Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Malam pentas seni SMA Kencana berlangsung meriah sejak pukul 19:00 WIB. Pertunjukkan dimulai dengan masing-masing kelas menurunkan perwakilan mereka, untuk membawa nama baik. Ada beberapa sekolah yang turut mengikuti acara tersebut.
Setiap tahun, SMA Kencana memang membuat Pentas Seni di malam puncak perayaan HUT sekolah mereka.
"Dika, kemana?"
Cowok berparas tampan dengan alis yang tebal itu menghampiri satu temannya. Ia mengedarkan pandangan ke penjuru aula ini.
"Nggak tau. Udah pulang kali," jawabnya.
Mereka adalah Kevin dan Diaz. Dua remaja yang kini kebingungan mencari keberadaan sahabat mereka satu lagi. Sudah satu jam, mereka tidak melihat dimana anak konglomerat itu.
"Gila! Pensi baru dimulai dua jam lalu, itu anak udah pulang aja," ketus Kevin.
"Lo kayak nggak tahu Dika aja," balas Diaz.
"Yowes, lah, gue mau beraksi," ujar Kevin.
"Beraksi apaan!" Diaz tidak paham maksud Kevin, dan cowok itu mengerling genit, seolah memberitahu apa yang akan ia lakukan.
"Sialan lo!" decak Diaz.
Kevin berlalu meninggalkan Diaz. Sedari tadi, Diaz cemas memikirkan minuman soda milik Kevin yang hilang entah kemana. Pasalnya, minuman itu tercampur obat perangsang seksual yang tadinya akan Kevin berikan pada May⸺Mayoret Marching Band sekolah.
Diaz tidak sengaja membawanya, dan seingatnya, ia meletakkan botol itu diatas meja yang berada di kelas dua belas Bahasa.
***
"Dika berhenti! Aku mohon, hentikan!"
Suara seorang gadis di kamar hotel itu terdengar amat piluh. Ia menangis, dan mengerang kesakitan dengan tindakan cowok yang sangat ia kenali.
Andika Surya Gutama.
Kapten futsal SMA Kencana, incaran banyak kaum hawa di sekolahnya dan juga sekolah tetangga. Cowok itu seakan tuli dengan teriakan-teriakan gadis yang ia dekap erat tubuhnya. Akrabnya, cowok itu disapa Dika.
"Dika, sakit!" teriak gadis itu, dengan suara parau.
Ia sangat lelah, karena sudah terlalu banyak menangis. Tubuhnya dihajar habis-habisan oleh Dika, dengan kenikmatan bercampur sakit di pengalaman pertamanya.
"Sedikit lagi," desah Dika dengan mata yang terpejam, menikmati setiap inci tubuh gadis itu.
Pengaruh minuman yang ia yakini dicampur obat perangsang itu, membuatnya dikaluti hasrat seksual yang sangat tinggi. Dika tidak bisa menghentikan semuanya, karena hanya dengan cara seperti ini, bisa menghilangkan semuanya.
Ia jatuh diatas tubuh tak berbusana gadis itu, setelah mendapat semuanya. Rasa lelah, serta kantuk yang hebat membuatnya tertidur disana. Ia tidak tahu siapa yang baru saja ia setubuhi.
****
Ranjang berukuran kingsize itu sangat berantakan. Terlihat dua pasang tungkai kaki yang mengintip melalui selimut tebal berwarna putih. Ac di kamar itu masih menyala. Pakaian berserakan diatas lantai.
Dua pasang tungkai kaki tadi adalah milik sepasang remaja yang masih bergulat di dalam selimut. Mereka dalam keadaan tak berbusana.
Mengerjapkan mata, pemuda itu sudah sadar dari tidurnya. Tangannya masih melilit tubuh polos disampingnya. Ia terperanjat.
"What the fuck!" umpatnya.
Andika Surya Gutama. Pemuda tujuh belas tahun itu melihat ke dalam selimut. Terkejut melihat pemandangan pagi itu.
"Fucking shit!" umpatnya sekali lagi ketika ada bercak darah pada seprei putih.
Andika atau yang lebih sering disapa Dika. Ia tidak mengingat sama sekali apa yang terjadi malam tadi. Yang diketahuinya adalah sekolah mengadakan PENSI besar-besaran semalam.
Posisi tidur gadis yang Dika yakin sudah ia perawani itu memunggunginya. Dika menelan ludahnya susah payah, mencoba untuk mengintip wajah gadis itu.
"Anara?" Dika terperanjat.
Ya, gadis itu bernama Anara. Anara Quinzy Prayoga. Dibagian leher dan dadanya terdapat banyak bercak merah keunguan. Dika tidak mau membela dirinya sekarang, sudah pasti itu semua ulah brengseknya.
"Anara...," panggil Dika sangat lembut.
Gadis itu belum juga bangun. Dika mengguncang pelan tubuh polos Anara. Dan, tiba-tiba saja terdengar isakan kecil yang lolos dari mulut gadis itu.
"Anara, gue minta maaf," ucap Dika.
Anara masih menangis. Apa mungkin sebenarnya ia sudah bangun terlebih dahulu, dan hanya berpura-pura tidur?
"Minta maaf nggak akan bisa balikin apa yang udah kamu ambil dari aku," sahut Anara terbata-bata.
"Aku takut, Dika. Aku takut," lirih Anara.
"Lihat gue, Anara!" desak Dika.
Anara enggan bangkit dari tidurnya, ia menarik selimut itu untuk menutup wajahnya. Gadis itu cukup trauma melihat wajah Dika saat dengan tidak sopannya merobek pakaiannya dan lagi merenggut kesuciannya.
"Nara, gue bakal tanggung jawab. Gue nggak akan lari dari semua yang udah gue perbuat," pungkas Dika.
Dika menarik Anara agar mau duduk, dan berhasil duduk. Gadis itu menutup wajahnya karena malu. Untuk melihat wajah Dika pun rasanya ia tak sanggup.
"Percaya sama gue," pinta Dika.
Anara mendengar itu, dengan segala keberaniannya ia menatap Dika.
"Percaya sama kamu yang udah merusak masa depan aku?"
"Nggak gitu, Nara."
"Nggak gitu gimana, Dika?" Anara memukul dada cowok itu, ia menangis lagi.
Dika menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Ia usap punggung telanjang Anara. Pikirannya mencoba mengingat apa yang terjadi semalam, sampai ia dan Anara berakhir diatas ranjang seperti ini.
***
SMA Kencana sedang melaksanakan upacara apel bendera. Ada tiga regu dalam upacara tersebut. Regu pertama untuk kelas X, regu kedua untuk kelas XI, dan regu ketiga untuk kelas XII.
Lagu kebangsaan Indonesia Raya sedang dikumandangkan. Pagi itu terik matahari begitu menyengat.
Anara menoleh sekilas pada Ketrin⸺sahabatnya. Gadis itu sangat bersemangat di pagi yang membosankan ini.
"Nar, muka lo pucat banget. Lo sakit?" tegur Disa yang berdiri disamping Anara.