Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Wanita Pilihan Suamiku

Wanita Pilihan Suamiku

Nova Irene Saputra

5.0
Komentar
3.2K
Penayangan
74
Bab

Aliyah sangat sedih kehilangan buah hatinya sebelum melihat dunia karena kecelakaan nahas hingga mengalami keguguran. Beberapa saat kemudian, wanita masa lalu Arif-suaminya, mengaku memiliki anak bersama laki-laki tersebut. Apakah Aliyah akan tetap bertahan dengan pernikahannya bersama Arif atau justru memilih mundur?

Bab 1 Kehilangan

🏵️🏵️🏵️

"Alhamdulillah, aku hamil, Mas," ucapku bahagia kepada Mas Arif, suamiku.

"Iya, Sayang? Alhamdulillah. Ternyata kita secepat ini langsung dikasih kepercayaan untuk memiliki momongan.

"Aku terharu banget, Mas."

"Terima kasih, Sayang." Mas Arif memelukku lalu mendaratkan ciuman di dahiku.

Aku tidak pernah menyangka bahwa anugerah terbesar dalam hidupku telah terkabul. Tiga bulan menikah, akhirnya aku mendapatkan kesempatan untuk memiliki momongan. Mas Arif terlihat sangat bahagia mengetahui kehamilanku. Rumah tangga yang baru kami bina akan makin lengkap dengan kehadiran sang buah hati.

Mas Arif, suami yang sangat aku cintai dan hormati karena dia selalu melakukan yang terbaik untukku. Dia juga pasangan hidup yang penuh dengan keromantisan dan sering memberikan banyak kejutan yang tidak terduga.

Keluarganya sangat menyayangiku, bahkan papa dan mama mertua sudah menganggapku seperti anak sendiri. Kasih sayang yang mereka berikan sangat tulus hingga diriku merasa menjadi wanita paling beruntung karena memiliki keluarga yang sangat pengertian.

Kehamilanku membuat Mas Arif makin menunjukkan perhatian dan kasih sayang yang makin besar. Dia selalu memanjakan diriku bak seorang ratu dalam istana cintanya. Sungguh, aku benar-benar bersyukur atas nikmat dan karunia itu.

Akan tetapi, kebahagiaan itu ternyata hanya mampir sesaat karena kecelakaan yang menimpaku. Pada saat usia kandunganku memasuki enam bulan, calon buah hati tercinta telah pergi sebelum melihat keindahan dunia ini. Keberadaannya hanya sementara.

Kejadian nahas itu telah menggagalkan statusku menjadi seorang ibu. Musibah tersebut terjadi sangat cepat dan tidak dapat terelakkan. Ketika itu, Mas Arif membawaku ke taman untuk menghirup udara pagi. Tiba-tiba seorang anak kecil dengan mengendarai sepeda meluncur ke arah kami, dia tidak dapat menghentikan laju rodanya hingga menghantam tepat di perutku.

Rasa sakit itu akhirnya menyebabkan aku tidak sadarkan diri. Setelah kembali terbangun, aku telah berada di rumah sakit. Sangat terlihat jelas adanya perubahan pada wajah anggota keluargaku dan Mas Arif. Aku tidak mengerti kenapa mereka menunjukkan sikap seperti itu.

Mas Arif duduk di samping tempat tidurku, dia menggenggam jemariku dengan kuat. Dia akhirnya menyampaikan sesuatu yang tidak ingin aku dengarkan. Hati ini sangat sakit dan pilu setelah mengetahui apa yang terjadi sebenarnya.

"Kamu yang kuat, ya, Sayang. Aku tahu ini cobaan yang sangat berat, tapi kamu harus terima dengan lapang dada." Aku makin bingung mendengar penuturan Mas Arif.

"Sebenarnya ada apa, sih, Mas?" Aku penasaran.

"Anak kita, Sayang." Suara Mas Arif melemah.

"Ada apa dengan anak kita?"

"Dia udah nggak ada bersama kita."

"Maksud kamu apa, Mas?"

"Dia sudah tenang di sisi-Nya."

Aku tidak percaya dengan apa yang Mas Arif katakan. Aku segera meraba perut yang ternyata tidak membesar lagi. Aku merasa tidak dapat menyentuh buah hati yang kehadirannya telah kami tunggu-tunggu. Aku langsung menangis sejadi-jadinya.

"Anak kita ke mana, Mas?" Aku menarik tanganku dari genggaman Mas Arif lalu menggoyang-goyangkan tubuhmya.

"Kamu keguguran, Sayang. Dokter akhirnya menjalankan operasi dan anak kita tidak tertolong lagi."

"Ini nggak mungkin, anakku masih ada!" Aku menaikkan suara.

"Kamu yang sabar, ya, Sayang. Harus ikhlas. Dia sudah dikebumikan tadi ke tempat peristirahatan terakhir."

"Aku tidak percaya dengan semua ini, aku yakin kalau aku sedang bermimpi."

"Ini kenyataan yang harus kita hadapi, Sayang. Aku mohon, kamu harus kuat. Ini takdirnya dari Yang Kuasa." Mas Arif memelukku.

"Aku jahat, Mas. Aku tidak bisa menjadi ibu yang baik. Aku nggak pantas menjadi seorang ibu." Bening kristal dari pelupuk mataku terus jatuh membasahi pipi.

"Kamu harus kuat, ya, Sayang." Mas Arif mengusap-usap kepalaku lalu menciumnya.

Musibah itu telah membuatku tidak sadarkan diri hingga beberapa jam. Aku sangat sedih karena tidak sempat melihat wajah buah hati yang telah beberapa bulan terakhir ini menemani hari-hariku. Aku tidak dapat lagi merasakan gerakannya yang mampu membuat diriku terharu.

Ternyata penderitaan tidak berakhir hanya di situ karena setelah pulang dari rumah sakit, Mas Arif memberitahukan kenyataan yang paling pahit dan hampir membuatku pingsan. Berita itu sungguh menyayat hati yang paling dalam.

"Kamu yang kuat, ya, Sayang."

"Aku akan berusaha untuk ikhlas, Mas." Aku berpikir kalau Mas Arif berusaha memberikan kekuatan atas kejadian kehilangan buah hati kami yang belum pernah kulihat, ternyata tidak.

"Masih ada satu hal lagi yang harus kamu ketahui." Mas Arif menggenggam tanganku dengan kuat.

"Ada apa lagi, Mas? Aku takut." Hati ini mulai merasa ketakutan.

"Jangan kaget, ya, Sayang."

"Aku semakin deg-degan, Mas."

"Sebenarnya, dokter juga sudah mengangkat rahimmu karena kecelakaan itu. Kamu tidak akan mungkin bisa hamil lagi."

Penjelasan Mas Arif membuat jantungku seakan-akan berhenti berdetak. "Ini nggak mungkin, Mas. Aku tidak percaya kalau aku tidak akan bisa memberikanmu anak." Aku menangis dan membenamkan wajah di dadanya.

"Tapi ini kenyataan yang harus kita hadapi, Sayang."

"Aku nggak berguna lagi, Mas. Untuk apa aku masih tetap di sini? Aku tidak bisa memberikanmu keturunan."

=============

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Nova Irene Saputra

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku