Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Alya duduk di sudut ruang tamu yang sunyi, memandangi jari-jarinya yang bergetar. Udara terasa dingin, namun bukan hanya itu yang membuat tubuhnya gemetar. Malam ini terasa sangat panjang dan kelam, penuh rasa perih yang menggumpal di dalam dadanya. Keputusan yang diambil suaminya, Raka, untuk menjualnya pada pria asing, seolah menandai titik akhir dari segala pengorbanan dan harapannya.
Dia tak pernah menyangka, pria yang pernah bersumpah mencintainya akan tega melakukan hal sekejam ini. Delapan tahun bersama seharusnya membuat mereka semakin kuat menghadapi cobaan. Namun, kenyataannya Raka berubah. Sejak setahun terakhir, kata-kata pedas dan sindiran kasar selalu keluar dari mulutnya, menyudutkan Alya sebagai wanita yang "tidak berguna" hanya karena mereka tak memiliki anak.
Malam itu, ketika Raka datang bersama mertuanya dan menyampaikan rencana mengerikan ini, Alya hanya bisa membisu. Suaminya berbicara seolah-olah dia adalah barang yang bisa ditukar, tanpa memikirkan perasaannya sedikit pun. Tatapan penuh kebencian di mata Raka seolah menegaskan bahwa dia bukan lagi seseorang yang layak mendapatkan cinta ataupun simpati.
"Alya," suara mertuanya terdengar keras dan tajam. "Kami sudah sabar selama delapan tahun menunggu kehadiran seorang cucu. Tapi kamu? Kamu tak pernah memberi kami apa-apa selain kekecewaan!"
Alya mencoba menahan tangisnya. Bibirnya bergetar saat ia memandang wajah tua mertuanya yang menatapnya dengan penuh penyesalan. "Bu... aku tak pernah berniat mengecewakan kalian. Aku... aku ingin punya anak, tapi..."
"Cukup!" Raka memotong dengan suara tegas. "Alasan tidak akan mengubah kenyataan bahwa kamu tidak bisa memberiku keturunan. Kau tahu betul betapa aku ingin menjadi seorang ayah, dan sekarang... cukup. Aku sudah menemukan solusi untuk masalah ini."
Alya terdiam, merasa napasnya tersendat. "Solusi?" tanyanya lemah, meski hatinya sudah merasa ngeri dengan apa yang mungkin akan dikatakan suaminya.
Raka tersenyum dingin, matanya menyipit seolah memandangnya dengan penghinaan. "Aku sudah membuat perjanjian dengan seseorang. Seorang pria kaya yang bersedia menanggung bebanmu. Kamu akan pergi bersamanya malam ini juga."
Kata-kata itu menghantam Alya seperti badai. Dia merasa seluruh tubuhnya lumpuh, tak mampu bergerak. "Kau... Kau serius, Raka?" suaranya pecah di antara isakan.
Raka mengangguk tanpa ragu, ekspresi di wajahnya tetap dingin. "Kau tak lagi berguna bagiku, Alya. Jika kau tak bisa memberiku keturunan, setidaknya kau bisa menjadi cara untuk membebaskan diriku dari segala beban."
Hati Alya hancur. Di satu sisi, ia ingin berteriak, memohon agar suaminya tak sekejam ini. Namun, di sisi lain, ia tahu bahwa harga dirinya tak akan membiarkan dia memohon pada pria yang telah mengkhianati cintanya. "Baik," katanya dengan suara yang nyaris berbisik, menahan air mata yang siap jatuh kapan saja. "Jika itu yang kau inginkan, aku akan pergi. Tapi ingat, Raka, suatu hari kau akan menyesali keputusanmu ini."