Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
17
Penayangan
10
Bab

Sakit hati membuat Dinda Aulia Sari menaikkan value dirinya. Menjadi wanita pebisnis diusia muda. Tetapi sakit hati yang teramat dalam tidak membuatnya lupa dengan sosok pria manis dan tampan. Haris Ardiantara pebisnis muda yang terkenal dengan wajah tampan, suara dan tubuh atletisnya. Pertemuan mereka setelah tiga tahun membawa cerita baru. Prasangka dan praduga satu sama lain bermunculan. Hingga rasa curiga yang teramat besar membuat mereka bagaikan kucing dan tikus yang selalu bertengkar. Tapi apakah mereka akan kembali atau tetap pada jalan masing-masing?. Lalu apakah prasangka, praduga dan kecurigaan satu sama lain akan terungkap?

Bab 1 Hari Yang Sibuk

"Ar!. Arsanti!"

Pekikan suara yang terdengar mendesak memenuhi ruang dapur yang penuh dengan bahan makanan. Suara batuk menjadi pengganti teriakannya yang ke sekian kali.

"La-lama kali si Arsanti!. Tidur apa mati di toilet itu orang?" gerutu wanita rambut panjang yang di jepit ke atas.

Tidak puas dengan teriakan dari jauh, wanita itu melangkah ke depan pintu toilet. Kedua tangan di pinggang, bibir yang maju dan raut wajah yang garang. Salah satu tangannya mengetuk pintu. Tapi belum ada sahutan sama sekali. Ketukan

kedua tidak ada jawaban. Dan ketukan ketiga nyaris mendarat di wajah mungil Arsanti. Sambil

tersenyum polos, Arsanti melihat Dinda dengan wajah tanpa dosa. Lalu wanita yang lebih tua dari Dinda itu bertanya bagaikan tidak memiliki masalah.

"Apa aku buat salah sama kau, Din?"

Amarah yang di ubun-ubun langsung merosot ke kaki saat mendengar dan melihat perkataan

polos Arsanti. Dinda langsung balik kanan tanpa berkata apa pun. Di dapur begitu sibuk dengan hidangan spesial. Tidak lupa pula dengan puding indah dan cake yang tidak kalah cantik.

"Katanya anak-anak, pelanggan kita ini ganteng kali loh, Din. Tinggi, badannya kayak roti sobek, hidung mancung. Bibitnya bisa untuk memperbaiki keturunan," kata Arsanti dengan polos.

Dinda masih diam dan berkonsentrasi pada desain cake yang tidak boleh

mengecewakan. Namun fokusnya terganggu dengan celotehan Arsanti yang konyol

"Kalau aku punya pacar model kayak gitu, enggak aku kasih pergi sendiri. Nanti bisa di

culik tagen. Kalau ceweknya imut, mungil kayak modelan aku, hubungannya bisatambah manis."

"Em. Terus?" balas Dinda tanpa ekspresi.

"Tambah mesra. Pas dipeluk langsung nemplok di dada yayang beb," lanjut Arsanti dengan memperagakan perkataannya.

Dinda masih tetap dengan ekspresi yang sama. Tanpa senyum, cuek dan tidak melihat ke arah Arsanti sama sekali. Suara ponsel berdering dengan keras. Ada panggilan masuk dari nomor asing. Dinda tetap bersikap baik dan sopan, bisa saja itu pelanggan mereka yang tidak sengaja menyimpan nomor ponsel milik Dinda.

"Ar, lanjut kerja dech sana. Jangan halu sama calon suami orang!" protes Dinda sambil menatap Arsanti garang.

Senyum lebar serta wajah polosnya meluluh lantahkan amarah Dinda. Melihat Dinda yang

hanya bisa menghelakan napas panjang, Arsanti mulai melancarkan halusinasinya di depan Dinda.

"Badan tinggi, perut roti sobek, dingin kayak kulkas tapi perhatian kali, ada tato di lengannya, hidung mancung, pokoknya modelan kayak cowok anime, cowok Korea gitu."

Dinda menganggung sambil mendengarkan seseorang di balik telepon. Setelah panggulan selesai, Dinda menemui Amir si koki kesayangan. Mengetuk meja stenlis sedikit kuat.

"Dua steak ayam dibanyaki sayuran. Nanti di ambil sama mbaknya," ujar Dinda.

Amir mengangguk bertanda mengerti. Dinda kembali ke mejanya. Masih melihat Arsanti yang menanti Dinda kembali.

"Tadi kau bilang tagen?" tanya Dinda memastikan.

Arsanti mengangguk tanda membenarkan. Dinda tersenyum kecil. Dia berdiri tepat di depan Arsanti dengan tangan terlipat anta perut dan dada. Wajahnya sedikit mendekat ke wajah Arsanti.

"Tagen apaan?" tanya Dinda penasaran.

Arsanti tertawa geli. Begitu percaya dan berani, Arsanti menjawab pertanyaan Dinda.

"Tante ganjen."

Dinda menggeleng kepala. Lalu dia meninggalkan Arsanti dengan senyum lebar yang disembunyikan dibalik masker.

Tidak heran bila teman dekat dan sekaligus teman bisnisnya itu sangat halu dengan tipe cowok yang hampir perfect. Setiap harinya Arsanti hampir melakukan hal yang berhubungan dengan dunia hali. Menonton maraton hingga membaca komik maraton setiap hari.

"Ar, di sini enggak ada modelan laki kayak gitu. Tinggi, mancung, oke. Tapi kau pastikan, takut kecoak enggak," saran Dinda.

Arsanti melihat ke arah Dinda dengan heran dan bingung. Tatapan Arsanti yang seperti

itu, membuat Dinda tersenyum kecil.

Malam telah tiba. Dekorasi telah selesai, suasana romantis begitu terasa di mini kafe. Wajah Dinda dan Arsanti belum bisa tenang. Masih ada yang mengganjal. Acara inti seperti pesanan pelanggan belum mereka lalui. Dari kejauhan mereka melihat mobil terparkir. Sepasang kekasih bergandeng tangan. Terlihat sangat mesra hingga membuat seisi kafe merasa iri.

Sepasang kekasih sedang bercengkerama dengan penuh kasih sayang di pintu masuk.

Dari kejauhan Arsanti mengagumi sosok pria yang tinggi semampai dengan hidung mancung, bentuk wajah tegas serta bibir merah.

"Makhluk Tuhan yang paling ganteng. Cari dimana modelan kayak gitu," batin Dinda.

Tidak kalah dari Dinda, Arsanti lebih memperhatikan pria tampan itu. Wajah melongo, bibir yang sedikit terbuka dan dagu yang di topang dengan salah satu tangannya.

"Luar biasa. Cakep," gumam Arsanti lirih.

Dua pelayan mendatangan sepasang kekasih yang sedang berbahagia. Dua gelas minuman dan makanan pembuka telah tersaji. Kejadian yang membuat iri pun mulai berjalan.

Adegan romantis yang di saksikan Dinda dan Arsanti membuat mereka melayang ke dalam

pikiran dan hati masing-masing.

"Pangeran berkuda, dimana kamu?" gumam Arsanti dengan posisi yang masih sama.

"Apa itu laki tulen?. Gentelman kali. Romantis lagi," gumam Dinda dengan senyum lebar.

Satu persatu acara terlaksana. Hingga tiba acara terakhir mengungkapkan perasaan dan cincin indah.

Waktu bergulir. Acara inti lamaran romantis pelanggan setia mini kafe berjalan lancar. Dinda dan Arsanti serta para pegawai lain ikut bahagia dan lega. Tidak lupa rangkain bunga diberikan Dinda untuk menambh kebahagian sepasang kekasih.

"Terima kasih banyak, Kak Dinda dan Kak Arsanti. Akhirnya pasangan saya percaya kalau

hubungan ini akan saya bawa ke pernikahan," kata pelanggan pria dengan wajah berseri-seri.

"Sama-sama. Semoga lancar sampai surga," doa Dinda.

Dengan sengaja Arsanti menginjak kaki Dinda dengan kuat. Lalu memasang wajah imut di

depan sepasang kekasih.

"Iya. Moga bahagia selalu," tambah Arsanti dengan gigi rapat.

Wajah terpesona Dinda tiba-tiba turun drastis. Bola matanya membesar sempurna. Lalu

dia pergi terburu-buru meninggalkan sepasang kekasih dan Arsanti.

"Maaf iya, Dinda lagi sakit perut. Hati-hati di jalan," kata Arsanti memberikan perhatian.

Mobil hitam yang agak tinggi itu sudah melaju dan meninggalkan mini kafe. Pegawai yang lain sibuk dengan merapikan kursi dan piring yang kotor. Sedangkan Dinda melamun di sudut kafe dengan bayangan tinta hitam yang ada di lengan pelanggan pria itu.

"Kenapa harus gambar itu?. Kesel kali aku!" amuk Dinda pada pantulan dirinya di cermin.

Gambar yang terukir di kulit membuat Dinda teringat seorang yang begitu melukainya.

Rasa sayang berubah menjadi benci yang teramat dalam. Dalam sekejap bayangan

pria yang dimaksud Dinda berputar di kepala dan hatinya.

Tidak ingin berlarut dalam lamunan dan kekesalan Dinda mencoba melampiaskan dengan pekerjaan. Namun sayangnya itu hanya

sia-sia.

"Semoga saja tidak kembali lagi. Dia si play boy cap gayung!" doa dan harapan

Dinda.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku