Dia masih kecil, namun harus dihadapkan dengan kenyataan berdarah. Kedua orang tuanya telah menjadi korban kebringasan perampok kejam. Demi mencari keberadaan pembunuh kedua orang tuanya, Jasson merantau ke kota lain. Dalam perantauannya, dia menemukan seorang gadis yang bisa meluluhkan hati dingin seorang Jasson. Namun kenyataan menyedihkan kembali didapatkannya. Apa dia tetap menuntut keadilan bagi orang tuanya? Atau dia memikirkan kebahagiaan gadis yang dia nikahi itu? SCARY LOVE hadir untuk menemani hari anda.
"Bakar, habiskan semua, hahaha!!!"
BRUUGGG
WUUUGGG
Api membumbung tinggi hingga ke langit. Menghitam bagai mendung.
Suara tangis pilu, teriakan minta tolong yang menyanyat hati. Puluhan orang berlarian ke sana kemari, mencari perlindungan. Menggendong anak-anak kecil mereka dengan derai air mata tak tertahan.
"Ayah!"
"Ibu!"
Suara kecil yang meminta tolong. Bertahan di tengah orang-orang berlari menyelamatkan diri sendiri. Serta belasan kuda berlarian membawa para pria berpedang panjang, serta obor menyala besar.
Lalu suara kecil mencari orang tuanya itu perlahan menghilang. Tubuh kecil itu tumbang mencium tanah. Darah mengalir tak bisa ditahan.
Semakin larut, teriakan menyanyat hati lama-lama menghilang. Puluhan tubuh tumbang tak bernapas.
"Ambil semua yag bisa diambil, habiskan semua, hahaha!"
...
Jasson, anak kecil berusia 6 tahun itu berlari secepat kilat, mengabaikan kelinci yang baru diburunya terlepas.
Kepulan asap hitam itu menarik perhatiannya untuk segera kembali ke kampung halaman.
Maka dia melewati berbagai ranting yang tumbang, hingga kakinya berdarah. Ia tak peduli.
Ia terus berlari.
Di kepalaya hanya ada satu pertanyaan.
Apa yang terjadi?
Sampailah dia pada kampung yang telah membesarkan dirinya selama enam tahun itu. Dimana dua orang terkasihnya tinggal. Orang yang telah membesarkan dirinya selama ini.
Sampai pada sebuah pohon Akasia besar, dia berhenti. Peluhnya sebesar jagung membasahi dahi. Ia tak peduli.
Kedua matanya sempurna membulat ketika menyaksikan seorang pria tengah terduduk di depan seorang pria lain yang berdiri tegak dengan sebilah pedang di tangan.
Tak lama kemudian,
DAAAGG
Tubuh pria yang terduduk itu terhuyung dengan darah segar muncrat ke wajah pria yang berdiri.
"Inilah balsannya karena ku tak mau ikut denganku!" kata pria itu.
Dia begitu puas telah berhasil menghilangkan nyawa pria yang tak asing di mata Jasson.
"Kita kembali!!" titah pria itu lagi pada para anak buahnya yang menyasikan.
Kaki Jasson terasa lemas seketika. Tak berdaya, tak bertenaga.
Setelah semua pria jahat itu pergi, tinggallah kesepian yang ada. Suara percikaan api melahap kayu-kayu terdengar jelas.
Jasson melangkah mulai mendekati kampungnya yang telah hancur. Hangus.
Satu persatu ia melihat mayat dengan berbagai jenis luka yang menakutkan. Diusia 6 tahun, ini pertama kalinya bagi Jasson melihat pemandangan tak biasa itu.
Tubuhnya menggigil kedinginan. Tangannya tak berhenti bergetar.
"Ayah, ibu?" ucapnya parau.
Air matanya hedak menetes, namun tetap ia tahan.
Dia anak lelaki, tak akan menangis begitu saja.
"Ayah, kau dimana?"
Ia masih berusaha mencari rumahnya. Tapi jelas, dia tak menemukan, karena kobaran api telah melahap semua bangunan.
Jasson terus mencari, membalikkan satu persatu mayat yang sudah hilag napas. Serta kondisi yang mengerikan.
"Jass-son." Terdengar suara memanggil dirinya dengan susah.
Jasson menoleh, mencari arah suara. Dilihatnya tak ada seorang pun disekitarnya, kecuali mayat yang telah tumbang di tanah.
"A-ku di sin-ni."
Suara itu terdengar dari bawah, maka Jasson berdiri dan menghampiri satu mayat pria yang berjarak dua meter darinya.
"Paman!" teriak Jasson histeris. Air mata yang tadi ia tahan seketika mengalir sudah. Jasson berlari dan menghampiri tubuh tengkurap itu.
"Jass-son."
"Diamlah, Paman, aku akan menolongmu!"
Sekuat tenaga Jasson membalikkan tubuh berdarah itu. Dipandangnya luka diperut sang paman akibat tusukan pedang.
"Jass, ayah dan i-bumu telah tiada. Paman pun a-kan menyu-sul me-re-ka."
Jasson menggeleng sambil terus menangis.
"Jaga dirimu baik-baik, Nak."
"Tidak, Paman."
"Ayah dan i-bumu ada di balik kayu itu." Pria itu menunjuk pada sebuah kayu akasia yang telah tumbang. "Jass, kuburkan ka-mi."
Tangan pria itu seketika lunglai dan terjatuh tepat dipangkuan Jasson. Anak kecil itu semakin histeris, menangis sejadi-jadinya meratapi tubuh pamannya yang sudah tak bernyawa.
...
Hingga pagi tiba, Jasson belum selesai membuat lubang di tanah dengan alat seadanya.
Tenaga kecilnya belum seberapa untuk bisa menggali tanah sedalam itu untuk menguburkan lebih dari 3 mayat.
Meski mayat, paman, ayah serta ibunya sudah masuk pada liang lahat, namun hati nuraninya tak tega meninggalkan mayat-mayat tetangganya yang lain.
Maka bersama dengan segelintir orang yang masih hidup, dia membuat banyak lubang untuk menguburkan mereka semua.
Setelah usai, barulah Jasson menjatuhkan tubuh. Menghadap pada langit yang biru dengan cahaya matahari yang sudah mulai menyengat.
"Ujian apa ini? Bagaimana ku bisa hidup tanpa keluargaku?"
Sebagai seorang anak kecil yang belum mengerti kerasnya hidup, dia hanya bisa mengeluh, meratapi dirinya, serta putus asa melanda.
Air matanya kembali meleleh di bawah terik matahari yang menyengat.
Bibirnya memutih, kering. Bajunya lusuh penuh dengan warna hitam bekas arang.
Ia haus, juga lapar. Tapi mengingat apa yang telah dia lakukan barusan telah membuat dirinya tak selera untuk berencana mengisi perut.
...
Sore harinya, keputus asaan yang dia alami telah berubah menjadi sebuah amarah yang luar biasa.
Dilihatnya beberapa tetangga yang masih hidup hanya menangis di samping gundukan tanah basah yang baru mereka buat untuk membaringkan anggota keluarga mereka.
Ada pula yang memilih mengakhiri hidup lantaran tak bisa lagi bersanding dengan orang yang mereka cintai.
"Pak, siapa yang telah melakukan semua ini pada kampung kita?" tanya Jasson pada salah seorang pria tua yang terduduk lesu.
"Orang jahat." Jawabnya dengan sangat singkat. Sorot matanya kosong tak berdaya.
"Apa kau mengenalnya?"
"Tidak."
Bukan itu jawaban yang Jasson ingin dengar.
"Apa kau ingat apa yang mereka katakan selama mereka masuk ke dalam kampung kita?"
Pria tua itu menoleh, lalu tertawa.
Tawa yang terdengar miris dan putus asa. Di dalamnya penuh kesedihan yang melanda.
"Mereka hanya ingin merampok dan menghabiskan desa kita. Memangnya kita orang kaya sampai dirampok oleh mereka." Pria itu kembali tertawa dengan mata yang berair.
Dan Jasson mendapatkan satu kata yang sangat penting. RAMPOK
...
Anak kecil berusia 6 tahun itu memutuskan meninggalkan kampung menyedihkan itu. Ia berjalan lunglai dengan perut tanpa isi apapun sejak semalam.
Keinginannya untuk membakar kelinci yang ia tanggap bersama dengan keluarganya telah sirna.
Semua menjadi angan-angan yang tak akan pernah terwujud.
Ia terus berjalan tak tentu arah hingga tubuhnya berkali-kali terjatuh. Lututnya membentur batu, membuatnya berdarah seketika. Lagi ia terbangun dan berjalan menyusuri sungai. Entah dia akan kemana.
Sudah 1 kilometer dia meninggalkan kampungnya.
Kedua matanya mulai buram, berkunang-kunang.
Tanpa terasa, dia lunglai dan terjatuh kembali dengan kepala membentur batu.
Pandangan matanya semakin buram, tubuhnya lemas, lalu semua menjadi gelap seketika.
Jasson pingsan dibawah langit yang mulai gelap, serta gerimis yang tiba-tiba saja membasahi bumi.
Di saat gerimis yang mulai menderas, sepasang kaki berjalan menghampiri tubuh mungil Jasson, lalu mengangkatnya.
Bab 1 Perampokan dan Pembunuhan
26/04/2022
Bab 2 Ambisi dan Amarah
26/04/2022
Bab 3 Pembentukan Fisik serta Teknik Khusus
26/04/2022
Bab 4 Izin Berkelana
26/04/2022
Bab 5 Desa Sarang Perampok
27/04/2022
Bab 6 Fay dan Mike
27/04/2022
Bab 7 Mendapat Info
28/04/2022
Bab 8 Tim Dominic
28/04/2022
Bab 9 Gadis Rambut Pirang
29/04/2022
Bab 10 Menguntit
29/04/2022
Bab 11 Keluar dari Penjara Bawah Tanah
02/05/2022
Bab 12 Tugas Pertama
04/05/2022