Target Cinta Sang Pewaris

Target Cinta Sang Pewaris

racan

5.0
Komentar
1.1K
Penayangan
28
Bab

Ardila terpaksa menerima perjodohan karena wasiat orang tuanya, juga desakan dari paman dan bibinya. Pada akhirnya Ardila menyetujuinya tanpa mengetahui seluk beluk calon suaminya. Setelah menikah, Ardila baru mengetahui suaminya memiliki istri lain. Ia merasa di tipu, tapi lebih memilih diam dan menjalani wasiat kedua orang tuanya. Semakin lama waktu berlalu, keluarga suaminya semena-mena terhadap dirinya dan serakah pada harta yang Ardila miliki. Karena curiga, Ardila menyelidiki sesuatu tentang keluarga suaminya. Membuat ia mengetahui dan menguak rahasia besar di antara keluarga suaminya dan paman bibinya. Ternyata mereka...

Bab 1 Chapter

"Apa-apaan ini Mas?!" tanya Ardila marah setelah mengetahui suaminya memiliki istri yang lain.

"Maafkan Mas, Dila. Kamu sudah menjadi istri kedua Mas," jelas Firman tanpa merasa bersalah.

Ardila menatap Firman marah, ia merasa di tipu. Kenapa tidak ada yang memberitahunya bahwa calon suaminya telah memiliki istri.

"Harusnya aku yang marah karena suamiku menikah lagi, tapi kok malah ke balik ya," ucap Sinta dengan sewot.

"Tapi karena wasiat orang tua kamu itu, aku jadi harus merelakan Mas Firman buat kamu, bersyukur dong!" lanjutnya lagi.

"Kalau Mas Firman sudah menikah, aku juga nggak bakalan mau Mbak!"

"Sudahlah, Dila. Hargai apa yang orang tua kamu mau, itu permintaan terakhirnya," seru Firman dengan lembut.

Tanpa menjawab, Ardila pergi meninggalkan kedua sejoli itu ke kamar yang sekarang ia tempati, karena saat ini ia sedang berada di rumah Ibu mertuanya.

Ardila merasa kecewa kepada paman dan bibinya, baru saja ia ingin sedikit memberi kepercayaan, tetap malah membuat dirinya kecewa. Mereka memang tidak berubah dari dulu.

"Haruskah aku bertahan bunda, ayah," batin Ardila dengan lelehan air mata.

Tanpa sadar Ardila terlelap, karena sudah lelah menangisi awal kehidupan pernikahannya.

Pagi harinya Ardila terbangun karena mendengar gedoran di balik pintunya yang lumayan kencang.

"Ada apa Mbak?" tanya Ardila setelah melihat Sinta saat membuka pintu.

"Kamu ini kok malah leha-leha, layani suamimu dong! Bikinin sarapan, setelah itu beberes!" perintah Sinta ketus.

"Mbak, kan juga istrinya. Kenapa nggak Mbak aja yang layani Mas Firman," sahut Ardila dengan malas.

"Kamu jangan ngelawan Dila, Sinta itu lagi hamil. Mana bisa masak dan beberes, orang hamil harus banyak istirahat," sela Ningsih, Ibu mertua Ardila, dari belakang Sinta.

"Malam tadi juga bukannya ngelayanin suami malah tidur sendiri, dosa kamu Dila!" lanjut Ibu mertua mengomel.

"Gimana mau ngelayanin, Bu, orang yang lagi di tipu mana terpikir sampai ke situ," sahut Ardila kesal.

"Kenapa kamu ngerasa ketipu? Itu wasiat orang tua kamu, mau gimana pun kondisinya harus tetap di jalankan. Mau kamu jadi anak durhaka, heh!" ucap Ningsih marah karena di anggap menipu.

"Terserah Ibu-lah, aku males debat."

Setelah berucap, Ardila menutup pintunya membiarkan kedua perempuan itu mengoceh hal yang tidak seharusnya di dengar.

Baru saja membersikan diri dan merasa segar, ketukan di balik pintu membuat sedikit moodnya rusak.

"Kenapa Mas?" tanya Ardila tanpa basa-basi setelah tahu Firman yang ada di balik pintu.

"Kita sarapan bareng, kamu dari semalam juga belum makan, kan."

Ardila mengangguk pelan, ia mengikuti Firman ke meja makan yang ternyata sudah ada paman dan bibinya juga.

"Halo keponakanku yang cantik," sapa bibi Afifah dengan sumringah.

"Hemm," sahut Ardila berdehem.

"Kamu yang sopan dong Dila," tegur Ibu Ningsih.

"Udah gak apa-apa Ningsih, mungkin Dila gak terbiasa tinggal di tempat yang sederhana begini," sahut Afifah seolah sangat mengenal keponakannya.

Ardila mendelik jengkel ke arah bibinya, bisa-bisanya berkata seperti itu.

"Benar begitu Dila?" tanya Firman menatap ke arahnya.

"Nggak kok Mas, aku bisa menyesuaikan diri."

"Kalau kamu merasa nggak enak tinggal di sini, kenapa nggak tinggal di rumah kamu yang mewah itu aja. Sekalian Ibu sama adiknya Firman, si Rosa juga ikut tinggal di sana," timpal Ibu Ningsih dengan sekenanya.

"Benar kata Ibu Mas, kalau kita berlima tinggal di sini pasti sempit banget," ucap Rosa membenarkan.

"Aku sih, ngikut aja sama Mas Firman," ucap Sinta seraya bergelayut manja di lengan Firman.

Ardila yang mendengarnya menghembuskan napas berat, entah kenapa ia merasa semua orang yang ada di sini tidak tulus kepadanya.

"Sudah di putuskan, kita akan pindah ke rumah Ardila yang lebih besar untuk kita berlima," ucap Firman sepihak.

"Apa-apaan kamu Mas! Kamu sama sekali nggak nanya aku!" sentak Ardila kesal.

"Apa yang istri punya, itu juga punya suami. Kamu nurut aja, jangan durhaka jadi istri!" sela Ningsih membela anaknya.

"Benar itu Dila, kita sebagai istri hanya perlu nurut sama suami. Balasannya itu nanti surga," timpal Afifah.

"Nggak usah bahas surga Bibi, kalau Bibi di suruh praktekin juga nggak bakal mau," sahut Ardila dengan masam.

"APA?!"

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Gavin
5.0

Aku adalah Alina Wijaya, pewaris tunggal keluarga Wijaya yang telah lama hilang, akhirnya kembali ke rumah setelah masa kecilku kuhabiskan di panti asuhan. Orang tuaku memujaku, suamiku menyayangiku, dan wanita yang mencoba menghancurkan hidupku, Kiara Anindita, dikurung di fasilitas rehabilitasi mental. Aku aman. Aku dicintai. Di hari ulang tahunku, aku memutuskan untuk memberi kejutan pada suamiku, Bram, di kantornya. Tapi dia tidak ada di sana. Aku menemukannya di sebuah galeri seni pribadi di seberang kota. Dia bersama Kiara. Dia tidak berada di fasilitas rehabilitasi. Dia tampak bersinar, tertawa saat berdiri di samping suamiku dan putra mereka yang berusia lima tahun. Aku mengintip dari balik kaca saat Bram menciumnya, sebuah gestur mesra yang familier, yang baru pagi tadi ia lakukan padaku. Aku merayap mendekat dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Permintaan ulang tahunku untuk pergi ke Dunia Fantasi ditolak karena dia sudah menjanjikan seluruh taman hiburan itu untuk putra mereka—yang hari ulang tahunnya sama denganku. "Dia begitu bersyukur punya keluarga, dia akan percaya apa pun yang kita katakan," kata Bram, suaranya dipenuhi kekejaman yang membuat napasku tercekat. "Hampir menyedihkan." Seluruh realitasku—orang tua penyayang yang mendanai kehidupan rahasia ini, suamiku yang setia—ternyata adalah kebohongan selama lima tahun. Aku hanyalah orang bodoh yang mereka pajang di atas panggung. Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Bram, dikirim saat dia sedang berdiri bersama keluarga aslinya. "Baru selesai rapat. Capek banget. Aku kangen kamu." Kebohongan santai itu adalah pukulan telak terakhir. Mereka pikir aku adalah anak yatim piatu menyedihkan dan penurut yang bisa mereka kendalikan. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Dilema Cinta Penuh Nikmat

Dilema Cinta Penuh Nikmat

Juliana
5.0

21+ Dia lupa siapa dirinya, dia lupa siapa pria ini dan bahkan statusnya sebagai calon istri pria lain, yang dia tahu ialah inilah momen yang paling dia tunggu dan idamkan selama ini, bisa berduaan dan bercinta dengan pria yang sangat dia kagumi dan sayangi. Matanya semakin tenggelam saat lidah nakal itu bermain di lembah basah dan bukit berhutam rimba hitam, yang bau khasnya selalu membuat pria mabuk dan lupa diri, seperti yang dirasakan oleh Aslan saat lidahnya bermain di parit kemerahan yang kontras sekali dengan kulit putihnya, dan rambut hitammnya yang menghiasi keseluruhan bukit indah vagina sang gadis. Tekanan ke kepalanya Aslan diiringi rintihan kencang memenuhi kamar, menandakan orgasme pertama dirinya tanpa dia bisa tahan, akibat nakalnya lidah sang predator yang dari tadi bukan hanya menjilat puncak dadanya, tapi juga perut mulusnya dan bahkan pangkal pahanya yang indah dan sangat rentan jika disentuh oleh lidah pria itu. Remasan dan sentuhan lembut tangan Endah ke urat kejantanan sang pria yang sudah kencang dan siap untuk beradu, diiringi ciuman dan kecupan bibir mereka yang turun dan naik saling menyapa, seakan tidak ingin terlepaskan dari bibir pasangannya. Paha yang putih mulus dan ada bulu-bulu halus indah menghiasi membuat siapapun pria yang melihat sulit untuk tidak memlingkan wajah memandang keindahan itu. Ciuman dan cumbuan ke sang pejantan seperti isyarat darinya untuk segera melanjutkan pertandingan ini. Kini kedua pahanya terbuka lebar, gairahnya yang sempat dihempaskan ke pulau kenikmatan oleh sapuan lidah Aslan, kini kembali berkobar, dan seakan meminta untuk segera dituntaskan dengan sebuah ritual indah yang dia pasrahkan hari ini untuk sang pujaan hatinya. Pejaman mata, rintihan kecil serta pekikan tanda kaget membuat Aslan sangat berhati hati dalam bermanuver diatas tubuh Endah yang sudah pasrah. Dia tahu menghadapi wanita tanpa pengalaman ini, haruslah sedikit lebih sabar. "sakit....???"

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku