"Andai aku memiliki hak untuk ikut campur tangan dalam mengatur takdir yang Tuhan berikan, sudah pasti kutulis namaku dan namamu dalam satu lembar di halaman kebahagiaan. Sayangnya, apa yg kuharapkan hanyalah sebatas angan-angan. Mau sekuat apapun aku menerjang dan melawan lika liku di hadapanku, kamu tidak akan pernah ditakdirkan untuk mengikat janji suci denganku. Aku tahu, sejak awal kita memang hanya ditakdirkan saling mengenal, bukan saling memberikan kasih sayang." -Melati Aulia Nicolous- "Dia tak hanya berparas cantik, tapi cerdas, bertalenta, dan mampu membuat siapapun terpesona dengan kemampuannya. Gadis itu terlalu sempurna untuk dikatakan sebagai seorang pelacur." -Muhammad Zainal Asy-Syarifuddin- "Persetan dengan masalalunya. Bagi saya, gadis itu tetaplah berlian yang bersinar terang dari sudut pandang yang berbeda." -Dzikri Al-Hafidz- Pertemuan si gadis pelacur dengan seorang gus tampan yang bijaksana. Keduanya dipertemukan dan terikat oleh garis takdir yang tak terprediksi sebelumnya. Melati, gadis cantik yang berprofesi sebagai pelacur itu salah menyapa penyewanya. Alhasil, dirinya harus terjebak bersama dengan pria asing yang mengajaknya masuk Islam dan mengajarinya banyak hal tak terduga. Tak hanya bahagia, air mata juga hadir dalam perjalanan Melati mengenal lebih dekat agama barunya. Dia harus menghadapi tantangan dari berbagai pihak yang mengincarnya. Keluarganya, Club tempatnya bekerja, bahkan juga dari beberapa santri di pesantren yang ditempatinya. Apakah sekiranya Melati akan mampu bertahan di tengah teror dan cemoohan yang menganggapnya sebagai orang hina? Mampukah Melati melewati berbagai rasa sakit demi memperjuangkan perasaannya untuk sang gus tercinta? Atau justru Tuhan kembali menuliskan takdir lain yang tidak mampu diterka manusia?
"Lepaskan!"
Seorang gadis merintih. Dia terus berusaha melepaskan diri dari genggaman dua orang pria berbadan kekar yang mengampitnya. Sayangnya sekuat apapun tenaganya, hal itu hanyalah sia-sia belaka. Efek minuman yang beberapa saat lalu ditenggaknya masih terasa. Entah obat apa yang dicampur dalam minuman itu, tapi kepalanya berasa pening dan bayangan matanya pun mulai kabur.
"Please, lepaskan saya!" Gadis itu masih berusaha.
"Diam, Bi*ch!" bentak salah seorang dari pria itu.
"Andai saja kamu bukan asset berharga bos, sudah kulempar ke ranjang kau!" Pria lain berbisik dengan menekan seluruh kata yang keluar dari mulutnya. Jangan salah, dia pria normal yang pasti juga akan tergoda dengan gadis secantik itu. Apalagi dengan kondisinya yang dalam pengaruh obat, sudah pasti akan menjadi kesempatan emas.
Gadis itu begidik ngeri. Dia sadar, kekuatannya tidak akan cukup menghadapi kedua pria dengan badan sebesar itu. Apalagi mereka sudah pasti memiliki pistol, atau senjata tajam sejenisnya. Itu hanya akan merugikan dirinya jika terlalu memberontak. Tapi siapa mereka dan apa yang diinginkannya?
"Bawa dia masuk! Sore nanti kita harus mengirimkannya!" Seorang wanita dengan penampilan yang mencolok memberikan perintah. Dari gayanya berbicara dan caranya memberikan perintah, dapat disimpulkan bahwa dialah yang disebut bos oleh dua orang tadi. Sedangkan kedua orang yang membaw agadis itu menurut. Mereka mulai menjalankan perintah yang diterima.
"Jangan sampai lecet sedikitpun! Dia asset berharga yang akan memberikan kita banyak uang! Hahaha." Wanita itu tertawa keras. Dia sudah membayangkan berapa banyak pelanggannya dari bos-bos besar, dan mereka akan rela mengantri untuk mencicipi tubuh indah budak barunya.
Setelah gadis itu dikurung dalam sebuah ruangan, wanita yang biasa dipanggil Mami Amoura itu mengeluarkan ponselnya. Dia nampak menghubungi seseorang dan sepertinya tidak sabar untuk segera memberikannya kabar bahagia. Panggilannya masih belum terhubung, tapi dia sudah tidak sabar mendengar pujian dan transferan uang hari itu juga.
Panggilan terhubung.
"Oh, Tuan-"
"Tidak perlu basa-basi, Amoura! Segera kirim dia ke tempatku." Pria di seberang langsung memotong ocapan Amoura. Nampaknya, dia juga sudah tidak sabar dengan permintaannya pada wanita itu.
"Baiklah, Tuan. Aku akan segera mengantarkannya." Amoura berbicara selembut mungkin, tentu saja dengan gaya khasnya yang centil itu.
"Tidak perlu mengantarkannya sampai dalam, Amoura. Aku tidak suka ada yang tahu siapa dia. Apalagi hari ini banyak clientku."
"Tapi, Tuan? Bagaimana jika dia kabur?" Amoura sedikit ragu. Pasalnya gadis itu sangat tidak mungkin akan suka rela menyerahkan dirinya ke kandang singa.
Pria di seberang sana tertawa terbahak-bahak, "Jangan melucu, Amoura! Wanita mana yang akan menolak pesonaku?" sombongnya.
Amoura gelagapan. Dia juga bingung akan menjelaskan keadaan itu dengan kalimat apa. Pikiranya terus berusaha disentil agar segera menemukan jawaban, "Sungguh, Tuan."
"Sudahlah! Cukup laksanakan apa yang aku perintahkan! Uang sudah kutransfer!" Pria itu lantas menutup panggilan sepihak tanpa mendengarkan penjelasan Amoura. Baginya, apa yang dikatakan Amoura sama dengan menghinanya. Ya, walau yang diinginkannya kali ini adalah seorang perawan, memang bedanya apa?
'Sial! Aku tidak boleh kehilangan ATM. Tidak masalah harus sedikit memberi gadis itu kelonggaran. Toh, aku bisa mengutus anak buah untuk mengawasinya.' Amoura membatin. Dia akan menggunakan berbagai cara untuk mempertahankan gadis yang baru saja didapatkannya itu.
"Ady! Dims!"
Dua orang berbadan kekar yang tadi membawa gadis itu mendekati Amoura. Mereka menunduk, bentuk penghormatan seorang anak buah kepada bosnya.
"Ada yang dapat kami bantu, Bos?"
Amoura menatap ke depan dengan seringaian yang lebar, "Suruh Nery untuk memberikan polesan terbaik! Bos besar sudah menyuruhnya untuk bersiap!"
Ady dan Dims mengangguk, mengerti. Mereka kemudian meninggalkan Amoura yang tengah berjingkrak-jingkrak apalagi setelah melihat tambahan isi saldonya.
'Ini hanya DP saja. Jika gadis itu memuaskan, aku akan mengirim berkali-kali lipat, sesuai dengan keinginanmu.' Begitu pesan yang tertulis. Amoura semakin gencar dalam memanfaatkan gadis itu. Dia harus terus menggunakannya untuk memperkaya diri.
***...***
Matahari masih begitu terik, walau bila dilihat bayangannya tinggal seperempat bagian dari bumi. Di bawah rindangnya pohon, seorang gadis menatap gedung di hadapannya dengan nanar. Pikirannya seperti melayang, namun tak beraturan. Sesekali diusapnya keringat yang meluncur dari bawah lapisan kulitnya. Wajar, cuaca siang menjelang sore itu bisa dikatakan menyengat. Setelah selesai dengan keringatnya, gadis itu kemudian memejamkan mata. Sebulir air mata ikut hadir, tapi secepatnya ditepis oleh gadis itu. Dia kemudian memejamkan mata, mengatur nafasnya beberapa saat lalu melangkah dengan penuh kekuatan. Sebenarnya hatinya memilih untuk menolak. Hatinya bersikukuh untuk berbalik dan pergi dari tepat itu. Tapi kenyatannya tidak bisa. Dia bisa tahu dari ekor matanya, pria-pria kekar yang di utus Amoura masih menatapnya dengan tajam.
'Tuhan, aku hanya ingin menghilang dari situasi seperti ini.' Hati gadis itu memohon. Dia tidak ingin jika harus berada di tempat kotor milik Amoura dan menjajahkan tubuhnya ke banyak pria hidung belan hanya demi segepok uang. Lebih baik baginya kelaparan dan mencari pekerjaan ala kadarnya, daripada menjadi budak wanita semacam Amoura.
Baru saja berjalan setengah meter, banyak pasang mata telah memperhatikan gadis itu dengan pandangan yang berbeda-beda. Jelas saja, jika dideskripsikan penampilannya tidak hanya cantik, tapi terkesan anggun dan sempurna. Wajahnya putih berseri, bibirnya merah merona bak buah delima, matanya indah, dengan bulu mata lentik yang kata orang jawa disebut nanggal sepisan. Tak hanya itu, hidungnya pun mancung, tegak bagaikan huruf alif kata mereka para pemuka agama. Dan untuk bajunya. Ehm, benar-benar menggoda dan membuat keindahan tubuhnya tecetak dengan jelas. Apalagi baju itu sangar serasi dengan tubuhnya. Jangan lupakan riasan tipis yang membuat penampilannya makin sempurna.
'Sial, tempat ini terlalu ramai.'
Melati risih. Apalagi semua pandangan tertuju kepadanya. Tanpa sadar, langkahnya justru tergerak untuk menjauhi orang-orang yang menatapnya dengan puja-puja. Dia butuh menyesuaikan diri terlebih dahulu. Walau cantik, tapi dia tidak terlalu suka menjadi sorotan banyak orang, apalagi media.
'Sebaiknya aku menepi. Lagipula, aku lupa nama pria yang dimaksud Mami Amoura. Duh, kenapa kamu bisa bego banget sih.' Gadis itu terus berjalan menjauh dari kerumunan dan merutuki kebodohannya sendiri. Dia lupa, nama pria yang menyewanya dari Mami Amoura.
'Ayo pikir, Melati! Siapa nama pria yang diucapkan Mami Amoura tadi? En? Ben? Duh, bodoh! Bisa-bisanya gugup hingga lupa begini.' Gadis yang ternyata bernama Melati itu terus merutuki kebodohannya sendiri. Pandangannya tidak terlalu fokus karena sibuk dengan pikirannya.
Bruk
"Awh," Melati meringis. Gadis itu menubruk sesuatu dan hampir terjatuh. Untunglah, dengan sigap sebuah tangan kekar menahan tubuhnya. Takut-takut, dilihatnya siapa gerangan yang menolongnya itu. Melati yang gugup bertambah gugup melihat seorang pria dengan garis wajah tegas dan tampan itu menatapnya. Katakan Melati terpesona dengan pria yang menolongnya. Jika boleh berkata jujur, itu kali pertamanya dia melihat pria blasteran yang ketampanannya seperti dewa-dewa Yunani yang dipuja.
"Are you fine?"
Lamunan Melati sirna. Kesadarannya seketika berbalik dan spontan pula tubuh yang tadinya masih di topang tangan pria itu ditegakkannya. Dia malu. Sangat malu jika ingat kejadian itu.
"Sorry," cicitnya menyesal.
Pria itu tidak membalas. Dia segera berbalik dan meninggalkan Melati.
Srek
Tangan gesit Melati menahan pria itu. Sebuah perkiraan dalam otaknya mendorongnya untuk menahan pria itu. Mau tidak mau, pria itu membalikkan badannya, menghadap ke arah Melati. Pria itu tidak mengatakan sepatah katapun. Dia sengaja menunggu kalimat apa yang akan meluncur dari mulut Melati.
Di tantang seperti itu secara tidak langsung membuat Melati gugup. Tapi dia tidak boleh kehilangan senjata. Dia harus segera menuntaskan keinginan pria yang memanggilnya lalu kembali.
Melati mengatur nafas beratnya, "Apakah anda Tuan Zein?" Kalimat itu meluncur begitu saja. Dan memang yang dalam ingatannya sendari tadi adalah nama pria yang menyewanya dari Mami Amoura.
Berbeda halnya dengan pria yang ada di hadapan Melati saat ini. Dia tak kunjung merespon karena sedikit bingung denga napa yang dikatakan oleh Melati. Tidak, lebih tepatnya dia bingung kenapa gadis seperti Melati tahu namanya? Dari media sosialkah?
'Siapa gadis ini. Bagaimana bisa dia mengenalku?'
Pertanyaan yang berbeda muncul baik dari sisi Melati maupun Zein. Mereka sama-sama ingin tahu lebih jauh maksud dari maisng-masing. Tapi sayang, selama beberapa saat yang tercipta diantara mereka hanyalah keheningan saja.