lama lagi aku menunggu lagi? Dan apa kamu bisa memberiku sebuah kepastian?" Indri kembali mendesak Bianca.
Bianca terdiam sejenak. Dirinya tidak berani menatap mata indah milik Indri. Namun ia harus segera menenangkan kekasihnya tersebut. "Hhhh, baiklah. Beri aku waktu satu tahun untuk bisa menyelesaikan semua. Setelah itu, kita akan bersama-sama!" Jawab Bianca yang seketika itu juga langsung memeluk Indri.
Kini Bianca membiarkan Indri menangis dengan sepuasnya di dalam pelukan Bianca. Bianca tahu bahwa dirinya adalah terdakwa dari kejadian ini semua. Membiarkan Indri masuk dalam perangkap yang tidak sengaja ia lepas begitu saja. Dirinya pun juga terjerat sendiri oleh permainan buatannya. Hingga kini hati Bianca harus terbelah menjadi dua.
"Siapa yang akan menjadi prioritas kamu, Bii? Aku atau suami kamu?" Tanya Indri dengan sangat tiba-tiba.
"Itu tidak perlu diragukan, kamu adalah prioritas aku, sayang!" Jawab Bianca dengan penuh kejujuran.
"Lalu kenapa kaku sulit untuk selalu siap sedia saat aku membutuhkan kamu?" Tanya Indri yang mulai sedikit terpancing.
"Hhhh, kamu sudah lupa. Ada tiga anak yang harus aku jaga. Aku bukan hanya seorang istri, tapi aku juga seorang ibu,sayang. Aku harus menjaga hati anak-anakku juga." Jawab Indri.
Dengan mendengar jawaban Bianca barusan, sebuah tamparan kenyataan baru saja mengenai Indri dengan sangat tepat sasaran. Indri melepaskan pelan-pelan pelukan tersebut. Ia baru menyadari akan hal itu. Ia melupakan status tambahan yang disandang oleh sang kekasih, Bianca.
"Sayang!" Panggil Bianca.
"Jangan mendekat, Bii. Aku butuh jarak!" Jawab Indri yang membuat Bianca seketika mematung begitu saja.
***
POV: Bianca
"Aku sudah tahu siapa wanita itu! Dasar lelaki buaya dan wanita murahan! Tega-teganya kalian bermain di belakang aku begitu saja! Saya yang memberi kamu makan dan pekerjaa di kantor saya malah dengan seenaknya kamu menggoda suami saya! Dan kamu Dito! Dasar gatal memang! Lebih baik kita bercerai saja! Dan jangan harap kamu dapat bertemu dengan anak-anak setelah ini!" Bentakku yang penuh dengan emosi di dalam ruang kerja.
"Maafkan saya, Bu! Saya tidak bermaksud begitu!" Jawab Nur yang berusaha untuk mendapatkan hati Bianca lagi agar ia tidak dipecat dari pekerjaannya.
"Tidak bermaksud bagaimana? Sampai kamu pun berani tidur dengan suami saya itu tidak bermaksud? Mau menusuk saya dari belakang? Dan kamu Dito! Dasar lelaki hidung belang tidak tahu diri! Aku memberimu banyak modal dengan segala usaha yang kita jalankan bersama dan aku sudah mengalah untuk lebih banyak di rumah, tapi kamu melakukan hal hina seperti ini? Tidak tahu diuntung memang!" Aku mulai terpancing emosi.
"Sayang, maafkan aku! Aku khilaf dan tidak sengaja! Ku mohon maafkan aku!" Dito memohon hingga bersujud di kakiku.
"Khilaf? Tapi hingga 4x kalian sudah menginap di hotel! Dan pilihan wanitamu kali ini sangatlah rendah, Dito! Dasar murahan!" Aku masih harus menahan emosinya karena dirinya pun tidak ingin sampai bermain fisik kepada dua makhluk manusia tidak tahu diri tersebut.
"Bu, saya salah. Saya akan resign dari kantor ini dan tidak akan menghubungi kantor serta bapak lagi. Saya benar-benar bersalah!" Ujar Nur yang dengan menunjukkan wajah sok malaikatnya kepadaku.
"Oh satu lagi, apa suami kamu juga sudah tahu dengan kelakuan kalian berdua?" Tanya aku yang sudah merasa jijik dengan wanita di depanku.
"Tidak, Bu! Saya tidak bisa memberitahu suami saya karena nanti saya akan dihajar habis-habisan olehnya." Jawab Nur dengan tertunduk.
"Sudah sepantasnya kalian berdua dihajar! Sudah untung aku tidak melaporkan kalian ke pihak berwajib atas tuduhan zina dengan segala bukti yang saya miliki!" Ujar diriku dengan cukup sinis.
"Cukup sayang, aku tidak akan mengulanginya lagi. Aku khilaf, aku akan kembali setia ke kamu dan melupakan wanita ini. Ku mohon!" Dito sangat berharap masih ingin kembali kepadaku.
"Iya bu, saya akan segera resign dari kantor ini secepatnya. Hari ini saya akan ke menyerahkan surat pengunduran diri saya kepada ibu." Sahut Nur dengan buru-buru.
"Tidak perlu! Kamu saya pecat dan pergi dari hadapan saya sekarang juga. Jangan sekalipun saya melihat wajah kamu lagi!" Usir Bianca.
"Sayang!" Panggil Dito yang masih berlutut di kaki aku sembari memohon-mohon.
"Dan untuk kamu! Posisi akan kita tukar! Kamu yang akan stand by di rumah dan aku yang akan mengurus perusahaan ini! Sekali lagi kamu melakukan hal yang sama, jangan harap kamu mendapatkan maafku. Bahkan aku akan meminta cerai dan tidak akan membiarkanmu dapat bertemu anak-anak lagi, terutama anak kesayangan kamu, Halim." Ujar diriku yang kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Dito yang masih ternganga mendengar ucapan aku yang begitu terdengar menyeramkan baginya.
***
POV: Indri
Tidak banyak yang tahu bahwa aku adalah seorang biseksual. Namun, di dunia modeling siapa saja akan memiliki orientasi seksual yang beraneka ragam. Ya, aku seorang model sebagai pekerjaan sampingan. Dan pekerjaan utamaku ada seorang karyawan swasta di salah satu sudut kota Pulau Bali. Ah, Bali. Pasti semua orang akan beranggapan biasa saja jika beraneka manusia dengan segala jenisnya berada di sini, bukan. Aku memilih tinggal di Bali juga bukan karena hal itu, melainkan sumber pencarian mata uang yang lebih mudah untuk di dapatkan.
"Beib, cepat ganti baju! Kita masih ada 2 pakaian lagi!" Panggil Yogi yang juga salah satu model bersama dengan Indri.
"Iya iya! Ini lho lagi jalan ke ruang ganti! Itu juga masih sesi mas Prabu sama mbak Ayu!" Jawabku dengan sedikit terburu-buru berjalan karena baju yang ku kenakan sedikit susah membuatku berjalan.
Yogi pun mengikuti kakiku melangkah. "Beib, si artis ibu kota itu masih sering nanyain kamu lho!" Goda Yogi.
"Siapa beib?" Aku masih belum mengerti dengan apa yang dimaksud dengan Yogi.
"Itu lho artis lawas yang udah jadi produser dan sutradara! Aku juga lupa namanya, eeee, mbak Raline! Inget nggak?" Yogi berkata dengan penuh antusias.