Tidak pernah ada dalam bayangan Aruna bahwa ia terpaksa menjadi pengasuh Maira, anak dari CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Tapi ia harus melakukannya jika ingin segera keluar dari rumah yang kini dikuasai ibu tirinya dan membawa serta sang ayah yang lumpuh bersamanya. Tidak pernah ia sangka pula ternyata segala sesuatu setelah bekerja di kediaman CEO itu akan menuntunnya pada suatu hal yang membuatnya berada dalam pilihan berat. Membenci atau menerima. Ketika memilih menjauh dari Maira dan Sang CEO, mampukah Aruna bertahan dengan rasa rindu yang tumbuh subur tanpa bisa ia cegah? Mampukah ketulusan Maira --anak angkat CEO-- dan cinta serta kejujuran Brahmana --Sang CEO-- meluluhkan hati Aruna? "Memaafkanmu sama seperti mengabaikan ayahku. Harus kah ku relakan cinta ini?" -Aruna- "Lari kemana pun kau, akan kutemukan dan kubuat kau tak berdaya dalam kungkungan cintaku." -Brahmana-
PLAK!!
"Jaga kata-katamu itu, Aruna! Kau pikir kau bicara pada siapa?!"
Aruna, gadis yang baru saja ditampar itu menatap nanar pada sang ibu tiri. "Bu, aku tidak mungkin melakukan itu. Aku memiliki Julian, Bu..."
Lisa menatap Aruna dengan mata melebar karena marah. "Apa gunanya itu sekarang? Putra dari keluarga Ishak menyukaimu dan keluarga itu bisa menolong kesulitan keuangan kita! Aku tidak mau tau. Minggu depan kau akan mulai berkencan dengan Anton agar pernikahan kalian bisa dilaksanakan secepatnya!"
"Bu..."
"Sekali-kali jadilah berguna untuk keluarga!" Selesai berkata, Lisa membalikkan tubuh, mengambil tas tangannya dan keluar begitu saja dari rumah.
Aruna terhuyung dan berpegangan pada sandaran sofa dan berusaha duduk dengan menahan sesak di dadanya.
Apa yang tadi dikatakan oleh ibu tirinya itu?
Dirinya harus menikah dengan Anton? Playboy yang terkenal sejak Aruna SMA itu, memang mengejarnya. Aruna selalu menolaknya, karena ia telah memiliki Julian.
Ia dan Julian telah menjalin hubungan sejak lima tahun lalu. Bagaimana bisa ibu tirinya menjadikan ia sebagai alat untuk mengatasi keuangan mereka?
Lagipula, siapa yang telah hidup begitu boros? Menghabiskan sedikit demi sedikit aset-aset yang dulu dimiliki ayah Aruna?
Itu ibu tirinya dan saudara tirinya, Ferliana. Mereka berdua!
Lalu apa tadi yang dikatakan lagi oleh ibunya? Sekali-kali menjadi berguna untuk keluarga?
Ya Tuhan!
Semenjak ayahnya mengalami kecelakaan dan mengalami kebangkrutan perusahaan karena penipuan oleh asisten terpercayanya, dia lah yang menghidupi keluarga ini!
Aruna mengusap pipinya yang terasa panas dan membekas merah. Perlahan ia bangkit dan berjalan menuju kamar ayahnya yang tengah tertidur pulas.
"Ayah..." panggil Aruna pelan saat ia telah berada di tepi tempat tidur ayahnya yang menempati kamar kecil di lantai dua rumah, karena kamar utama ditempati oleh Lisa.
Melihat ayahnya masih terlelap, Aruna memanggil sekali lagi. "Ayah..."
Namun sang ayah tetap bergeming dan tak terbangun oleh panggilan Aruna. Aruna pun menghela napas sedih dan berbalik.
Satu-satunya harapan mungkin dengan meminta bantuan Julian. Ia mengeluarkan ponsel lalu menekan nomor Julian, kekasih Aruna.
"Halo... Jul..."
'Aruna. Kok tumben jam segini menelepon. Biasanya kau sibuk mengurus makan malam ayahmu. Ada apa?' Sebuah suara terdengar dari seberang telepon.
Aruna hendak membuka mulut untuk berkata, namun Julian di seberang sana lebih dulu menyelanya.
'Ah, lupakan. Sebenarnya ini kebetulan kau meneleponku, Aruna. Ada suatu hal yang harus kita bicarakan juga.'
Aruna terkesiap. "Ada apa? Apakah ada sesuatu yang penting? Apa kau masih di kantor?"
Julian terdiam sejenak. 'Tidak, aku sudah pulang dari kantor. Dan ya, ini cukup penting.'
"Ada kaitannya dengan kita?"
'Ya... Ini memang tentang kita,' jawab Julian.
Deg.
Perasaan gelisah serta merta menyerbu hati Aruna. "Ada.. apa tentang kita, Jul?" tanya Aruna hati-hati.
'Emm... Aruna, sebenarnya aku...'
"Jul, apa sebaiknya kita bicara saat ketemu saja? Jika ini masalah penting, lebih baik kita bicara secara langsung," Aruna dengan gugup memotong kalimat Julian. Perasaan gelisah di hatinya kian menjadi.
Entah ada apa, tapi ia seperti hendak menunda Julian mengeluarkan kalimatnya.
"Jul?"
Julian tidak menjawab Aruna beberapa detik. 'Baiklah. Apa kau bisa keluar? Kita ketemu di Browners dalam setengah jam. Apa kau bisa?'
"Tapi... kalau sekarang, ibu baru keluar dan Ferli belum pulang. Tidak ada yang menjaga ayah di rumah," ujar Aruna bingung. "Bagaimana jika besok? Sepulang kantor kita bertemu?"
Setelah beberapa saat, Julian menjawab. 'Oke, besok. Agar tidak terlalu jauh, kita bertemu di Plaza Amerta dekat kantorku saja. Karena aku masih ada yang harus dilakukan setelah jam kantor besok.'
"Baik, besok di Plaza Amerta. Oh, ada coffee shop cukup enak disana. Kita ketemu disana saja."
'Ok.'
Sambungan telepon akhirnya usai setelah beberapa kalimat penutup. Namun rasa gelisah yang terjadi di hati Aruna, sama sekali tak mereda.
Ia hanya berusaha meyakinkan dirinya, bahwa rasa tak nyaman di hatinya ini, semata-mata karena perintah ibu tiri yang meminta dirinya menikah dengan Anton.
Ibu tirinya telah mengumpankan dirinya pada keluarga Ishak untuk mengatasi masalah keuangan mereka.
* * *
Keesokan harinya, seperti yang telah dijanjikan Aruna, ia datang ke Plaza Amerta sepulang kerja. Langkahnya terhenti di depan sebuah coffee shop di lantai tiga Plaza termegah di kotanya.
Aruna mengambil tempat duduk di sudut dekat jendela dengan tanaman artifisial yang ditata cantik di bawah jendela. Ia memesan Iced Mocha Latte dingin lalu menunggu kekasihnya --Julian-- dengan tenang.
Tak begitu lama, ia melihat seorang pria berperawakan cukup tinggi mengenakan setelan kemeja berwarna dadu dipadu celana katun berwarna coklat gelap masuk ke dalam coffee shop dan melambai pada Aruna.
Dengan hati senang Aruna mengangkat tangan untuk membalas lambaian pria itu. Namun tangannya terhenti di udara, saat melihat pria itu tidak datang sendiri.
Seorang wanita berparas cukup cantik dengan polesan make up yang cukup nyata, berjalan di belakang pria itu. Raut wajahnya tampak datar namun mengulas senyum ke arah Aruna saat sang pria menoleh pada wanita itu.
"Ferli? Kenapa dia disini bersama Julian?" bisik Aruna bingung. Namun ia memilih membalas senyuman Ferli, saudara tirinya, lalu menyapa Julian saat mereka akhirnya tiba di meja tempat Aruna berada.
"Kau tidak menunggu lama, kan?" Julian bertanya.
"Tidak, aku baru sampai dan sudah memesan minuman. Apa kau mau aku pesankan juga? Vietnam drip?" Aruna menawarkan dengan senyum kecil di bibir yang ia poles tipis dengan lip tint berwarna nude.
"Tidak perlu. Kami tidak akan lama, Aruna."
"Kami?" Kening Aruna berkerut.
"Ya, aku dan Ferli. Kami ada urusan. Aku akan langsung saja bicara intinya," sahut Julian lalu duduk setelah menggeser kursi di sebelahnya untuk Ferliana.
Tatapan Aruna jatuh pada keduanya bergantian. Ia semakin tidak mengerti mengapa Julian seolah mempersilahkan Ferliana duduk di samping Julian, sementara di sisinya pun masih ada satu kursi kosong.
"Ada... apa Jul?" Kalimat Aruna terdengar pelan dan sedikit ragu. Meskipun belum bisa menebak apa yang akan dibicarakan kekasihnya itu, namun dada Aruna mulai berdentum tak beraturan.
"Begini Aruna, aku tahu kita telah bersama selama lima tahun. Kita menjalani hubungan yang cukup baik.."
"Cukup baik?"
"Tolong jangan dipotong dulu. Biarkan aku selesai," sergah Julian. "Namun ada masa memang aku mengalami titik jenuh dan sedikit bosan."
'Apa? Bosan?' batin Aruna terkejut.
"Saat itulah, terjadi kekhilafan," Julian menjeda kalimatnya.
Aruna menatap kedua mata Julian dengan pandangan kebingungan. Ia bisa menangkap sorot acuh namun juga sedikit kehati-hatian dari mata pria di depannya itu.
Dan sungguh ia tak menduga kalimat berikutnya akan terucap dari Julian, kekasihnya itu.
"Aruna," Julian berdeham. "Sepertinya sudah saatnya kita sudahi hubungan kita. Ferliana sekarang bersamaku."
Bab 1 Diumpankan
17/01/2024
Bab 2 Keputusan Sepihak
17/01/2024
Bab 3 Menumpang
20/01/2024
Bab 4 Ayah Aruna
20/01/2024
Bab 5 Bertemu Lagi
20/01/2024
Bab 6 Penculik Anak
20/01/2024
Bab 7 Tamu Agung
20/01/2024
Bab 8 Pria Itu Si Bos Besar
20/01/2024
Bab 9 Harus Bertahan
20/01/2024
Bab 10 Soal Hutang
20/01/2024
Bab 11 Brahmana Agha Dananjaya
20/01/2024
Bab 12 Melacak
20/01/2024
Bab 13 Makan Malam
20/01/2024
Bab 14 Tekanan
20/01/2024
Bab 15 Teridentifikasi
20/01/2024
Bab 16 Kencan Buta
20/01/2024
Bab 17 Risau Dan Panggilan
20/01/2024
Bab 18 Dibawa Memenuhi Panggilan
20/01/2024
Bab 19 Penawaran
20/01/2024
Bab 20 Keputusan Bersyarat
20/01/2024
Bab 21 Keluar Dari Rumah
20/01/2024
Bab 22 Kemarahan Lisa
05/02/2024
Bab 23 Resign Dari Niskala
05/02/2024
Bab 24 Seorang Penolong
06/02/2024
Bab 25 Memasuki Pekerjaan Baru
06/02/2024
Bab 26 Maira Gavaputri
07/02/2024
Bab 27 Doa Sang Ayah
07/02/2024
Bab 28 Hari Bersama Maira
08/02/2024
Bab 29 Pesona Sesaat
08/02/2024
Bab 30 Sengsara
09/02/2024
Bab 31 Bertemu Diya Lagi
09/02/2024
Bab 32 Tanda Terima Kasih Maira
10/02/2024
Bab 33 Rasa Yang Aneh
10/02/2024
Bab 34 Insiden Di Walk In Closet
11/02/2024
Bab 35 Mendapat Tumpangan
11/02/2024
Bab 36 Tamu Tak Diundang
12/02/2024
Bab 37 Merenung
12/02/2024
Bab 38 Ada Apa Dengannya
13/02/2024
Bab 39 Kegelisahan Aruna
13/02/2024
Bab 40 Kedai Kopi Dan Hal Absurd
14/02/2024