Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
“BUKA BAJUMU!”
Mata bengis pria itu menatap Selena dengan begitu tajam. Dia tak peduli air mata Selena bercucuran hingga membasahi kerah kemeja putihnya yang berubah warna hitam kecokelatan karena diseret dengan paksa.
Tubuh Selena gemetaran hebat. Dia tak mengerti mengapa dirinya ditarik paksa dari kamar kosannya oleh dua orang pria bertubuh besar dan berpakaian serba hitam pagi ini.
Padahal, dia sudah membayangkan hari ini dia akan mengikuti kegiatan ospek pertamanya di kampus. Semua bayangan kebahagiaannya untuk berbaur dengan teman-teman baru di fakultas bisnis yang sudah lama dia idam-idamkan langsung hancur berantakan.
Selena berusaha memberontak sebisanya. Namun, dia tetap ditarik paksa hingga terseret-seret.
Salah satu dari pria itu membungkam mulut dan hidung Selena dengan kain putih yang sudah diberi cairan obat tidur. Kesadaran Selena hilang dalam hitungan detik.
Selena tak tahu dibawa ke mana. Yang dia tahu, saat sadar, sudah ada seorang pria mengenakan bathrobe menatap tubuhnya dengan pandangan lapar.
Rasa takut dan cemas langsung menyergap tubuh Selena. Apalagi, senyuman pria itu begitu jahat dan penuh dengan kemenangan. Dengan mudahnya, pria itu membentak dan menyuruh Selena sesuka hatinya.
“BUKA BAJUMU! KAU TULI YA?” hardik pria itu.
Rahang keras dan kokoh wajah pria itu begitu indah membentuk paras wajahnya yang tampan. Selena yakin semua perempuan yang berjumpa dengan pria itu akan langsung jatuh hati.
Namun, Selena tak bisa menaruh hatinya pada pria itu sekarang. Pria itu terlalu mengerikan untuk Selena.
Jemari tangan Selena memegang erat kancing kemeja putihnya yang lusuh. Dia masih menangis dan menggelengkan kepala.
“Maafkan aku. Aku akan memperbaiki sikapku. Tolong jangan lakukan ini padaku,” ujar Selena memohon.
Selena terus merapalkan kalimat permohonan di sela-sela tangisan derasnya. Dia tak tahu kesalahan apa yang sebenarnya dia lakukan. Dia bahkan tak pernah merasa melakukan hal buruk semenjak dia pergi ke Jakarta untuk melanjutkan jenjang pendidikannya di bangku kuliah sejak satu tahun lalu. Dia bahkan tak terlibat hutang-piutang sama sekali.
Sayangnya, pria di depannya itu sepertinya sangat membenci dirinya. Langkah pria itu bergerak tegas dan kuat mendekati Selena yang berada di atas ranjang. Dalam sekejap mata, pria itu sudah mendorong keras tubuh Selena hingga terbaring tak berdaya di atas ranjang dan mengungkunginya.
Selena tak mampu bergerak. Dia mencoba meronta tapi pria itu mengunci tangan dan kaki Selena dengan sempurna.
“Aku nggak tahu apa salahku tapi aku akan memperbaikinya kalau kamu mau memberiku kesempatan,” pinta Selena untuk kesekian kalinya.
Pandangannya berkaca-kaca dan memelas pada pria itu. Dia berharap hati nurani pria itu bisa tersentuh dan berhenti melakukan hal gila ini.
Sayangnya, pria itu sudah gelap mata. Dengan kasar dan tanpa rasa kasihan sedikit pun, tangan pria itu mulai mengoyak pakaian yang menempel pada tubuh Selena.
Tangis Selena makin jadi. Rasa sakit, sedih, dan pedih menjadi satu merasuk ke tubuhnya hingga sukma terdalam jiwanya.
Pria itu merenggut kesuciannya dengan begitu kasar dan tak bermartabat. Seolah-olah Selena hanyalah sebuah boneka pemuas nafsu yang hanya boleh diam menerima semua perlakuan kasarnya itu.
Selena memejamkan matanya. Dia berharap saat terbangun, semua ini hanyalah mimpi.