Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
***
Bisnis merupakan bagian paling penting bagi seorang CEO betul, bukan? Bagi mereka waktu adalah uang. Mereka melakukan apa saja demi meraih banyak keuntungan. Salah satu CEO gigih yang bersemangat mencari pundi-pundi rupiah itu telah berdiri di hadapan pekerja teh di daratan Sumatra, mengamati ketekunan mereka.
"Pak Alaric, boleh aku katakan sesuatu?"
Seorang pria tua renta berujar sopan kepada CEO yang bernama Alaric itu. Betapa beruntungnya pria itu bisa bertatapan muka dengan Alaric, pemilik perkebunan teh nan luas, nyaris menyamai setengah kota kecil. Perkebunan teh itu sudah menghidupi banyak kepala keluarga di desa terpencil Sumatra.
"Apa yang ingin kaubicarakan? Katakan segera lalu kembali bekerja. Aku menggaji dirimu bukan untuk bermalas-malasan."
Aura kesombongan tak lepas dari sosok Alaric. Bapak tua yang berbicara merasa ngeri mendengar nada ketus atasannya itu. Dia memandangi gadis yang tak jauh dari mereka. Dari sekian banyak orang, hanya ada hitungan perempuan muda yang mau bekerja di bawah sinar matahari. Salah satunya merupakan cewek muda yang tengah dipandangi sang pria tua.
"Cucuku Ashila. Bisakah Bapak Alaric berikan dia posisi pekerjaan di bagian kantor? Dia terlalu muda untuk bekerja keras di lapangan."
Bapak tua menaruh harapan besar pada kemurahan hati Alaric. Dia ingin cucunya merasa lebih nyaman, menikmati pekerjaan sesuai usianya. Bagi pria tua itu, kegiatan memetik daun teh hanyalah diperuntukkan khusus lansia atau pasutri, bukannya perawan cantik yang jadi primadona desa.
Alaric menengok ke arah Ashila. Gadis itu tengah tersenyum. Sulit sekali menemukan pekerja seperti itu, terlihat gembira saat memetik daun teh. Dia adalah gadis ceria asal desa. Senyumnya begitu merekah sampai membuat pria kaya raya itu membuka kacamata yang melindungi matanya. Ashila bak bidadari namun Alaric tidak akan mengakui itu di hadapan kakek tua.
Selain memesona, Alaric merasa wajah gadis desa itu mengingatkannya akan sosok wanita yang pernah mengisi hari-harinya. Pria itu seakan menemukan sesuatu yang hilang dalam hidupnya.
"Sekarang pergilah bekerja. Aku akan pertimbangkan permintaanmu."
Setelah sang atasan katakan itu, bapak tua mengucapkan banyak terima kasih. Dia bergegas kembali bekerja. Alaric melangkah angkuh meninggalkan perkebunan teh. Dia mengunjungi kantor utama perkebunan teh itu.
Alaric memerintahkan anak buahnya bernama Farhan untuk mencari tahu soal Ashila. Bal seorang intel professional, hanya butuh beberapa jam saja bagi Farhan untuk membawakan berkas mengenai gadis desa beserta informasi penting lain ia dapatkan dari warga sekitar.
"Ashila tinggal bersama kakeknya. Dia gadis usia 23 tahun. Dia lulusan SMA. Beberapa warga bilang dia berprestasi. Hanya saja, kakeknya tidak sanggup membiayai pendidikan Ashila."
Alaric hanya mengangguk seiring informasi tentang Ashila menggema di telinganya. Dia membaca biodata gadis desa dengan seksama. Wajah imut gadis tersebut sangat memukau. Alaric tidak bisa berkedip memandanginya. Ingatannya tentang masa lalu seketika terputar, saat wanita bertubuh jangkung dengan rambut bergelombang membuatkan pria itu kopi susu hangat.
“Kopi hitamnya sudah siap disedu, Mas”
Begitu kata wanita itu. Suaranya lembut seperti alunan bunyi seruling nan merdu. Wajah putihnya bersinar seakan muka halus itu berhasil menyerap setengah dari sinar rembulan. Semua pria tak akan menolak mempersunting wanita sepertinya. Paras dan tindakan sama-sama bagusnya.
Farhan melanjutkan, "Kakek Ashila punya banyak hutang. Tante Ashila banyak membebani orang tuanya sehingga gadis polos itu harus bekerja keras demi melunasi uang kakeknya."
Farhan menunjukkan simpati. Bagaimana pun juga Ashila terlalu cantik untuk sekadar kerja di kebun teh. Gadis itu semestinya bekerja sebagai resepsionis hotel atau teller bank lokal. Melihat gadis itu di tengah perkebunan teh membuat ajudan Alaric membayangkan Maudy Ayunda tengah bekerja kebun. Tentu itu membuat setiap orang tidak tega.
“Apa Pak Alaric dengarkan penjelasan saya?”
Alaric tengah mematung mengamati foto Ashila. Dia terlalu serius sampai Farhan berpikir sedang bicara dengan mannequin, lihatlah dugaan sang suruhan benar adanya. Pria itu harus mengulang perkataannya agar sang CEO bisa mencermati informasi yang disampaikan olehnya.
"Lunasi hutang kakeknya. Setelah itu bawa Ashila kepadaku."
Alaric memerintah sembari memegang dagunya. Sekali lagi, wajah Ashila tidak bisa lepas dari pikirannya. Ada bayangan gadis yang sama terukir di kepalanya. Terbesit di hati CEO tampan itu untuk dapatkan gadis desa.