Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Istri Dari Desa

Istri Dari Desa

RICNY

5.0
Komentar
4.9K
Penayangan
40
Bab

Hanya karena bobotnya gemuk dan berasal dari desa, istriku selalu dijadikan bahan cemooh keluarga, parahnya Ibuku juga menolak habis-habisan Asmi jadi menantunya hanya karena ia dianggap orang miskin, gemuk dan anak tak punya ayah. Sampai perlahan semua kenyataan pun terbuka, aku baru tahu kalau istriku ternyata adalah orang kaya. Ia punya beberapa bisnis di kota dan di desanya. Lika-liku perjalanan baru pun dimulai saat semua keluargaku mengetahui siapa Asmi sebetulnya. Akankah keluargaku terus merendahkan Asmi seperti dulu?

Bab 1 Jadi Bahan Cemooh

"Asmi tolong angkat galonnya!" titah Ibu saat kami semua sedang berkumpul di ruang keluarga. Istriku yang tengah duduk bersama kami akhirnya bangkit.

"Eh gak usah, apaan sih Bu, masa iya istriku disuruh angkat galon kayak gak ada orang lain aja," sahutku sambil menarik lagi tangan Asmi.

"Gak apa-apa atuh A, lagian Neng juga bisa."

Istriku lalu ke dapur melakukan apa yang diperintahkan ibu.

"Asmi jangan lupa bantu Bibik cuci piring dan kwalinya juga!" teriak Ibu lagi.

"Bu, kasihan Asmi dong, masa iya dari pagi disuruh di belakang terus, cuci piringlah, masaklah, bikin kuelah," protesku.

Aku cepat-cepat bangkit akan menyusul Asmi tapi segera Kak Alfa menyahut.

"Udah biarin aja sih, udah biasa ini istrimu kerja berat, di desa pasti dia suka pikul-pikul kayu bakar sama rumput, jadi kalau sekedar angkat galon sama kerja di dapur ya gak seberapa buat dia."

"Bener tuh," timpal si bungsu.

"Enak banget punya istri kayak si Asmi, udah tenaganya kayak samson bohai pula," celetuk Mas Angga, suami Kak Alfa.

Akhirnya semua orang yang sedang berkumpul di sana tertawa, sementara aku menyusul istriku ke dapur, hatiku meradang rasanya setiap kali dekat dengan mereka, lagi-lagi istriku yang jadi bahan ejekan mereka.

Kami adalah 4 bersaudara, yang pertama Kak Alfa punya suami namanya Mas Angga, mereka sudah punya dua orang anak usia SMA semua. Kedua Kak Fatih punya istri namanya Mbak Andin, cantik emang mirip artis tapi kelakuannya sama kayak Kak Alfa julitnya keterlaluan, mereka juga udah punya 2 orang anak tapi masih usia SMP dan SD, yang ketiga aku.

Aku baru menikah dengan Asmi sebulan yang lalu itupun karena bapak terus saja menekanku agar aku buru-buru menikah supaya tidak dilangkahi oleh Hanum.

Akhirnya mau tak mau aku menerima jodoh yang diberikan Bapak padaku ya meskipun akhirnya istriku itu sering jadi bahan cemoohan semua saudara, iparku juga anak-anaknya karena bobot Asmi yang gendut juga berasal dari desa.

Yang ke empat Hanum, adik bungsuku itu baru akan menikah dua hari lagi, karena itu kami sering kumpul di rumah ibu dan bapak akhir-akhir ini untuk membantu mengurus semua keperluan hajatannya.

"Sudah belum Neng?" tanyaku saat sampai di dapur.

"Beres A." Asmi menepuk-nepuk telapak tangannya.

"Lain kali jangan suka mau kalau disuruh-suruh begini, ayo kembali ke depan."

"Loh yang suruh itu Ibu loh A, masa iya Neng jangan ikutin perintah ibu."

"Ya udah ayo ke depan."

"Neng mau bantu bibik cuci piring dulu, A."

Ya ampun entah istriku ini terlalu nurut, baik atau polos.

"Ya udah tapi cepet kembali ke depan."

Akupun kembali ke ruang keluarga.

"Hasan, udah jahit baju seragam belum istrimu itu? Jangan sampai ya kita gak seragamanan di acara nikahannya Hanum, nanti fotonya jadi jelek gara-gara gak kompak," tanya Ibu.

"Gak tahu nanti coba tanya Asmi aja, Bu." jawabku malas.

Sekitar 15 menit kemudian istriku datang.

"Asmi, kamu udah jahit baju seragam belum?" tanya Ibu.

"Seragam apa, Bu?"

"Seragam nikahan lah Asmi, masa iya seragam sekolah, masih sekolah kamu?"

"Hahaha." Semua orang kembali terbahak, mereka tidak peduli meski aku ada di sana dan menatap tak suka ke arah mereka.

"Loh emang harus ada seragam gitu? Atuh Asmi mah gak tahu gimana ya? Mana waktunya udah mepet pula," katanya, wajahnya kini terlihat resah.

"Yah Kak Asmi gimana sih? Makanya jangan mikirin makanan terus dong, terus gimana kalau Kak Asmi gak punya seragam? Nanti fotonya jadi jelek karena kelihatan gak kompak," dengus Hanum si calon pengantin.

Wajahnya terlihat kesal saat tahu istriku ternyata tidak punya baju seragam keluarga.

"Warna apa sih? Nanti Kakak cari deh di toko biar selaras, bila perlu nanti kita ganti aja seragamnya, biar Kakak yang carikan buat kita semua," tanya istriku lagi.

"Gak usahlah Kak, gak bakal cocok kalau beli jadi, mendadak pula." Hanum menyahut kesal, gadis berusia 25 itu akhirnya pergi ke kamarnya.

"Kalau gitu nanti kamu gak usah ikut difoto Asmi! Kamu kan gak punya bajunya," celetuk Kak Alfa.

"Loh kok gitu Kak?" tanyaku.

"Udahlah A, gak apa-apa cuma foto doang," sahut Asmi lagi.

Akupun menarik tangan Asmi ke belakang.

"Neng, kenapa sih lagian gak jahit bahannya dari jauh-jauh hari?"

"Bahan apa?"

"Loh Neng emang gak dikasih bahan sama Kak Alfa dan Mbak Andin?"

Istriku menggeleng, "gak, A."

Keterlaluan, pantesan tadi kak Alfa dan mbak Andin cengengesan begitu, rupa-rupanya mereka emang sengaja gak kasih bahan ke Asmi supaya Asmi gak ikut difoto. Entah apa masalah mereka sama Asmi itu tega sekali mereka pada istriku.

Aku kembali menarik tangan istri ke ruang keluarga.

"Kak Alfa! Mbak Andin! Apa-apaan ini? Kalian sengaja kan gak kasih Asmi bahan supaya dia gak jahit baju seragaman? Kalian sengajakan lakuin ini supaya Asmi gak ikut difoto?" Marah aku pada mereka, semua orang yang sedang duduk bangkit saat melihat kemarahanku.

"Loh kok aku? Mbak gak tahu apa-apa," sahut Mbak Andin.

"Tahu ih kamu main tuduh aja." Kak Alfa juga menyahut.

"Ya kenyataannya emang Asmi gak dikasih bahan, ulah siapa lagi kalau bukan ulah kalian? Kalian 'kan yang urus hajatan ini?!" sentakku lagi.

Di tengah keributan kami akhirnya Bapak datang.

"Apa sih ribut-ribut? Di rumah orang tua bukannya pada rukun malah adu mulut begini?"

"Ini nih Pak, Kak Alfa sama Mbak Andin mereka sengaja gak kasih istriku bahan supaya gak pakai baju seragaman."

"Loh kok kamu jadi salahin dan sentak-sentak istri Mas sih?" sahut Mas Fatih.

"Wajar dong Mas, Hasan sentak istri Mas, karena istri Mas Fatih emang salah, maksudnya apa coba gak ngasih bahan baju ke istriku?"

"Bahannya emang gak akan muat buat bikin baju istrimu Hasan, istri kamu harus pake double bahannya, 'kan tubuhnya emang jumbo."

"Kak Alfa," decitku menghentikan ucapannya.

"Sudah! sudah!" teriak Bapak lagi, beliau melambai-lambai tangan ke atas untuk melerai kami.

"Apaan sih kalian? Karena bahan baju aja kalian ribut begini. Kamu Alfa, bener kamu gak kasih bahan ke istrinya Hasan?"

"Iya Pak, habisnya Hasan gak ada sumbangsihnya sih dalam hajatan ini, makanya Alfa gak kasih istrinya bahan karena kalau dikasihpun kami harus kasih double, tripple malah karena buat Hasannya juga."

"Kamu nih, ya kasih aja gak apa-apa, bahan keluargakan uangnya dari Bapak bukan dari kamu, berapa sih emangnya kamu nyumbang buat hajatan ini? Cuma sejuta 'kan?!" sentak Bapak, wajah Kak Alfa seketika pias menahan malu.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh RICNY

Selebihnya

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Romantis

4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku