Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Seorang Chief Direktur perusahaan pengembangan desain interior yang beberapa saat lalu sedang naik daun dan menjadi perbincangan kalangan pebisnis tampak berkutat dengan layar pentagonnya.
Perusahaan mereka baru saja memenangkan sebuah tender proyek besar dalam usaha pembangunan beberapa gedung penting negara untuk jangkauan ibu kota yang baru. Keberhasilan proyek ini sekaligus menjadi tolak ukur kemampuan perusahaan mereka dalam bersaing bersama beberapa rekanan lama.
Tentu seorang Rafel Indrayan Nasution tidak akan melewatkan kesempatan ini. Proyek ini adalah sebuah pembuktian kepada keluarga besarnya kalau dirinya mampu dan layak untuk berdiri dengan dua kakinya sendiri. Mandiri dan bertanggungjawab atas pilihan-pilihan yang dirinya ambil di masa lalu.
Tok... tok... tok...
Suara ketukan pelan di pintu mengalihkan Rafel untuk sesaat. Dirinya sudah memberikan pengaturan bahwa akan mengecek desain akhir sehingga meminta sekretarisnya—Indah untuk meng-hold siapapun tamu yang datang.
"Masuk," Rafel kembali mencermati tiap garis alur pada cetak desain yang berada di hadapannya.
"Maaf Pak saya mengganggu," Indah memasuki ruangan dengan langkah setenang mungkin. Dibelakangnya menyusul masuk Raya, perwakilan dari Wijaya konstruksi. "Bu Raya mengatakan ini kepentingan yang mendesak"
Rafel mengangguk sekilas dan meminta Indah untuk meninggalkan mereka. Sementara Rafel kembali fokus pada kertas desain pentagon dimeja kerjanya, Raya bergerak mendekat dan turut mengamati.
"Tidak pernah mengecewakan, as always"
"Saya menganggap itu sebuah pujian" Rafel menyahut sambil lalu.
Raya menunjukan senyum persetujuan. Tatapannya jelas menunjukan ketertarikan yang tidak dibuat-buat. Beberapa karya garapan Rafel sendiri memang cukup menarik perhatian publik sehingga menggeser minat beberapa klien penting.
Wijaya konstruksi adalah salah satunya selain klaim proyek besar dari pemerintahan yang sedang digarapnya. Beberapa ide segar dari Rafel sendiri seolah menjadi angin segar dari bidang desain interior. Secara karir, Rafel Nasution sangat sempurna dan dibuktikan dengan banyaknya tawaran ketertarikan yang datang baik dari rekan maupun klien.
Raya sendiri sebagai Ditektur Wijaya konstruksi sudah cukup menunjukan ketertarikan secara pribadi. Meskipun Rafel sampai detik ini masih saja bersikap selayaknya klien profesional, tidak lantas membuat Raya merasa tersinggung ataupun memilih mundur seperti wanita kebanyakan.
Selama Rafel tidak mengambil sikap tegas untuk menjauh maka bagi Raya begitu saja cukup untuk menunjukan perhatian. Seperti saat ini, kedatangannya untuk melakukan branding desain yang bahkan sudah disetujui sejak awal hanyalah alasan saja. Tujuan utamanya adalah Rafel sendiri.
"Bagaimana kalau kita membahas beberapa branding pola dengan lunch bersama? Ginko? Saya mendengar Pak Rafel menyukai menu utama di restoran tersebut"
"Sure, kebetulan saya juga belum makan siang"
See? Rafel yang seperti tentu saja mudah membuat orang salah paham. Jadi, jangan salahkan Raya kalau seandainya memiliki harapan lebih pada sikap kliennya ini.
"Kalau begitu, saya akan melakukan reservasi sekarang juga" senyum kecil terbentuk di bibir sewarna ceri milik Raya.
Rafel menoleh sekilas, menyadari sikap tersipu tersebut sebelum kembali fokus pada desainnya. Dirinya tidak pernah mengambil pusing hal-hal semacam ini.
Yang tidak Rafel tahu adalah Raya yang sebelumnya memang sudah mencari tahu perihal restoran jepang kesukaan Rafel tersebut. Ajakan makan siang kali ini juga bukanlah hanya sekedar ajakan biasa. Raya perlu menegaskan satu hal dan Rafel adalah pilihan tepat untuk rasa ketertarikannya.
Ginko resto merupakan sebuah restoran jepang dengan gaya klasik yang menyediakan berbagai menu Internasional juga beberapa menu tradisional pilihan. Sup iga dan juga kakap bakar adalah favorit Rafel.
Begitu tiba, seorang waiters langsung mengantarkan mereka untuk menuju bagian privat yang disekat oleh empat bagian partisi. Dindingnya terbuat dari kayu ukir dengan aksen rotan sebagai ornamennya. Artistik sekali.
"Biar saya yang ambil bill nya"
Rafel mencekal Raya yang sudah mengulurkan kartu. Tentu saja harga dirinya sebagai lelaki tidak menerima pembayaran semacam ini. "Anggap saja ini meeting diluar"
Raya tersenyum kecil dan membiarkan kartunya digantikan oleh Rafel. Man service semacam ini tentunya sudah sering Raya dapatkan tapi jika itu Rafel maka semuanya terasa lebih istimewa.
"Apa jadwal Pak Rafel setelah ini?"
Rafel menatap jam tangannya, "sepertinya hanya memeriksa beberapa berkas sebelum saya pindahkan pada tim pengembang. Apakah masih ada yang perlu dibahas lagi?"
"Tidak, hanya saja..." Raya melirik tangan Rafel diatas meja, dengan perlahan mengulurkan tangan untuk menangkup punggung tangan tersebut. "Saya memiliki voucher suit room di Grand Aldebaran Hotel. Bagaimana kalau malam ini kita melanjutkan pembahasan sekaligus... dinner?"
Ini adalah pertanyaan tersirat dan tentu saja insting Rafel sebagai lelaki langsung bekerja. "Maaf Bu Raya, sepertinya Anda salah paham. Saya menerima semua ini bukan dengan maksud seperti yang Anda bayangkan."
"Kalau begitu saya yang meminta maaf. Saya pikir kita memiliki ketertarikan yang sama" senyum kecil tidak hilang dari bibir Raya. Terlebih saat mendengar nada meminta maaf Rafel yang terkesan lembut.
"Tidak, sama sekali bukan. Hubungan kita tidak lebih dari hubungan profesional kerjasana dua perusahaan."
"Saya mengerti." Lalu Raya menegakan punggung, "sebagai tanda permintaan maaf saya atas kesalahpahaman ini, saya mengundang Anda dalam ferewell party peresmian proyek kita" saat mendapati raut penolakan Rafel, cepat-cepat Raya menambahkan, "tentu saja bersama staf dan tim yang terlibat"
"Tentu saja, saya akan hadir jika seperti itu"
Raya tampak menarik tas tangannya dan bergerak bangkit. Rafel mengikuti setelah menerima nota bill. Keduanya memang datang dengan menggunakan mobil Rafel karena Raya beralasan agar lebih efisien sebelumnya.
Sebaliknya, Raya meminta supirnya untuk datang menjemput. Saat keduanya tiba di bagian parkir, Raya beralasan kalau jadwal selanjutnya adalah kunjungan lapangan dan dirinya sudah sangat terlambat karena makan siang mereka memang melebihi tenggat.
"Saya akan menghubungi lagi nanti"
Rafel menunjukan senyum tipis, "sure, saya akan meminta Indah untuk mengatur bagian tim yang datang"
Lalu keduanya berpisah dan kembali dengan mobil masing-masing.
■■¤¤■■
"Pak, makan siangnya sudah terlanjur saya pesan. Apa mau dikembalikan saja?"