Menjadi seorang dokter adalah cita-cita yang telah lama Marsha impikan sejak duduk di bangku SMA. Berbagai upaya telah ia lakukan untuk bisa mendapatkan beasiswa kedokteran di luar negeri. Dengan bantuan teman-teman dan orang terkasihnya, Marsha perlahan bisa segera mewujudkan impiannya. Marsha pun rela menghabiskan waktunya hanya sekadar untuk belajar, belajar, dan belajar. Namun, tiba-tiba cita-cita yang telah ia impikan hancur hanya dalam sekejap. Marsha hamil. Semua ini adalah akibat dari kecerobohannya dengan seseorang. Bagaimana Marsha akan mengungkapkan rahasia terbesarnya kepada semua orang? Apa yang akan ia lakukan untuk menghadapi kehidupan selanjutnya yang telah lama menunggunya?
Waktu yang ditunggu-tunggu oleh semua orang akhirnya telah tiba. Seleksi beasiswa ke luar negeri akan dilaksanakan besok pagi di gedung Ganesha di kota Jakarta. Banyak murid dari lulusan SMA dan SMK bahkan dari kalangan mahasiswa akan mengikuti seleksi ini. Mereka yang lolos pada tahap bahasa asing telah bersaing dengan ratusan ribu orang untuk mendapatkan kursi ekslusif yang semakin dekat dengan berbagai universitas di luar negeri.
Marsha Zachira, perempuan yang baru saja lulus dari SMA tahun ini ikut menjadi salah satu dari beberapa orang yang beruntung karena telah berhasil lolos pada tahap bahasa asing. Ia sudah mempersiapkan dengan matang sejak SMA untuk mendapatkan beasiswa kedokteran di luar negeri. Berbagai usaha telah ia lakukan untuk bisa lolos pada tahap bahasa asing ini. Kini Marsha hanya tinggal mengerahkan semua usaha yang telah ia dapatkan untuk bisa lolos pada tahap akhir.
Hari ini kegiatan yang dilakukan oleh Marsha sebelum besok menghadapi ujian adalah me-review semua materi yang ada di bukunya. Berbagai macam buku sudah tergeletak di atas mejanya sejak pagi hari. Marsha mulai membaca satu per satu buku yang ada di hadapannya dari pagi hingga sore hari dan hanya tinggal tersisa dua buku lagi yang belum ia baca ulang. Sebelum mulai membaca bukunya lagi, Marsha beranjak ke dapur untuk menyiapkan kopi yang akan menemaninya ketika sedang membaca. Namun, saat mencari kopi di rak, ia tidak menemukan satu bungkus pun kopi di sana. Marsha kemudian memutuskan untuk pergi ke minimarket yang berada tidak jauh dari apartemennya.
Sejak berada di kelas 12 SMA, Marsha mulai hidup sendiri di apartemennya. Orangtuanya memberikan kebebasan untuk memilih tinggal sendiri demi melatih kemandirian anak semata wayangnya. Marsha pun memilih untuk tinggal di apartemen yang jaraknya tidak jauh dari sekolahnya saat SMA. Kini, ia pun sudah terbiasa untuk melakukan semuanya sendiri tanpa bantuan orangtuanya.
Setelah selesai membeli kopi dan perlengkapan lainnya di minimarket, Marsha bergegas kembali menuju apartemennya. Hari sudah mulai gelap dan banyak orang berlalu-lalang di jalanan. Marsha kemudian menekan angka sebagai sandi yang ada di pintu masuk ke dalam apartemennya. Ia segera masuk ke dalam dan beranjak ke dapur untuk menyeduh kopinya.
Marsha kembali duduk ke bangkunya untuk melanjutkan membaca buku yang hanya tersisa dua buku lagi. Ia perlahan meniup lalu menyeruput kopi yang masih panas. Beberapa detik kemudian, perutnya mulai mengeluarkan suara layaknya orang kelaparan. Akan tetapi, baru satu jam yang lalu Marsha makan. Ia kemudian merasakan mual yang berasal dari perutnya. Marsha segera menuju ke dapur untuk mengambil air putih. Tubuhnya kini berkeringat dan Marsha mulai merasakan pusing di kepalanya.
Ia segera mencari obat masuk angin di lemari karena Marsha pikir ia baru saja terkena masuk angin setelah pergi ke minimarket tanpa menggunakan jaket. Setelah meminum obat, perut Marsha justru lebih terasa mual. Ia beranjak ke wastafel untuk memuntahkannya tetapi tidak ada yang keluar dari mulutnya. Marsha kemudian segera mencari ponselnya untuk menelpon seseorang dan hanya satu orang yang terlintas di benaknya. Namun, sudah hampir lima kali panggilannya tidak diangkat oleh orang tersebut. Ia panik tetapi ia tetap berusaha menjernihkan pikirannya.
"Nggak mungkin aku hamil, nggak mungkin," ucapnya bermonolog sendiri. Marsha berusaha untuk mengingat kejadian yang pernah ia alaminya dengan seseorang.
"Aku yakin waktu itu dia pakai pengaman. Nggak, nggak mungkin aku hamil." Perlahan air mata Marsha mulai jatuh.
Untuk meyakinkan bahwa dirinya tidak hamil, ia bergegas menuju ke apotek terdekat untuk membeli test-pack. Marsha yakin bahwa ia tidak mungkin hamil hanya karena kecerobohannya dengan seseorang. Segera setelah membeli barang tersebut, Marsha pergi ke toilet untuk mengecek kehamilan dengan menggunakan urinenya. Beberapa saat kemudian hasil yang ada di test-pack langsung keluar. Di dalam test-pack terlihat jelas menunjukkan dua garis yang artinya Marsha positif hamil.
Marsha langsung menangis dalam diam dan menyesali perbuatan hina yang telah dilakukan dengan seseorang itu. Hatinya hancur berkeping-keping. Mimpi yang sudah ia idamkan sejak SMA tidak akan pernah bisa terwujud lagi. Ini semua adalah akibat dari kecerobohannya.
Marsha mencoba untuk menelpon orang itu sekali lagi. Namun, hasilnya nihil. Tidak ada satupun panggilan yang diangkat olehnya. Bahkan Marsha mencoba untuk memberikan pesan lewat whatsapp tetapi hanya berakhir dengan tanda centang. Marsha kemudian menelpon kerabat dekat yang kenal dengan orang tersebut dan menanyakan di mana keberadaannya sekarang. Akan tetapi, kerabat dekatnya pun tidak mengetahui di mana ia berada. Kerabat dekatnya bahkan sudah tidak bertemu dengan orang tersebut hampir satu minggu dan ia juga tidak memberikan kabar kepadanya.
Marsha benar-benar merasa hina. Ia malu atas apa yang telah diperbuat bersama orang itu. Apa yang harus Marsha katakan kepada orangtua dan teman-temannya? Ia tidak mau dicap sebagai anak nakal dan tidak tahu diri. Bahkan orang yang telah menghamilinya tidak menjawab telepon dan pesannya. Apakah ia kabur? Tidak mungkin. Marsha yakin bahwa ia adalah orang yang sangat baik dan bertanggung jawab. Akan tetapi, mengapa ia tidak menjawab satu panggilan pun dari Marsha?
Buku yang tadinya menumpuk di meja belajarnya saat ini sudah berserakan di lantai. Mug kaca yang berisi kopi pun sudah terpecah belah dan berceceran di lantai karena Marsha membantingnya. Ia meluapkan semua amarahnya kepada benda yang ada di sekitarnya. Marsha merasa sangat bingung dan marah. Apa yang harus ia lakukan? Bagaimana dengan ujian seleksi besok? Ia tidak mau semua usahanya sia-sia. Namun, Marsha juga merasa sangat malu dan hina jika besok ia berangkat mengikuti ujian. Ia merasa menjadi perempuan paling kotor di dunia. Marsha bahkan merasa sangat malu jika nantinya bertemu orang-orang asing di luar sana. Apakah mereka akan merasa jijik dengannya?
Tiba-tiba terlintas satu orang di benak Marsha. Ia pikir hanya orang itu yang akan membantunya di saat seperti ini. Tidak, bukan orangtuanya, bukan juga teman-temannya. Marsha yakin orang itu akan tutup mulut rapat-rapat setelah mendengar apa yang telah terjadi kepadanya. Ia segera mengambil ponselnya dan menekan nomor telepon orang tersebut.
Beberapa menit kemudian orang itu mengangkat panggilan dari Marsha setelah beberapa kali panggilannya tidak diangkat, "Hey, maaf baru mengangkat. Ada apa?" tanya orang itu di seberang sana.
"I need your help, right now."
Suasana bandara Soekarno-Hatta saat ini sangat ramai karena adanya libur pertengahan tahun. Sudah satu minggu sejak kejadian pahit yang dialami oleh Marsha berlalu. Kini ia berada di antara orang-orang yang sedang mengantre di boarding pass. Ya, Marsha memutuskan untuk pergi meninggalkan Indonesia dan merelakan kesempatan emasnya yaitu beasiswa ke luar negeri. Dengan bantuan seseorang, akhirnya Marsha memutuskan untuk memulai hidup baru entah di mana dan tidak ada yang tahu ke mana ia pergi termasuk orangtua dan teman-temannya, bahkan orang yang telah menghamilinya sekali pun.
Seseorang tiba-tiba datang menghampiri Marsha dan segera mengajaknya menuju pesawat setelah melewati proses di boarding pass.
"Are you sure about this?" tanya orang itu.
"Even this is the wrong choice, I want to leave this country as soon as possible."
Bab 1 Chapter 1 : A Big Mistake
13/02/2022
Bab 2 Chapter 2 : Who Don't Know
13/02/2022
Bab 3 Chapter 3 : A Date
13/02/2022
Bab 4 Chapter 4 : Cousin
13/02/2022
Bab 5 Chapter 5 : New Student
13/02/2022
Bab 6 Chapter 6 : New Classmate
13/02/2022
Bab 7 Chapter 7 : Bad Habit
13/02/2022
Bab 8 Chapter 8 : Girls Time
13/02/2022
Bab 9 Chapter 9 : Boys Time
13/02/2022
Bab 10 Chapter 10 : Buy One Get One
13/02/2022
Bab 11 Chapter 11 : Before the Day
15/02/2022
Bab 12 Chapter 12 : The Day
15/02/2022
Bab 13 Chapter 13 : On the Road
15/02/2022
Bab 14 Chapter 14 : Bali Here We Go
15/02/2022
Bab 15 Chapter 15 : Night Walk
15/02/2022
Bab 16 Chapter 16 : Misunderstand
15/02/2022
Bab 17 Chapter 17 : Sunset But it is Sad
15/02/2022
Bab 18 Chapter 18 : Worst Night
15/02/2022
Bab 19 Chapter 19 : Apologize
15/02/2022
Bab 20 Chapter 20 : More Than Words
15/02/2022
Bab 21 Chapter 21 : Moments
16/02/2022
Bab 22 Chapter 22 : Neighbour
16/02/2022
Bab 23 Chapter 23 : Ex
16/02/2022
Bab 24 Chapter 24 : Meet Up
16/02/2022
Bab 25 Chapter 25 : Disaster
16/02/2022
Bab 26 Chapter 26 : The Truth
16/02/2022
Bab 27 Chapter 27 : Sunday Morning
16/02/2022
Bab 28 Chapter 28 : Rejected
16/02/2022
Bab 29 Chapter 29 : Good Day
16/02/2022
Bab 30 Chapter 30 : The Secret
16/02/2022
Bab 31 Chapter 31 : Solution
16/02/2022
Bab 32 Chapter 32 : Hiking Why Not!
16/02/2022
Bab 33 Chapter 33 : Exercise on the Weekend
16/02/2022
Bab 34 Chapter 34 : Departure
16/02/2022
Bab 35 Chapter 35 : Ready to Hike
16/02/2022
Bab 36 Chapter 36 : Arrival
16/02/2022
Bab 37 Chapter 37 : The Crater
16/02/2022
Bab 38 Chapter 38 : Strolling Around the City
16/02/2022
Bab 39 Chapter 39 : Summit Attack
16/02/2022
Bab 40 Chapter 40 : An Accident
16/02/2022
Buku lain oleh Crispy Spinach
Selebihnya