Nerissa (24 tahun), seorang mahasiswi S2 yang dikenal pintar dan ambisius, tiba-tiba menghadapi kenyataan pahit yang mengguncang hidupnya. Uang tabungan hasil kerja kerasnya untuk mendaftar program magang bergengsi di luar negeri dan membayar kuliah semester depan lenyap begitu saja-dicuri oleh saudara tiri yang selama ini diam-diam menyimpan iri padanya. Atas desakan sahabatnya, Nerissa akhirnya memutuskan untuk mengambil langkah nekat: mencari seorang Sugar Daddy, tetapi hanya sekali, hanya untuk menyelesaikan masalah finansialnya. Leonard Alaric (31 tahun), seorang CEO karismatik yang terkenal dengan kekayaannya yang melimpah, menjadi pria yang menjawab keputusasaan Nerissa. Kesepakatan mereka sederhana: satu malam, lalu selesai. Namun Leonard memiliki rencana lain. Ia tidak puas hanya dengan pertemuan singkat itu. Leonard mulai menyusup ke setiap aspek hidup Nerissa, menawarkan kemewahan yang sulit ditolak sambil memaksanya menghadapi berbagai dilema moral. Ia tak peduli seberapa keras Nerissa mencoba melepaskan diri darinya-Leonard ingin Nerissa menjadi miliknya. Bagaimana Nerissa menghadapi pria yang begitu mendominasi ini? Akankah ia menyerah pada tekanan dan jebakan yang diberikan Leonard, atau justru menemukan cara untuk memutarbalikkan keadaan? Kisah ini penuh emosi, kemarahan, dan ketegangan yang tak terduga-mampukah Nerissa mempertahankan dirinya dalam dunia yang penuh manipulasi?
Nerissa duduk terpaku di sudut kamar kosnya yang sempit. Pandangannya tertuju pada layar laptop yang memancarkan cahaya redup, tetapi pikirannya melayang jauh. Di layar itu tertera saldo rekeningnya-nol besar. Bahkan tagihan semester depan yang harus segera dibayar membuat perutnya terasa melilit.
"Maaf ya, Ris," suara dingin saudara tirinya, Leona, masih terngiang di telinganya. "Aku cuma pinjam uang itu sebentar. Lagipula kamu kan bisa cari lagi. Kamu selalu pintar soal begituan."
Pinjam? Apa gunanya meminta maaf kalau Leona bahkan tak tahu malu mengakuinya seperti itu? Tabungan yang telah ia kumpulkan selama dua tahun terakhir hilang begitu saja dalam satu malam, dipakai untuk membeli tas mewah dan liburan mewah Leona ke Bali.
Nerissa mengepalkan tangannya. Ingin sekali ia melaporkan Leona, tetapi apa yang bisa ia lakukan? Leona adalah putri dari istri baru ayahnya, dan meskipun ayahnya menyayanginya, ia selalu memihak Leona. Itu sudah menjadi cerita lama yang tak pernah berubah.
Telepon di meja bergetar, mengalihkan perhatiannya. Sebuah pesan masuk dari sahabatnya, Keira.
"Ris, kamu nggak bisa diem aja. Kalau kamu nggak dapet uang itu minggu depan, kamu bakal drop out!"
Nerissa mendesah panjang. Tentu saja Keira benar. Tetapi apa yang bisa ia lakukan sekarang? Beberapa hari terakhir ia sudah mencoba melamar pekerjaan paruh waktu di mana-mana, tetapi tidak ada yang bisa memberikan uang dalam waktu sesingkat itu.
Setengah jam kemudian, Keira datang dengan membawa sekantong camilan dan secangkir kopi murah dari minimarket. Ia langsung duduk di lantai kamar Nerissa dan memandanginya dengan tatapan prihatin.
"Kita harus cari solusi, Ris," kata Keira.
"Kalau ada solusi, aku pasti udah ambil."
Keira menggigit bibirnya, ragu. "Aku tahu ini mungkin terdengar gila, tapi... kamu pernah denger tentang sugar daddy?"
Nerissa menatap sahabatnya dengan mata terbelalak. "Keira, kamu serius?"
"Aku cuma kasih ide," Keira menjawab cepat, suaranya menurun. "Aku nggak bilang kamu harus ngelakuin ini, tapi... ini cuma sekali, Ris. Kalau ada yang mau bayarin kamu lima puluh juta buat satu malam, masalahmu selesai, kan?"
"Aku bukan orang yang seperti itu."
"Aku tahu, tapi kamu juga bukan orang yang menyerah, kan?" Keira menatap Nerissa serius. "Kadang kita harus keluar dari zona nyaman buat selamat."
Kata-kata itu menggema di kepala Nerissa sepanjang malam. Ia tak bisa tidur. Bayangan rekening kosongnya terus menghantui. Akhirnya, dengan tangan gemetar, ia membuka aplikasi yang disebutkan Keira. Namanya terasa asing, seperti memasuki dunia yang tak seharusnya ia jamah.
Saat ia mengisi profilnya-dengan foto yang tidak terlalu mencolok dan keterangan yang sangat singkat-ia merasa seperti sedang menjual dirinya sendiri. Tetapi apa pilihan yang ia miliki?
Tak butuh waktu lama hingga sebuah pesan masuk ke kotak masuknya.
Leonard Alaric: "Kita bisa bicara. Beri aku nomor teleponmu."
Nerissa membaca pesan itu berulang kali. Tidak ada basa-basi. Tidak ada rayuan murahan. Hanya pesan singkat yang membuat jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya.
Ia hampir menutup aplikasinya, tetapi tangannya terhenti. Satu kali, ia mengingatkan dirinya sendiri. Hanya sekali.
Dengan napas tertahan, ia mengetik balasan: "Kapan Anda punya waktu?"
Jawaban datang hampir seketika. "Besok malam. Aku akan mengirimkan alamat dan detailnya."
Nerissa meletakkan ponselnya dengan tangan gemetar. Apa yang sedang ia lakukan? Tetapi ketika ia memikirkan Leona dan uang kuliah yang hampir tak terbayar, ia tahu bahwa ini adalah satu-satunya jalan.
Di balik layar ponselnya, Leonard tersenyum tipis. Ia sudah sering bermain permainan ini, tetapi kali ini ada sesuatu yang berbeda. Entah kenapa, pesan singkat dari Nerissa terasa lebih menarik dibandingkan ratusan gadis lain yang biasa ia temui.
Nerissa tidak tahu bahwa satu keputusan kecil ini akan mengubah hidupnya selamanya.
Buku lain oleh Farid
Selebihnya