DENDAM dan JERAT PESONA GADIS yang KUCULIK

DENDAM dan JERAT PESONA GADIS yang KUCULIK

Rora Aurora

5.0
Komentar
2K
Penayangan
61
Bab

Anggara menculik Almaira untuk memberikan rasa sakit yang ia rasakan pada ayah gadis itu secara perlahan. Dendamnya puluhan tahun karena kehilangan ibunya membuatnya memutuskan menjauhkan gadis itu dari ayahnya. Namun siapa yang menyangka, seiiringnya selalu bersama dan ketergantungan Almaira padanya, benih-benih cinta itu justru hadir di hati Anggara. Mungkinkah ia akan mengakui perasaannya itu pada gadis yang teramat membencinya? Bisakah rasa cinta itu menghapus dendamnya? Akankah cintanya berbalas? Temukan jawabannya di novel romantis ini ;)

Bab 1 DENDAM

"Diam! Banyak sekali bicaramu!" gertak Anggara.

Rahangnya mengeras dengan tatapan tajam seperti seekor singa yang sedang ingin menerkam mangsa di depannya. Bukan tanpa alasan dia seperti itu, terlalu lelah ia mendengar ocehan dan sumpah serapah gadis yang diculiknya 10 jam yang lalu.

Selama 10 tahun dia menyimpan luka dalam kesendiriannya. Hingga hari ini, luka itu bisa menjadi sedikit terobati atau mungkin justru akan semakin melebar dan dalam.

Melihat gadis yang di hadapannya ini, membuka kembali memori. Tepat ketika sebuah mobil mendekatinya dan ibunya dengan kecepatan tinggi, beriringan dengan suara teriakan setiap orang yang melihatnya.

Bruuukkk...!!!

Hening. Kaku. Menusuk.

Masih dengan mata polosnya, Anggara menyaksikan secara langsung bagaimana ibunya terkapar bermandikan darah. Hampir tiap malam, memori itu terus berulang dalam tidurnya. Pemuda itu bahkan takut untuk memejamkan mata. Teriakan Almaira mengembalikan kesadarannya.

"Lepaskan aku! Siapa kau hah?!! Aku tak pernah melakukan kesalahan apapun padamu. Aku sama sekali tak mengenalmu!"

Anggara bergeming.

"Lepaskan aku! Biadap!"

"Ciih..bicaramu kasar sekali. Sama sekali tidak menggambarkan kecantikan wajahmu dan kelembutan kulitmu." Anggara mulai menghisap rokoknya yang dari tadi ia bakar namun baru bisa ia nikmati.

"Aku tak peduli dengan etika dan adab untuk menghadapi bajingan sepertimu. Lepaskan aku!"

Gadis yang bernamaa Almaira itu memberontak sekuat tenaga seolah ia tak lelah dan tak kenal putus asa.

"Kau tuli haah? Harus berapa kali aku katakan untuk melepaskanku dan membiarkanku pergi dari tempat terkutuk ini. Seandainya ayahku tau, takkan ia mengampunimu. Lepaskan aku!" tambahnya lagi.

Anggara menyiringai. Pelipisnya yang tergores oleh cakaran Almaira sedikit mengangkat dan memandang gadis itu tanpa berkedip.

"Ayahmu? Laki-laki laknat itu akan merasakan kesakitanku selama ini. Kehilangan orang yang dicintai. Bila perlu selamanya," bisik Anggara membuat gadis bermata indah itu semakin membulatkan pandangannya.

"Apa maksudmu? Ayahku bukan laki-laki yang kau pikirkan. Kau salah orang. Lepaskan aku sebelum aku berubah pikiran untuk mengampunimu!"

"Terus saja meracau, aku tak peduli. "

Anggara menyeringai memberikan tatapan yang mengejek.

"Lepaskan aku! Sebelum suruhan ayahku menemukanmu dan kau hanya mampu bersujud memohon ampun!" teriak Almaira. Mata indahnya menyala, urat wajahnya memerah. Amarah gadis itu membuat api yang mungkin sulit dipadamkan.

Angara terkekeh mendengar perkataan Almaira.

"Hhhh...kaulah yang akan bersujud memohon agar ayahmu tidak membusuk karena pnderitaannya kehilangan anak kesayangannya, begitu kan? "

"Dasar Pengecut kau!" umpat Almaira.

"Kau benar-benar memiliki nyali yang kuat. Di luar dugaanku. Tapi maaf, aku sudah lelah mendengar ocehanmu dari tadi. Aku ingin istirahat."

Anggara melingkari selembar kain merah pada mulut gadis itu. Almaira meronta dan sekuat tenaga mengayunkan kakinya. Namun pria berkumis tipis itu mampu menghindarinya dengan cekatan.

"Bergerak sedikit lagi bukan tidak mungkin kain ini turun ke lehermu," lirih Anggara pelan tepat di dekat telinga Almaira namun terdengar benar-benar meyakinkan.

Pemuda bertubuh altetis itu pergi meninggalkan Almaira sendirian. Tidak peduli bagaimana gadis itu melewati malam di tempat yang baru, kebencian dalam dirinya menyelimutnya berlapis-lapis. Kehilangan dunia dan seiisinya bukanlah sebuah musibah, namun kehilangan ibu? Siapa yang mampu mengurai.

Anggara menghisap batang rokok dan menghembuskan asapnya begitu saja. Terasa menusuk cuaca malam itu seperti menembus hati terdalam lalu membuatnya semakin beku.

"Ibu, akan kubalaskan dendam ini sampai Si Tua Bangka itu menginginkan kematiannya sendiri."

Anggara menatap sebuah foto usang yang memperlihatkan seorang wanita dewasa yang sedang menggendong bayi.

"Gadis itu akan menjadi alatku membalas kematianmu, Bu. Aku tahu, hati muliamu itu pasti menolaknya. Tapi hanya dengan cara ini, ayahnya akan mati secara perlahan-lahan. Sakitnya kau tinggalkan akan dia rasakan, rasa sakit seperti ditusuk sampai ke sum-sum tulang hingga seperti tak berpijak lagi di bumi, "desis Anggara sendirian dengan tatapan nyalang dan menakutkan.

***********************************************

"Pembalasan adalah monster nafsu makan, haus darah selamanya dan tidak pernah kenyang." - Richelle E. Goodrich

***********************************************

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Rora Aurora

Selebihnya

Buku serupa

Gairah Liar Ayah Mertua

Gairah Liar Ayah Mertua

Gemoy
5.0

Aku melihat di selangkangan ayah mertuaku ada yang mulai bergerak dan mengeras. Ayahku sedang mengenakan sarung saat itu. Maka sangat mudah sekali untuk terlihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan perasaanku, maka aku mengambil air yang ada di meja. Kulihat ayah tiba-tiba langsung menaruh piringnya. Dia sadar kalo aku tahu apa yang terjadi di selangkangannya. Secara mengejutkan, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Ayah langsung bangkit dan memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya juga tiba-tiba meraih tanganku dan membawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mungkin karena kaget atau aku juga menyimpan hasrat seksual pada ayah, tidak ada penolakan dariku terhadap kelakuan ayahku itu. Aku hanya diam saja sambil menuruti kemauan ayah. Kini aku bisa merasakan bagaimana sesungguhnya ukuran tongkol ayah. Ternyata ukurannya memang seperti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. tongkol ayah benar-benar berukuran besar. Baru kali ini aku memegang tongkol sebesar itu. Mungkin ukurannya seperti orang-orang bule. Mungkin karena tak ada penolakan dariku, ayah semakin memberanikan diri. Ia menyingkap sarungnya dan menyuruhku masuk ke dalam sarung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung tongkol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-benar membuatku makin bergairah. Aku hanya melihat ke arah ayah dengan pandangan bertanya-tanya: kenapa ayah melakukan ini padaku?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku