Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
CEO Tampan dan Gadis Desa

CEO Tampan dan Gadis Desa

Erwingg

4.7
Komentar
25.7K
Penayangan
37
Bab

Alaric Athafariz merupakan seorang duda beranak satu. Dia menyayangi putrinya yang bernama Angel. Apapun akan dilakukan Alaric demi kebahagiaan putrinya itu. Pada mulanya, Alaric sama sekali tidak memikirkan mengenai cinta. Kematian istrinya membuatnya lupa seperti apa rasanya mencintai dengan baik, sampai Alaric dipertemukan dengan gadis desa bernama Ashila. Hidup Alaric perlahan-lahan berubah lebih berwarna dengan hadirnya Ashila. Kenyataan demi kenyataan pun terkuak. Ashila bukan hanya gadis desa uang ingin ia nikai. Ternyata Ashila terikat dengan masa lalu Alaric. Seperti apa kisah mereka selanjutnya?

Bab 1 Bertemu Alaric

***

Bisnis merupakan bagian paling penting bagi seorang CEO betul, bukan? Bagi mereka waktu adalah uang. Mereka melakukan apa saja demi meraih banyak keuntungan. Salah satu CEO gigih yang bersemangat mencari pundi-pundi rupiah itu telah berdiri di hadapan pekerja teh di daratan Sumatra, mengamati ketekunan mereka.

"Pak Alaric, boleh aku katakan sesuatu?"

Seorang pria tua renta berujar sopan kepada CEO yang bernama Alaric itu. Betapa beruntungnya pria itu bisa bertatapan muka dengan Alaric, pemilik perkebunan teh nan luas, nyaris menyamai setengah kota kecil. Perkebunan teh itu sudah menghidupi banyak kepala keluarga di desa terpencil Sumatra.

"Apa yang ingin kaubicarakan? Katakan segera lalu kembali bekerja. Aku menggaji dirimu bukan untuk bermalas-malasan."

Aura kesombongan tak lepas dari sosok Alaric. Bapak tua yang berbicara merasa ngeri mendengar nada ketus atasannya itu. Dia memandangi gadis yang tak jauh dari mereka. Dari sekian banyak orang, hanya ada hitungan perempuan muda yang mau bekerja di bawah sinar matahari. Salah satunya merupakan cewek muda yang tengah dipandangi sang pria tua.

"Cucuku Ashila. Bisakah Bapak Alaric berikan dia posisi pekerjaan di bagian kantor? Dia terlalu muda untuk bekerja keras di lapangan."

Bapak tua menaruh harapan besar pada kemurahan hati Alaric. Dia ingin cucunya merasa lebih nyaman, menikmati pekerjaan sesuai usianya. Bagi pria tua itu, kegiatan memetik daun teh hanyalah diperuntukkan khusus lansia atau pasutri, bukannya perawan cantik yang jadi primadona desa.

Alaric menengok ke arah Ashila. Gadis itu tengah tersenyum. Sulit sekali menemukan pekerja seperti itu, terlihat gembira saat memetik daun teh. Dia adalah gadis ceria asal desa. Senyumnya begitu merekah sampai membuat pria kaya raya itu membuka kacamata yang melindungi matanya. Ashila bak bidadari namun Alaric tidak akan mengakui itu di hadapan kakek tua.

Selain memesona, Alaric merasa wajah gadis desa itu mengingatkannya akan sosok wanita yang pernah mengisi hari-harinya. Pria itu seakan menemukan sesuatu yang hilang dalam hidupnya.

"Sekarang pergilah bekerja. Aku akan pertimbangkan permintaanmu."

Setelah sang atasan katakan itu, bapak tua mengucapkan banyak terima kasih. Dia bergegas kembali bekerja. Alaric melangkah angkuh meninggalkan perkebunan teh. Dia mengunjungi kantor utama perkebunan teh itu.

Alaric memerintahkan anak buahnya bernama Farhan untuk mencari tahu soal Ashila. Bal seorang intel professional, hanya butuh beberapa jam saja bagi Farhan untuk membawakan berkas mengenai gadis desa beserta informasi penting lain ia dapatkan dari warga sekitar.

"Ashila tinggal bersama kakeknya. Dia gadis usia 23 tahun. Dia lulusan SMA. Beberapa warga bilang dia berprestasi. Hanya saja, kakeknya tidak sanggup membiayai pendidikan Ashila."

Alaric hanya mengangguk seiring informasi tentang Ashila menggema di telinganya. Dia membaca biodata gadis desa dengan seksama. Wajah imut gadis tersebut sangat memukau. Alaric tidak bisa berkedip memandanginya. Ingatannya tentang masa lalu seketika terputar, saat wanita bertubuh jangkung dengan rambut bergelombang membuatkan pria itu kopi susu hangat.

"Kopi hitamnya sudah siap disedu, Mas"

Begitu kata wanita itu. Suaranya lembut seperti alunan bunyi seruling nan merdu. Wajah putihnya bersinar seakan muka halus itu berhasil menyerap setengah dari sinar rembulan. Semua pria tak akan menolak mempersunting wanita sepertinya. Paras dan tindakan sama-sama bagusnya.

Farhan melanjutkan, "Kakek Ashila punya banyak hutang. Tante Ashila banyak membebani orang tuanya sehingga gadis polos itu harus bekerja keras demi melunasi uang kakeknya."

Farhan menunjukkan simpati. Bagaimana pun juga Ashila terlalu cantik untuk sekadar kerja di kebun teh. Gadis itu semestinya bekerja sebagai resepsionis hotel atau teller bank lokal. Melihat gadis itu di tengah perkebunan teh membuat ajudan Alaric membayangkan Maudy Ayunda tengah bekerja kebun. Tentu itu membuat setiap orang tidak tega.

"Apa Pak Alaric dengarkan penjelasan saya?"

Alaric tengah mematung mengamati foto Ashila. Dia terlalu serius sampai Farhan berpikir sedang bicara dengan mannequin, lihatlah dugaan sang suruhan benar adanya. Pria itu harus mengulang perkataannya agar sang CEO bisa mencermati informasi yang disampaikan olehnya.

"Lunasi hutang kakeknya. Setelah itu bawa Ashila kepadaku."

Alaric memerintah sembari memegang dagunya. Sekali lagi, wajah Ashila tidak bisa lepas dari pikirannya. Ada bayangan gadis yang sama terukir di kepalanya. Terbesit di hati CEO tampan itu untuk dapatkan gadis desa.

***

Di tempat lain, Ashila sudah selesai memetik daun teh. Dia mencapai targetnya hari ini. Dia merasa cukup lega karena berhasil melewati tantangan. Gadis itu pulang sembari menampilkan semringah seperti biasanya. Di rumah, sang kakek tengah tertidur. Gadis desa nan cantik itu membuatkan makan malam. Dia yakin kakeknya kelaparan sampai tak sadar tertidur. Pria tua tersebut selalu melakukan hal yang sama berkali-kali. Entah apa yang akan terjadi kalau sang cucu tak ada mengurusinya.

Ashila membuat perkedel jagung serta memasak ikan mas kesukaan kakeknya. Waktu sang kakek bangun, gadis itu memperhatikan ada seberkas kebahagiaan di wajah lelaki tua itu. Ashila menanyakan apa yang tengah membuat kakeknya tampak sangat bahagia.

"Kamu tidak akan bekerja keras lagi. Kamu akan segera dapatkan posisi di kantor. Kakek sudah bicara dengan Pak Alaric mengenai hal itu."

Ashila termangu. Apakah benar dia akan dapatkan posisi bagus? Setahu gadis itu hanya orang-orang tertentu yang bisa dapatkan posisi bagus. Mereka harus dekat dengan kepala desa agar bisa capai kedudukan di bagian kantor. Dunia pekerjaan selalu begitu, lebih mengutamakan orang yang mereka kenal. Mengandalkan kemampuan saja tidak cukup.

"Ashila tidak terlalu berharap, Kek. Ashila sudah bersyukur bisa kerja di bagian lapangan. Lagipula Ashila masih sanggup mencapai target lapangan."

Sudah kesenangan terbesar Ashila bisa tinggal bersama sang kakek. Kendati hanya di sebuah desa terpencil, di tetap merasa begitu bahagia. Gadis itu sama sekali tidak berpikir menikmati kehidupan di kota besar. Dia tumbuh di desa dan akan selalu nyaman berada di sana.

"Kamu terlalu cantik untuk jadi pekerja kasar, Nak. Kamu layak dapatkan pekerjaan yang lebih baik."

Sang kakek selalu membanggakan betapa cantik cucunya. Sayang sekali, orang tua Ashila belum sempat melihat anak mereka tumbuh menjadi gadis dewasa, menjadi kembang desa yang dipuja semua pria.

Ashila punya bibir lembut berwarna merah jambu, bibirnya alami tanpa gincu. Rambutnya bergelombang begitu indah dipandang mata, kulitnya sawo matang, bersih dan berwarna kekuningan saat sinar mentari menerpa wajah itu.

"Kecantikan wajah akan pudar, Kek. Lebih baik memelihara kecantikan hati yang kekal wujudnya."

Ashila menyantap hidangan buatannya dengan perasaan tenang. Dia tidak mesti memikirkan dengan cara apa dia harus bayar hutang kakeknya bulan ini sebab hari ini dia berhasil capai target. Momen kakek dan cucu itu begitu meneduhkan. Mereka selalu mendukung dalam suka maupun duka yang menghampiri kehidupan mereka.

Ashila dan sang kakek telah selesai makan ketika Farhan datang dan memberitahu soal Alaric yang telah membayar hutang-hutang mereka. Farhan meminta Ashila ikut dengannya untuk bicara dengan tuan CEO. Tanpa menunggu lama, sang gadis mengikuti permintaan Farhan.

***

Ruang kerja Alaric dibuat mewah walaupun perusahaan milik pria itu berada di desa terpencil. Di ruangan itu ada foto anak gadis kecil berusia sekitar 3 tahunan. Ashila mengamati gambar itu dan baru menyadari bila CEO di hadapannya adalah seorang pria yang punya anak.

"Gadis yang cantik, bukan?"

Alaric memecah keheningan. Dia melihat Ashila yang sejak tadi menatap fokus gambar gadis kecil di dinding. Alaric ikut menyaksikan gambar perempuan imut yang menempel di tembok tersebut. Dia berdiri di belakang Ashila, membuat sang gadis gugup.

"Dia memang cantik, Pak. Ibunya pasti juga cantik."

Alaric mengernyit waktu mendengar kalimat Ashila seakan tidak mau kupingnya panas menyimak pujian mengenai wanita masa lalu Alaric. Seakan perempuan tersebut tidak sangat penting bagi Alaric atau mungkin kehadiran wanita itu terlalu penting sampai sulit dilupakan.

"Apa kau sudah tahu tujuanmu kubawa ke sini?"

Alaric mengalihkan topik. Dia tidak sabar memberitahu Ashila mengenai niatnya. Pria itu memperhatikan perasaan gugup yang ditampilkan oleh sang gadis. "Bapak sudah bayar hutang kakekku. Itu artinya kami berutang pada Pak Alaric. Apa yang harus kami lakukan agar bisa melunasi hutang kami? Apakah kontrak kerja kami diperpanjang?"

Alaric memberikan salinan surat perjanjian ke Ashila. Di dalam sana tertulis kalau Ashila mesti ikut Alaric ke Jakarta. Tugas Ashila adalah merawat gadis mungil Alaric. "Aku tetap ingin bekerja di desa. Apakah aku harus ikut dengan Bapak?"

Ashila hanya memiliki sang kakek. Dia tidak mungkin meninggalkan kakeknya sendirian di Sumatra. Alaric tak memaksa Ashila menandatangani surat perjanjian tersebut sekarang. Dia meminta Ashila membicarakannya dulu dengan sang kakek. Gadis desa sungguh dilema. Dia pamit pulang sembari membawa surat perjanjian dari Pak Alaric. Apa yang bakal dikatakan kakeknya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Erwingg

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku