Kutukan Cinta Sang CEO

Kutukan Cinta Sang CEO

Kenzie

5.0
Komentar
114
Penayangan
24
Bab

"Bagaimana jika aku mencintaimu?" "Maka kau akan mati." *** Khaidar Wijaya, seorang pemuda konglomerat yang mendapatkan kutukan bahwa setiap orang yang mencintainya dengan tulus akan mendapatkan kesialan hingga kematian dalam waktu dekat. Kutukan itu telah membuat kedua orangtua Khaidar meninggal dunia dan semua kerabatnya memilih untuk menjauh agar terhindar dari malapetaka itu, kecuali sang nenek yang berusaha keras untuk tidak mencintainya agar bisa dekat dengannya. Suatu hari, neneknya sedang sekarat dan memiliki permintaan terakhir untuk melihat kutukan yang ada pada diri Khaidar menghilang. Hal itu menuntunnya untuk bertemu dengan Viona, teman sekolahnya dulu, yang tidak pernah menyukainya. Khaidar membuat kesepakatan dengan Viona untuk menikah agar sang nenek tidak khawatir lagi. Apakah Viona berhasil mempertahankan perasaannya pada Khaidar tetap sama seperti dulu? Atau dia akan berakhir sama seperti orang-orang yang mencintai Khaidar?

Bab 1 Mimpi Buruk Dari Kenyataan

"Ibu mencintaimu, Nak."

"Tidak!"

"Ayah juga mencintaimu, Nak!"

"Jangan! Tidak! Jangan pergi! Ayah! Ibu!"

Dahi pria itu mengerut dan nampak gelisah dalam tidurnya. Kepalanya terus menoleh ke kanan dan ke kiri bergantian, sampai akhirnya matanya tiba-tiba terbuka lebar menatap langit-langit kamar. Selama beberapa saat ia hanya diam, tidak bergeming.

"Hanya mimpi." , gumamnya pelan dan merebahkan tangannya di atas dahi seraya memejamkan matanya kembali.

Belum lama ia memejamkan mata, sebuah suara yang keluar dari intercom mengejutkannya.

"Selamat ulang tahun yang ke dua puluh tiga tuan muda, Khaidar. Semoga anda panjang umur dan sehat selalu. Nenek anda sudah menyiapkan kejutan di ruang utama dan sudah menunggu anda."

Pria muda itu membuka matanya perlahan menatap lampu yang padam di atasnya. Ia memikirkan perkataan sekretaris pribadinya yang baru saja berbicara padanya melalui intercom karena tidak berani masuk begitu saja.

"Masuklah." , balas Khaidar dan tak berselang lama pintu kamarnya yang besar itu terbuka.

Seorang pria dengan setelan jas rapi masuk. Suara sepatu pantofelnya membentur lantai marmer menimbulkan suara yang memaksa Khaidar untuk tidak memejamkan matanya lagi. Dia adalah Hardian, sekretaris pribadi Khaidar yang paling lama bertahan dengannya. Sebelum Hardian, sudah puluhan orang yang mengundurkan diri setelah bekerja tidak kurang dari sebulan. Tidak ada yang istimewa dari Hardian, hanya saja ia memiliki hati yang keras seperti es di kutub yang sulit untuk mencair. Itu adalah salah satu modal besar yang harus dimiliki untuk bertahan sebagai sekretaris pribadi Khaidar.

"Nenek anda sudah menunggu sejak tadi, tuan muda. Sebaiknya anda segera bangun dan menyapanya sebentar." , ungkap Khaidar dengan tegas seperti rambutnya yang klimis.

"Tadi kau bilang hari ini aku ulang tahun yang ke berapa?"

"23 tahun, tuan."

"Ah benar. 23 tahun hidupku yang tidak berguna."

"Sebaiknya anda lekas bangun dan temui nenekmu, atau–"

"Atau apa?" , tanya Khaidar terlihat tidak peduli.

Hardian melangkah mendekat dan tanpa ragu langsung menyibak selimut yang menutupi dada Khaidar sampai ke ujung kakinya dan membuat dadanya terekspos, "Apa saya harus menyeretmu juga, tuan?"

Khaidar sejak dulu memiliki kebiasaan untuk tidur tanpa mengenakan baju meskipun kamarnya dingin. Ia lebih memilih untuk memakai selimut yang tebal. Ia yang masih terkejut dengan tindakan Hardian barusan langsung turun dari tempat tidur sebelum Hardian benar-benar menyeretnya dengan cara yang sama sekali tidak terhormat. Saat Khaidar bangun berdiri, Hardian melihat bagian bantal yang membentuk kepala Saka tampak agak basah tanda bahwa Khaidar berkeringat saat tidur, padahal pendingin ruangan terus menyala sepanjang malam.

"Apa semalam anda mimpi buruk lagi, tuan muda?" , tanya Hardian berjalan mengikuti Khaidar yang sudah melangkah keluar dari kamarnya dengan mengenakan jubah mandi abu-abu.

"Apa kau seorang peramal, mas Hardian? Bagaimana bisa tebakanmu selalu benar?" , kini Khaidar yang balas bertanya.

Sepanjang jalan Khaidar dari kamarnya menuju ruang utama, ia bertemu dengan beberapa orang yang menunduk sambil mengucapkan selamat pagi padanya. Mereka adalah para pekerja yang mengurus rumah dua lantai yang memiliki luas 2.500 meter persegi itu. Kebanyakan orang-orang yang bekerja untuk merawat rumah ini adalah laki-laki. Tentu ada alasan khusus untuk itu.

"Bukan meramal. Saya lebih suka menyebutnya dengan deduksi." , jawab Hardian singkat.

Saat Khaidar menuruni tangga melingkar yang besar itu, ia bisa melihat ada begitu banyak kotak-kotak kado yang dibungkus dengan pita-pita besar bertebaran di sekitar sofa. Beberapa pelayan sudah berdiri dengan atribut khusus ulang tahun seperti topi kerucut dan juga terompet.

"Selamat ulang tahun, tuan muda Khaidar!" , sahut mereka semua dengan kompak lalu diiringi dengan tepukan tangan dan juga lagu ucapan selamat ulang tahun.

"Stop! Stop! Stop!" , pekik Khaidar terlihat tidak senang dengan itu dan mereka semua langsung berhenti, "Aku sudah besar. Sudah berkepala dua. Tidak perlu seperti itu."

Para pelayan yang langsung ciut itu menatap ke arah Hadrian bersamaan, seolah-olah bertanya 'apa yang harus mereka lakukan sekarang'. Tanpa sepatah kata pun, Hadrian selaku orang terdekat Khaidar saat ini, langsung memberi kode dengan menggerakan kepalanya untuk meminta mereka pergi kembali pada pekerjaan mereka masing-masing.

Kado yang tentu saja tidak dibutuhkan oleh Khaidar itu benar-benar menumpuk, tumpah ke lantai. Saat hendak duduk di tengah sofa, Khaidar menendang beberapa kado yang menghalangi langkah kakinya, sementara beberapa pelayan yang masih ada di sana hanya bisa bersedih hati. Mereka yakin kotak terkecil yang ada di situ adalah ponsel keluaran terbaru dan Khaidar menendangnya begitu saja seakan itu adalah kertas tak terpakai yang telah diremas menjadi bentuk bola.

"Selamat ulang tahun cucuku sayang." ,ucap seorang wanita tua yang tampil di layar sebuah tablet yang sudah berdiri di atas meja, tepat di hadapan Khaidar.

Pria itu bisa melihat sang nenek yang tersenyum lebar menampilkan garis kerutan di sudut mata, sementara dirinya sendiri tidak menyalakan kamera sesuai dengan permintaan sang nenek.

"Nenek terlihat cantik hari ini." , puji Khaidar dengan senyum pahit di wajahnya.

Wanita tua yang tampak di layar, tertawa renyah mendengarnya, "Tentu saja. Ini hari yang istimewa untuk nenek karena cucu nenek berulang tahun. Tidak terasa kau sudah tumbuh besar."

"Bagaimana nenek bisa tahu aku tumbuh besar jika tidak melihatku?" , tanya Khaidar tersenyum miris.

Senyuman lebar sang nenek pun memudar namun ia tetap memaksa kerutan di sekitar bibirnya untuk tetap terangkat.

"Apa nenek tidak mau melihatku? Sekali saja. Aku tidak butuh hal lain. Aku tidak butuh semua kado bodoh ini. Aku ingin nenek melihatku."

Hardian dan beberapa pelayan yang masih ada di situ ikut bersedih dalam hati mereka merasakan betapa kesepiannya Khaidar, sepanjang hidupnya tidak pernah benar-benar merasakan kasih sayang secara langsung meskipun hidupnya sangatlah berkecukupan.

Bibir sang nenek bergetar, ikut merasakan kesedihan yang dirasakan oleh cucu kesayangannya itu. Namun ia tidak punya pilihan selain tetap tersenyum, terlihat tegar.

"Nenek akan datang berkunjung nanti."

"Nenek juga bilang begitu pada ulang tahunku tahun lalu."

"Kau tahu nenek sangat sibuk mengurus banyak hal."

"Nenek juga tahu aku sangat merindukan nenek."

Bak serangan peluru dari juru tembak, setiap kata yang Khaidar ucapkan tepat mengenai hati sang nenek, melukainya, dan meninggalkan rasa sakit di sana. Ia tidak bisa mengingkari bahwa perkataan cucunya adalah benar dan ia pun merasakan hal yang sama.

"Baiklah. Silahkan kau buka kameramu. Nenek ingin melihat wajah cucu nenek yang paling tampan."

Khaidar tersenyum senang dan matanya sudah berkaca-kaca. Ia menoleh pada Hadrian dan lelaki berpakaian rapi itu langsung mendekat untuk menyalakan fitur kamera dengan ragu-ragu. Sebelum menyalakannya, ia menoleh kembali pada Khaidar dan yang ia dapatkan hanya anggukan kepala.

Di seberang panggilan video, sang nenek merasa begitu gugup sampai ia harus memegangi tangannya yang gemetar. Selama setahun ini ia hanya melihat cucunya melalui foto saja, tidak pernah melihatnya secara langsung untuk keselamatannya.

Khaidar Wijaya, cucu satu-satunya dan juga merupakan pewaris tunggal dari perusahaan property miliknya. Kehidupan sempurnanya yang sudah terjamin sejak dalam kandungan dihentikan oleh kutukan yang datang padanya. Semua orang yang menyayanginya dengan tulus akan terus mendapatkan kesialan sampai puncaknya adalah kematian.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Kenzie

Selebihnya

Buku serupa

Dilema Cinta Penuh Nikmat

Dilema Cinta Penuh Nikmat

Juliana
5.0

21+ Dia lupa siapa dirinya, dia lupa siapa pria ini dan bahkan statusnya sebagai calon istri pria lain, yang dia tahu ialah inilah momen yang paling dia tunggu dan idamkan selama ini, bisa berduaan dan bercinta dengan pria yang sangat dia kagumi dan sayangi. Matanya semakin tenggelam saat lidah nakal itu bermain di lembah basah dan bukit berhutam rimba hitam, yang bau khasnya selalu membuat pria mabuk dan lupa diri, seperti yang dirasakan oleh Aslan saat lidahnya bermain di parit kemerahan yang kontras sekali dengan kulit putihnya, dan rambut hitammnya yang menghiasi keseluruhan bukit indah vagina sang gadis. Tekanan ke kepalanya Aslan diiringi rintihan kencang memenuhi kamar, menandakan orgasme pertama dirinya tanpa dia bisa tahan, akibat nakalnya lidah sang predator yang dari tadi bukan hanya menjilat puncak dadanya, tapi juga perut mulusnya dan bahkan pangkal pahanya yang indah dan sangat rentan jika disentuh oleh lidah pria itu. Remasan dan sentuhan lembut tangan Endah ke urat kejantanan sang pria yang sudah kencang dan siap untuk beradu, diiringi ciuman dan kecupan bibir mereka yang turun dan naik saling menyapa, seakan tidak ingin terlepaskan dari bibir pasangannya. Paha yang putih mulus dan ada bulu-bulu halus indah menghiasi membuat siapapun pria yang melihat sulit untuk tidak memlingkan wajah memandang keindahan itu. Ciuman dan cumbuan ke sang pejantan seperti isyarat darinya untuk segera melanjutkan pertandingan ini. Kini kedua pahanya terbuka lebar, gairahnya yang sempat dihempaskan ke pulau kenikmatan oleh sapuan lidah Aslan, kini kembali berkobar, dan seakan meminta untuk segera dituntaskan dengan sebuah ritual indah yang dia pasrahkan hari ini untuk sang pujaan hatinya. Pejaman mata, rintihan kecil serta pekikan tanda kaget membuat Aslan sangat berhati hati dalam bermanuver diatas tubuh Endah yang sudah pasrah. Dia tahu menghadapi wanita tanpa pengalaman ini, haruslah sedikit lebih sabar. "sakit....???"

Terjebak Gairah Terlarang

Terjebak Gairah Terlarang

kodav
5.0

WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku