Dituduh tidak mampu memberikan keturunan, seorang wanita bernama Alya dikhianati oleh suami dan mertuanya. Setelah delapan tahun pernikahan tanpa kehadiran seorang anak, suami Alya memutuskan untuk "menjualnya" kepada seorang pria kaya dan berkuasa di kota itu, berharap bisa lepas dari tanggung jawab. Alya, yang merasa tidak punya pilihan, terpaksa menerima perlakuan tersebut. Namun, tak ada yang menyangka bahwa dari pertemuan malam itu, hidup Alya akan berubah selamanya. Sebulan kemudian, Alya mendapati dirinya hamil-dan bukan dari suaminya. Kini Alya dihadapkan pada dilema besar. Haruskah ia kembali pada suaminya yang telah menelantarkannya, atau merangkul masa depan bersama pria asing yang kini adalah ayah dari anak yang dikandungnya? Akankah Alya mendapat keadilan atas pengkhianatan yang ia alami, dan siapa yang akan bertanggung jawab atas anak yang ada dalam kandungannya?
Alya duduk di sudut ruang tamu yang sunyi, memandangi jari-jarinya yang bergetar. Udara terasa dingin, namun bukan hanya itu yang membuat tubuhnya gemetar. Malam ini terasa sangat panjang dan kelam, penuh rasa perih yang menggumpal di dalam dadanya. Keputusan yang diambil suaminya, Raka, untuk menjualnya pada pria asing, seolah menandai titik akhir dari segala pengorbanan dan harapannya.
Dia tak pernah menyangka, pria yang pernah bersumpah mencintainya akan tega melakukan hal sekejam ini. Delapan tahun bersama seharusnya membuat mereka semakin kuat menghadapi cobaan. Namun, kenyataannya Raka berubah. Sejak setahun terakhir, kata-kata pedas dan sindiran kasar selalu keluar dari mulutnya, menyudutkan Alya sebagai wanita yang "tidak berguna" hanya karena mereka tak memiliki anak.
Malam itu, ketika Raka datang bersama mertuanya dan menyampaikan rencana mengerikan ini, Alya hanya bisa membisu. Suaminya berbicara seolah-olah dia adalah barang yang bisa ditukar, tanpa memikirkan perasaannya sedikit pun. Tatapan penuh kebencian di mata Raka seolah menegaskan bahwa dia bukan lagi seseorang yang layak mendapatkan cinta ataupun simpati.
"Alya," suara mertuanya terdengar keras dan tajam. "Kami sudah sabar selama delapan tahun menunggu kehadiran seorang cucu. Tapi kamu? Kamu tak pernah memberi kami apa-apa selain kekecewaan!"
Alya mencoba menahan tangisnya. Bibirnya bergetar saat ia memandang wajah tua mertuanya yang menatapnya dengan penuh penyesalan. "Bu... aku tak pernah berniat mengecewakan kalian. Aku... aku ingin punya anak, tapi..."
"Cukup!" Raka memotong dengan suara tegas. "Alasan tidak akan mengubah kenyataan bahwa kamu tidak bisa memberiku keturunan. Kau tahu betul betapa aku ingin menjadi seorang ayah, dan sekarang... cukup. Aku sudah menemukan solusi untuk masalah ini."
Alya terdiam, merasa napasnya tersendat. "Solusi?" tanyanya lemah, meski hatinya sudah merasa ngeri dengan apa yang mungkin akan dikatakan suaminya.
Raka tersenyum dingin, matanya menyipit seolah memandangnya dengan penghinaan. "Aku sudah membuat perjanjian dengan seseorang. Seorang pria kaya yang bersedia menanggung bebanmu. Kamu akan pergi bersamanya malam ini juga."
Kata-kata itu menghantam Alya seperti badai. Dia merasa seluruh tubuhnya lumpuh, tak mampu bergerak. "Kau... Kau serius, Raka?" suaranya pecah di antara isakan.
Raka mengangguk tanpa ragu, ekspresi di wajahnya tetap dingin. "Kau tak lagi berguna bagiku, Alya. Jika kau tak bisa memberiku keturunan, setidaknya kau bisa menjadi cara untuk membebaskan diriku dari segala beban."
Hati Alya hancur. Di satu sisi, ia ingin berteriak, memohon agar suaminya tak sekejam ini. Namun, di sisi lain, ia tahu bahwa harga dirinya tak akan membiarkan dia memohon pada pria yang telah mengkhianati cintanya. "Baik," katanya dengan suara yang nyaris berbisik, menahan air mata yang siap jatuh kapan saja. "Jika itu yang kau inginkan, aku akan pergi. Tapi ingat, Raka, suatu hari kau akan menyesali keputusanmu ini."
Alya dibawa ke sebuah hotel mewah oleh sopir yang diperintahkan Raka. Hatinya semakin sakit saat ia menginjakkan kaki di ruangan megah itu. Rasanya seperti mimpi buruk yang tak berujung. Di sana, di dalam ruangan yang terang dengan lampu kristal yang indah, berdirilah seorang pria dengan postur tegap dan tatapan tajam. Pria itu bernama Adrian, salah satu orang terkaya di kota ini.
"Alya," sapanya dengan suara dalam yang terkesan dingin namun penuh wibawa. "Saya sudah lama mendengar namamu."
Alya menatap pria itu dengan sorot mata penuh luka dan kebencian yang tak dapat disembunyikan. "Kenapa... kenapa Anda setuju dengan perjanjian ini?"
Adrian mengangkat bahu dengan sikap acuh tak acuh. "Karena aku membutuhkan seseorang di sisiku yang bisa kubawa ke berbagai acara tanpa harus terikat komitmen. Dan kebetulan, aku punya kekuasaan untuk mendapatkan apa pun yang aku inginkan."
Jawaban itu membuat Alya merasa semakin terjebak. Dalam hatinya, ia ingin lari, namun ke mana? Raka sudah meninggalkannya, dan keluarganya... ah, keluarga Alya tak pernah peduli padanya. Dia hanya seorang wanita yang dianggap tak berguna, sekadar 'barang' yang bisa dibuang sesuka hati.
"Aku bukan mainan yang bisa kau beli," Alya berbisik penuh luka.
Adrian tersenyum sinis. "Jika kamu punya pilihan lain, Alya, silakan pergi. Tapi aku tahu, kamu tak punya siapa-siapa lagi."
Kata-kata itu, meskipun tajam, tak bisa dibantah oleh Alya. Ia terdiam, merasakan kesedihan yang begitu mendalam. Malam itu menjadi malam penuh kehampaan dan kebencian yang terus menghantuinya. Alya merasa seperti terperangkap di dalam jerat tanpa akhir. Namun, ia tak sadar bahwa takdir akan segera membawanya pada kenyataan yang akan mengubah hidupnya selamanya.
Sebulan setelah malam kelam itu, Alya berdiri di depan cermin kamar mandi, menggenggam alat uji kehamilan yang menunjukkan hasil positif. Matanya tak berkedip, tubuhnya gemetar, dan dalam hatinya, perasaan campur aduk mulai memenuhi pikirannya. Ini adalah hal yang ia tunggu-tunggu selama delapan tahun, namun mengapa rasa bahagianya terasa pahit?
Anak ini... bukan anak Raka.
Alya jatuh terduduk di lantai, menangis tersedu-sedu. Bagaimana mungkin ini terjadi? Anak yang sangat diidamkannya, ternyata bukanlah anak dari pria yang selama ini menjadi suaminya. Kini ia dihadapkan pada pilihan sulit yang bisa menghancurkan atau menyelamatkan hidupnya. Alya tahu, apa pun keputusan yang diambilnya, hidupnya tak akan pernah sama lagi.
Bab 1 Dia tak pernah menyangka
03/11/2024
Bab 2 Alya terisak sendirian di kamar
03/11/2024
Bab 3 Beberapa bulan berlalu
03/11/2024
Bab 4 Hari sidang pun tiba
03/11/2024
Bab 5 Setelah sidang resmi berakhir
03/11/2024
Bab 6 Tanpa mengucapkan sepatah kata lagi
03/11/2024
Bab 7 Alya terbangun dengan rasa mual yang menggulung di perutnya
03/11/2024
Bab 8 kehamilan Alya semakin nyata
03/11/2024
Bab 9 Adrian akan selalu ada di sampingnya
03/11/2024
Bab 10 Di tengah semua kesulitan dan pengkhianatan yang dialaminya
03/11/2024
Bab 11 Alya mulai beradaptasi dengan kehidupannya sebagai seorang ibu
03/11/2024
Bab 12 Beberapa bulan berlalu sejak pertemuan terakhir Alya dan Raka
03/11/2024
Bab 13 Pergulatan Cinta dan Ancaman Masa Lalu
03/11/2024
Bab 14 Di perjalanan pulang
03/11/2024
Bab 15 Setelah pernikahan
03/11/2024
Bab 16 Membangun Masa Depan Tanpa Bayangan Masa Lalu
03/11/2024
Bab 17 Ujian Terberat Bagi Raka dan Nadya
03/11/2024
Bab 18 Kehamilan yang Menyita Perhatian
03/11/2024
Bab 19 Masa-masa sulit terus datang
03/11/2024
Bab 20 Nadya merasa ada perubahan besar dalam hidupnya
03/11/2024
Bab 21 Nadya merencanakan masa depan
03/11/2024
Bab 22 Perjuangan yang Belum Selesai
03/11/2024